Senin, 01 September 2008

DIALOG: MUSLIM-KRISTIANI-YAHUDI

Bismillahirrahmanirrahiim

DIALOG TIGA AGAMA: ISLAM, YAHUDI dan NASRANI

Surat Al Baqarah ayat 136:

Quulu aamannaa billaahi wa maa unzila ilainaa wa maa unzila ilaa ibraahiima wa ismaa’iila wa is-haaqa wa ya’quuba wal asbthi wa maa uutiya muusaa wa ‘iisaa wa maa uutiyan nabiyyuuna mir rabbihim laa nufarriqu baina ahadim minhum wa nahnu lahuu muslimuun.

Katakanlah olehmu, “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada yang diturunkan kepada Ibrahim dan Ismail dan Ishak dan Ya’kub dan keturunannya, dan yang diberikan kepada Musa dan Isa, dan kepada apa yang diberikan kepada sekalian Nabi dari Tuhan mereka; kami tidak membedakan seorang pun di antara mereka, dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri.

Pada tahun-tahun pertama Nabi Muhammad saw. berada di Yathrib, atau sekarang Medinah, senantiasa terjadi dialog yang menjurus pada polemik antara Nabi Muhammad saw. dengan orang-orang Yahudi, antara lain orang Yahudi menyesalkan mengapa orang Islam itu merubah kiblatnya dari Bait’l Maqdis di Yerusalem ke arah Masjid’l Haram di Mekkah, yaitu 17 bulan setelah Nabi saw. tinggal di Medinah. Orang Yahudi ini berusaha memperdayakan dengan mengatakan, bahwa semua mereka akan mau menjadi pengikut Muhammad kalau ia kembali ke kiblat semula. Berkenaan dengan hal ni firman Tuhan menyebutkan:
Sa yaquulus sufahaa-u minan naasi maa wallaahum ‘an qiblatihimul latii kaanuu ‘alaihaa qul lillaahil masyriqu wal maghribu yahdii may yasyaa-u ilaa shiraatim mustaqiim (2:142).

Orang-orang bodoh di antara manusia berkata, “Apakah yang menyebabkan mereka berpaling dari kiblat mereka, yang mereka telah berada di atasnya? Katakanlah, “Timur dan Barat kepunyaan Allah; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.”


Wa ka dzaalika ja’alnaakum ummataw wasathal li takuunuu syuhadaa-a ‘alan naasi wa yakuunar rasuulu ‘alaikum syahiidaw wa maa ja’alnal qiblatal latii kunta ‘alaihaa illa li na’lama may yattabi’ur rasuula mim may yanqalibu ‘alaa ‘aqibaihi wa in kaanat la kabiiratan illaa ‘alal ladziina hadallaahu li yudhii’a iimanakum innallaaha bin naasi la ra-uufur rahiim. (QS 2:142)

Dan demikianlah Kami menjadikan kamu satu umat yang mulia supaya kamu menjadi penjaga manusia dan agar Rasul itu menjadi penjaga kamu. Dan, tidak Kami jadikan kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat, melainkan supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang berpaling di atas kedua tumitnya. Dan sesungguhnya hal ini berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan, Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kamu; sesungguhnya Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang terhadap manusia.

Pada saat sedang ramai-ramainya dialog atau polemic antara Nabi Muhammad saw. dengan orang-orang Yahudi, delegasi pihak Nasrani dari Najran tiba di Medinah yang terdiri dari satu rombongan besar yang menggunakan 60 buah unta dan kuda. Di antara mereka terdapat orang-orang terkemuka, orang-orang yang sudah banyak mendalami seluk-belum agama Nasrani mereka, di mana waktu itu para penguasa Romawi yang juga penganut agama Nasrani sudah memberikan kedudukan, memberikan bantuan harta, bantuan SDM serta membuatkan gereja-gereja dan kemakmuran bagi kaum Nasrani Najran itu.

Bagaimana jalannya dialog, yang seperti biasanya ngotot dan keras kepala dan tidak mau mengerti, tetapi di sini diberikan satu ilusi bahwa banyak kali segi materi ini dapat membunuh kehormatan, dapat mematikan perasaan serta dapat menutupi cahaya hati nurani manusia. Segi materi ini, yang tergambar dalam bentuk harta dan kekayaan, dalam kepalsuan gelar-gelar dan pangkat; inilah yang telah membuat seperti contohnya Abu Harita – salah seorang tokoh Nasrani Najran yang paling luas ilmu dan pengetahuannya, satu kali mengeluarkan isi-hatinya kepada salah seorang temannya, bahwa ia yakin bahwa apa yang dikatakan Nabi Muhammad itu adalah benar adanya.

Menjawab pertanyaan temannya: “Lalu, apalagi yang merintangi engkau dalam menerima ajaran Muhammad itu?” Ia menjawab: “Yang masih merintangi aku adalah disebabkan oleh apa-apa yang telah diberikan oleh orang-orang itu kepada kami.” Lihat saja: “Kami sudah diberikan kedudukan, diberi harta dan kehormatan; di mana yang mereka kehendaki dari kami adalah supaya kami itu menentang dan menolak Nabi ini!” “Kalau kuterima ajakan Nabi itu, tentu semua duniawi yang kaulihat itu akan dicabut dari kami!”

Demikianlah, mengapa orang-orang besar dan termasuk ulama-ulama itu tidak bisa menerima ajakan dari setiap Nabi Allah yang akan membawanya kepada kebenaran, karena mereka sudah terlibat di dalam materi keduniawian yang menampak bagi mereka sebagai manfaat, keuntungan dan kesenangan duniawi.

Allah Taala berfirman, antara lain dalam Surah Al ‘Ankabuut -29- ayat 38 dan lain-lain:
……Dan syaitan menjadikan indah perbuatan amal mereka, lalu syaitan menghalangi mereka dari jalan Allah yang benar, padahal mereka itu adalah orang-orang yang cerdik, memiliki pandangan.

... Wa zayyana syaithaanu ‘amaalahum fa shaddahum ‘anis sabiili wa kaanu mustabshiriin (29:38)

…… fa zayyana lahumushy syaithaanu a’maalahum fa huwa waliyyuhumul yauma wa lahum ‘adzaabun aliim. (QS. An Nahl, 16:63)

…… tetapi syaitan menampakkan perbuatan mereka itu indah bagi mereka. Maka, ia menjadi pemimpin bagi mereka pada hari itu dan bagi merekalah azab yang pedih.

Asysyatthaanu ya’idukumul faqra wa ya’murukum bil fahsyaa-i wallaahu ya’idukum maghfiratam minhu wa fadhlanw wallaahu waasi’un ‘aliim (Q.S. 2:268)
Syaitan menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan, dan menyuruh kamu berbuat kekejian, padahal Allah menjanjikan kepada kamu ampunan dan karunia dari-Nya. Dan Allah itu Maha Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui. (“Fahsyaa” adalah suatu perbuatan buruk, yang kadang-kadang hanya dia yang melakukannya sendiri yang mengetahuinya, sedangkan orang lain tidak melihatnya).

SAMBUTAN RAJA ARAB SAUDI KING ABDULLAH BIN ABDUL AZIZ AL-SAUD
PADA KONFERENSI TENTANG DIALOG DI MADRID SPANYOL, 16-18 JULI 2008.

Dengan sponsor Arab Saudi, selama 3 hari dari tanggal 16 sampai 18 Juli 2008 telah diselenggarakan Konferensi Internasional tentang DIALOG di Madrid, Spanyol dengan tujuan untuk menyatukan tiga agama Muslim, Kristen dan Yahudi, agar menjadi lebih dekat, paling tidak dalam sebuah forum.

Dalam sambutannya, Raja Abdullah bin Abdul Aziz al-Saud mengatakan antara lain:
“Para saudaraku, kita harus mengatakan kepada dunia bahwa perbedaan itu tidak harus membuat kita bertikai.” Raja Arab Saudi meminta semua umat dari berbagai agama dunia agar menjauhi ekstremisme dan agar mendorong rekonsiliasi. Beliau mengatakan bahwa konflik besar dalam sejarah itu tidak disebabkan oleh agama, tetapi oleh orang-orang yang menafsirkan agama secara keliru. “Berbagai tragedy yang dialami itu bukanlah karena kesalahan agama, tetapi karena sikap ekstrimisme dan juga akibat berbagai system politik.”

Diskusi ini berlangsung ketika dunia sering menempatkan ke-tiga agama ini sebagai saling berseberangan.

Minggu, 31 Agustus 2008.

Kamis, 28 Agustus 2008

Hanya Ketakwaan dapat Mensejahterakan Dunia

KETAKWAAN DAPAT MEMPERBAIKI KE-EKONOMIAN / KESEJAHTERAAN DUNIA

(Firman Allah Taala dalam Kitab Suci Alqur-aan Surah Al Hujuraat -49- ayat 13)

Untuk memeriksa keadaan ekonomi yang kadang-kadang menjadi sumber dari pertikaian maka mereka mendirikan World Justice System. Apa yang terjadi pada organisasi-organisasi ini setiap orang itu dapat melihatnya sendiri.. Sebab dari kegagalannya itu adalah dikarenakan kurangnya ketakwaan, tidak ada rasa takut kepada Tuhan. Yang dengan apakah mereka itu telah menaruh timbunan harta kekayaan atau kepandaian dan kekuatan dari ilmu pengetahuan, naka dikarenakan oleh kesombongan dan kebangga-banggaannya itu atau dengan menganggap diri mereka itu adalah pembawa bendera kedamaian yang lebih dari siapa pun juga dan menempatkan mereka pada landasan yang lebih tinggi dari bangsa yang lainnya. Mereka telah membuat tingkatan-tingkatan anggota tetap dan anggota tidak tetap yang juga tidak pernah dapat meraih kedamaian dikarenakan kurangnya rasa takut kepada Tuhan dan kurangnya ketakwaan. Jika sebuah Adidaya tertentu memiliki kawenangan untuk menanda-tangani beberapa dokumen dengan dirinya sendiri, maka system ini, kekuatan ini, kawenangan ini tidak akan dapat menyebarkan kedamaian. Jika akan terjadi kedamaian di dunia maka kedamaian di dunai ini hanyalah dengan melalui ajaran yang Allah telah wahyukan kepada Y.M. Nabi Muhammad s.a.w., yang pra-syaratnya itu adalah takwa, ketakwaan. Tentang segala bangsa-bangsa ini, sebagai umat manusia, Kitab Suci Al-Qur’an telah memberikan kepada kita sebuah ajaran, yang firman-Nya dalam Surah Al-Hujuraat (49) ayat 13:

Yaa ayyuhahan naasu ‘inna khalaqnaakum min dzakariw wa untsaa wa ja’alnaakum syu’uubaw wa qabaa-ila li ta’aarafuu inna akramakum ‘indallaahi atqaakum innallaaha ‘aliimun khabiir. (Surah Al-Hujuraat -49- ayat 13)

Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan; dan Kami telah menjadikan kamu bangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah, ialah yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada.

Jadi inilah ajaran dari persaudaraan Islam itu, untuk menciptakan kebersaudaraan dalam Islam itu dan untuk menegakkan kedamaian itu demikianlah perintah dari Allah ini. Seseorang yang bertakwa dan memiliki rasa takut kepada Tuhan, maka ia itu harus dengan sepenuhnya meng-aplikasikan ajaran ini kepada dirinya tentang kebersaudaraan ini dan untuk menyebarkannya kepada dunia. Orang-oang yang beriman telah duperintahkan, dengan perintah tentang kecintaan, kasih-sayang dan keadilan.

Tidak jadi soal betapa hebatnya mereka itu membuat Dewan Keamanan dan Komite Perdamaian, tetapi mereka itu tidak akan dapat menghilangkan keresahan dari dunia karena Bangsa Adidaya yang kuat itu telah mengambil kawenangan melebihi dari bangsa yang lainnya. Jadi, keamanan dan jaminan akan perdamaian dunia itu hanya akan dapat diberikan dan keresahan dari dunia itu hanya dapat dihilangkan jika superioritas kebangsaan yang salah itu dihilangkan.

Keresahan ini tidak akan dapat dihilangkan selama ras dan segala macam supremasi dan keistimewaan itu tidak dapat dihilangkan. Selama di dalam pikiran orang-orang dari Negara-negara dan Pemerintahan mereka itu tidak memiliki pemikiran ini dengan kesadaran yang penuh bahwa kami semua ini adalah anak-anak dari Adam dan pengembangan kami itu adalah sebagai hasil dari laki-laki dan perempuan maka sebagai seorang manusia itu, kita adalah sama di dalam pandangan dari Tuhan. Jika seseorang itu adalah memiliki keistimewaan di dalam pandangan Allah, yaitu seseorang yang memiliki ketakwaan dan ketakwaan siapa yang lebih tinggi atau superior itu hanyalah Tuhan Yang Mengetahuinya. Tak ada orang yang dapat menilai untuk dirinya sendiri sampai di mana tingkat ketakwaannya itu. Ia itu tidak dapat memeriksa tingkat kadarnya sendiri dan tidak dapat menguji tingkatan kadarnya sendiri, yang oleh karena itu Allah berfirman bahwa kedudukan kamu itu dan kelebihan kamu terhadap orang lainnya itu bukannya dikarenakan oleh keturunan dan bukan karena kebangsaan-mu, bukan karena warna kulitmu, bukan karena harta kekayaanmu atau kedudukan kamu di dalam masyarakat kamu. Tidak ada satu bangsa pun yang menjadi lebih superior yang dikaitkan dengan penguasaannya terhadap bangsa-bangsa yang lemah. Di dalam mata duniawi, kekuatan dunia ini dan Pemerintahan duniawinya ada memiliki suatu kedudukan tertentu tetapi bukannya dalam pandangan dari Tuhan. Apa pun yang tidak diketahuinya dalam pandangan Tuhan maka hal itu tidak akan dapat sukses di dalam tujuan-tujuan baiknya, apa pun yang telah dipergunakannya untuk keperluan tersebut. Islam mengatakan bahwa segenap manusia dan orang-orang itu adalah merupakan satu keluarga. Jika mereka itu hidup sebagai satu keluarga tunggal, hanya dengan demikianlah mereka itu akan saling menjaga kedamaian dan keamanannya satu sama lainnya. Sebagai anggota dari satu keluarga yang demikian itu mereka akan saling mencintai dan saling kasih-sayang satu terhadap yang lainnya. (22-6-2007)

Kamis, 28 Agustus 2008

Rabu, 27 Agustus 2008

PIAGAM MEDINAH dan PANCASILA

Bismillahirrahmanirrahiim

PIAGAM MEDINAH (622 M) dan PANCASILA (1945 M)

Piagam Medinah, dokumen politik yang diletakkan oleh Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw., sekitar 14 abad yang lalu dan yang telah menetapkan kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat, tentang keselamatan harta benda dan larangan orang melakukan kejahatan. Nabi saw. telah membukakan pintu baru dalam kehidupan politik dan peradaban dunia masa itu. Dunia, yang selama ini hanya menjadi permainan tangan tirani, yang dikuasai oleh kekejaman dan yang menjadikan kehancuran semata. (Muhammad Husain Haikal: “Sejarah Hidup Muhammad” halaman 205 Cetakan tahun 2003).
Kebebasan Beragama yang dipraktekkan Nabi Muhammad saw. dalam Piagam Madinah
Ke-bhinekaan dalam kehidupan social dicontohkan oleh Nabi Muhammad pada saat beliau dipercaya untuk memimpin masyarakat Madinah. Masyarakat Madinah adalah masyarakat yang beragam. Mereka terdiri atas berbagai suku dan agama. Oleh karena itu kehidupan di Madinah dibangun atas dasar consensus yang kemudian dituangkan dalam 'konstitusi' yang kemudian dikenal dengan sebutan Piagam Madinah. Dalam piagam Madinah ini disebutkan bahwa semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari banyak suku, tetapi merupakan satu komunitas. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dengan anggota komunitas-komunitas lainnya didasarkan atas prinsip-prinsip:
(a) bertetangga baik
(b) saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
(c) membela mereka, orang-orang yang teraniaya
(d) saling menasehati dan
(e) menghormati kebebasan beragama.

Satu hal yang patut dicatat bahwa Piagam Madinah yang oleh banyak pakar politik didakwakan sebagai konstitusi Negara Islam yang pertama itu tidak menyebut Islam sebagai agama Negara.

Tujuan satu-satunya aksi damai di Monas tanggal 1-6-2008 adalah untuk memperingati hari lahir Pancasila. Peringatan ini dilakukan demi memperkuat ikatan kebangsaan dan ke-Indonesiaan yang semula dirajut oleh para the Founding Fathers dengan memilih Pancasila sebagai ideologi negara. Kalau dipikir secara mendalam, pilihan itu tentu tidak mudah, tetapi sangat bijaksana. Muncul pertanyaan mengapa tidak memilih ideologi Islam? Bukankah sebagian besar para the Founding Fathers adalah tokoh-tokoh Islam yang sangat dikenal? Jawabannya tegas, memilih agama sebagai ideologi negara NKRI akan sangat problematik. Bicara soal agama berarti bicara soal tafsir, dan bicara soal tafsir pasti sangat beragam, tidak pernah tunggal. Pertanyaannya lalu tafsir mana akan dipakai pedoman oleh pemerintah? Sungguh tidak mudah dan pasti sangat problematik.

Jadi, betapa cerdas dan bijaknya para pendahulu bangsa ini memilih Pancasila. Pancasila mengajarkan agar pemerintah NKRI bersikap netral dan adil terhadap semua penganut agama dan kepercayaan. Pemerintah tidak perlu mencampuri urusan substansi ajaran setiap agama dan kepercayaan. Pemerintah cukup menjamin agar setiap warga dapat mengekspressikan ajaran agama dan kepercayaan masing-masing secara aman, nyaman dan bertanggung jawab. Pemerintah NKRI tidak berhak mengakui mana agama yang resmi dan tidak resmi atau agama yang diakui atau tidak diakui. Semua penganut agama memiliki posisi setara di hadapan hukum dan perundang-undangan.

Tidak ada istilah mayoritas dan minoritas. Semua warga adalah pemilik sah negeri ini. Karena itu, sikap pemerintah membiarkan perilaku diskriminatif dan penganiayaan serta penindasan terhadap kelompok agama minoritas, seperti terhadap orang-orang penghayat kepercayaan, pemeluk agama lokal, dan sejumlah komunitas agama dan kepercayaan lainnya, karena ini jelas bertentangan dengan Pancasila.

Dasar kebebasan beragama yang dianut oleh Nabi Muhammad saw. adalah firman Allah Taala di dalam Alqur-aan:
1. Laa ikraaha fid diini …... Tidak ada paksaan dalam agama …… (Al Baqarah, 2:256)
2. Lakum diinukum wa liya diin. Bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku. (Al Kaafiruun, 109:6)

Kamis, 28 Agustus 2008.

Selasa, 26 Agustus 2008

IMAM MAHDI akan DIMUSUHI ULAMA

Bismillahirrahmanirrahiim

IMAM MAHDI YANG BENAR AKAN DIMUSUHI ULAMA; JIN dan MANUSIA

Salah satu ciri kedatangan Imam Mahdi yang benar adalah bahwa beliau itu bukannya di-eluk-elukan dengan sambutan yang mesra tetapi permusuhan-lah yang beliau dapatkan itu. Bilamana Imam Mahdi yang sudah dijanjikan kedatangannya itu memang wujud yang benar adanya, maka Allah Taala akan mendukung dan menolong beliau dan Jama’atnya dengan kemenangan yang nyata, yang dapat dilihat dan disaksikan oleh orang-orang yang mau menggunakan akal sehatnya, betapa pun ia dimusuhi orang..

Imam Muhyiddin Ibnu Arabi r.a. menulis di dalam bukunya Futuhat Makiah jilid III halaman 374:

Wa idzaa kharaja hadzaal imaamul mahdiyyu fa laisa lahu ‘aduwwun mubiin illal fuqahaa’u khashshat.
Apabila Imam Mahdi datang, waktu itu yang menjadi musuh-musuh beliau tidak lain melainkan ulama-ulama dan fuqahaa (ahli fiqih).

NABI-NABI DITOLAK OLEH JIN DAN MANUSIA (Alqur-aan; Surah Al-An’aam ayat 111-112)

Surat Al An’aam -6- ayat 112:

Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh berupa Syaitan dari manusia dan jin.


Wa ka dzaalika ja’alnaa li kulli nabiyyin ‘aduwwan syayaathiinal insi wal jinni yuuhii ba’dhuhum illa ba’dhin zukhrufal qauli ghuruuraw wa lau syaa-a rabbuka maa fa’aluuhu fa dzarhum wa maa yaftaruun.

Dan, dengan cara demikian Kami menjadikan musuh setiap Nabi, Syaitan-syaitan di antara manusia dan jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata indah untuk mengelabui. Dan, jika Tuhan engkau menghendaki, meeka tidak akan mengerjakannya; maka biarkanlah mereka dengan apa yang mereka ada-adakan itu.

Kata-kata manusia dan jin yang banyak kali disebut dalam ayat-ayat Alqur-aan bukanlah berarti ada dua macam mahluk Allah yang berlainan; kedua-duanya adalah golongan manusia juga. Manusia mengisyaratkan pada manusia biasa, orang-orang awam atau rakyat jelata, sedangkan jin di-isyaratkan kepada orang-orang besar yang biasa hidup memisahkan diri dari rakyat jelata dan tidak berbaur dengan rakyat sehingga boleh dikatakan tersembunyi dari penglihatan umum.

Surat Al An’aam -6- ayat 112:

Biarpun malaikat dan orang-orang yang sudah mati yang berbicara dengan mereka, mereka tokh tetap tidak akan beriman kepada Nabi, Utusan Allah itu:


Wa lau annanaa nazzalnaa ilaihimul malaa-ikata wa kallamahumul mautaa wa hasyarnaa ‘alaihim kulla syai-in qubulam maa kaanu li yu’minuu illaa ay yasyaa-allaahu walaakinna aktsarahum yajhaluun.

Dan, sekalipun jika Kami menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami mengumpukan di hadapan mereka segala sesuatu berhadap-hadapan, niscaya mereka tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki. Akan tetapi, kebanyakan mereka tidak berpengetahuan.

Salah satu tugas dari malaikat-malaikat ialah untuk membisikkan kepada manusia pikiran-pikiran baik untuk mengajak pada kebenaran; yang kadang-kadang malaikat-malaikat ini melaksanakan tugasnya dengan melalui mimpi-mimpi dan kasyaf (vision). Orang-orang muttaki yang sudah wafat kadang-kadang muncul di dalam mimpi orang yang dikenalnya untuk membenarkan da’wa Nabi, Utusan Allah.

Jadi demikianlah agar dapat dimaklumi oleh orang-orang yang bisa menggunakan akal sehatnya, dan dengan mempelajari Hadits-hadits Nabi saw. dan Firman Allah Taala di dalam Kitab Suci Alqur-aan, maka penolakan dan permusuhan kepada Nabi-nabi dan Imam Mahdi itu, justru akan membenarkan dan menggenapi nubuatan-nubuatan yang sudah diberikan oleh orang-orang suci itu.

Tetapi bagi orang-orang yang hasud dan berpikiran dengki, biarpun malaikat yang memberi-tahukannya kepada mereka, atau leluhur mereka dan orang-orang suci yang meng-isyaratkannya kepadanya tentang kebenaran Nabi dan Utusan Allah itu, tokh mereka tetap saja tidak akan mau mempercayainya; sampai Allah Taala sendiri yang memberi taufik dan hidayat kepada mereka untuk menerima kebenaran itu.


وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَ الَمِينَ

“Wa aakhiru da’wahum anil hamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin”
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS 10:10)


Rabu, 27 Agustus 2008.

Senin, 25 Agustus 2008

KEKERASAN - TIDAK SESUAI AJARAN iSLAM


Bismillahirrahmanirrahiim

ME-LEGITIMASI TINDAKAN KEKERASAN TERHADAP ORANG YANG MENGAKU NABI, ini TIDAK SESUAI DENGAN AJARAN ISLAM, ALQUR-AAN DAN SUNNAH NABI MUHAMMAD saw.

Kekeliruan dari Amin Djamaluddin.

Di dalam Bukunya Amin Djamaluddin, Ketua LPPI berjudul “Ahmadiyah dan Pembajakan Al-Qur’an” (April 2003) halaman V ditulis: Karena Musailamah mengaku dirinya sebagai Nabi, maka dia dijuluki dengan Musailamah Al-Kazzab (Musailamah si Pendusta). Dan Musailamah tersebut langsung diperangi oleh Khalifah Abu Bakar, sehingga si pendusta tersebut mati terbunuh”. Pernyataan sedemikian diucapkan juga oleh Pengacara TPM dalam Debat di TiviOne sekitar tanggal 11 Juni 2008 sore hari.

Ini tidak sesuai dengan kenyataan sejarahnya, seperti yang ditulis oleh Haekal. Banyak orang-orang yang karena hasutan ulama / mullah yang tidak mengerti fakta sejarah dan sunnah Nabi saw., melakukan kekerasan terhadap Nabi dan para pengikut Nabi yang disangkanya Nabi palsu atau dusta. Mereka itu termasuk TPM-nya melakukan kekeliruan dengan melegitimasi perbuatan kekerasan tersebut karena membaca dalam sejarah bahwa Hadhrat Abu Bakar Siddiq r.a. yang sebagai Khalifah telah melakukan gerakan militernya menghadapi perbuatan makarnya Musailamah dan para pengikutnya di Yamama. Padahal tindakan Hadhrat Abu Bakar dan Jama’at Islam ini bukanlah karena pendakwaan kenabiannya Musailamah, tetapi karena Musailamah dan para pengikutnya bersekutu dengan Banu Hanifah yang bertujuan makar untuk menghancurkan sendi-sendi kehidupan dan persatuan Jama’at Muslim. (Bacalah buku: Sejarah Hidup Muhammad, oleh Muhammad Husain Haekal).

Ketika Yang Mulia Nabi Muhammad saw. masih hidup, Musailamah pada masa yang sama juga mendakwakan diri sebagai Nabi di Nejd, Jazirah Arabia. Atas pendakwaan Musailamah itu, dan juga terhadap dua orang lainnya yang mendakwakan diri sebagi Nabi, Tulaiha dan Aswad Al-Ansi, Nabi Muhammad saw. itu tidak menghiraukannya.

Ketika Musailamah mengirimkan dua orang utusannya dengan membawa surat kepada Nabi Muhammad saw. dengan mengatakan bahwa dia, Musailamah Nabi, dan “Separuh bumi ini buat kami dan yang separuh lagi buat Quraisy; tetapi Quraisy adalah golongan yang tidak suka berbuat adil.” Maka Nabi Muhammad saw. membalas dengan surat yang isinya mengatakan bahwa: … “beliau saw. sudah membaca isi suratnya dengan segala kebohongannya itu, dan bahwa bumi ini kepunyaan Allah yang akan diwarisi oleh hamba-hamba yang berbuat kebaikan. Dan selamat dan sejahtera bagi orang yang mengikuti bimbingan yang benar.” (Baca: Haekal).

Sampai wafatnya Nabi Muhammad saw., Musailamah masih tetap hidup dan masih mengaku sebagai Nabi. Jadi tidak ada contoh sunnah dari Nabi Muhammad saw. untuk mengambil tindakan dan kekerasan fisik terhadap seorang pendakwa kenabian dan para pengikutnya, walau pun beliau saw. mengetahui bahwa Musailamah itu adalah seorang pendusta belaka.

Bilamana para ulama/mullah itu cenderung pada tindakan kekerasan terhadap orang dan golongan yang dianggap bahwa akidahnya tidak sesuai dengan akidah orang kebanyakan, hal itu disebabkan karena mereka itu tidak mengerti atau tidak mau mengerti akan hakikat dari firman Tuhan yang ada di dalam Kitab Suci Alqur-aan; tidak seperti pengertian dari Y.M. Nabi Muhammad saw., wujud yang menerima wahyu dari Allah itu sendiri, yaitu:

Surat Al An’aam -6- ayat 118:
Inna rabbaka huwa a’lamu may yadhillu ‘an sabiilihi wa huwa a’lamu bil muhtadiin.
Sesungguhnya Tuhan engkau adalah Dia Yang maha Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dia Maha Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Dan dalam Surah An Nahl -16- ayat 125

رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿١٢٥﴾

Inna rabbka huwa ‘alamu bi man dhalla ‘an sabiilihii wa huwa a’lamu bil muhtadiin.
Sesungguhnya, Tuhan engkau Dia lebih mengetahui siapa yang telah sesat dari jalan-Nya; dan Dia Maha Mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.

Bahwa, dalam hal keimanan itu bukanlah mayoritas atau minoritas yang berlaku sebagai hakim untuk menetapkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Dia-lah Tuhan yang memberikan keputusan-Nya dengan menunjukkan Tanda-tada samawi, Tanda-tanda dari Langit berupa bantuan dan dukungan-Nya terhadap golongan yang mengikuti jalan kebenaran.

Jadi, tidak seperti yang dikerjakan oleh para Ulama/Mullah yang sebenarnya salah dan keliru serta tidak sesuai ajaran Islam, maka dalam hal keimanan, kepercayaan dan akidah ini, pegangan dari Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. itu adalah seperti Firman Tuhan yang ada di dalam Kitab Suci Alqur-aan:

1. Surat Al Baqarah ayat 256:

Laa ikraaha fid diini = Tidak ada paksaan dalam agama.

لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ


2. Surat Al Kaafiruun -109- ayat 6:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾

Lakum diinukum wa liya diin = Bagi kama agama kamu dan bagiku agamaku.

Jadi sebenarnya pegangan seperti inilah yang juga harus digunakan oleh para Ulama dan Mullah serta umat Muslimin itu, yang dengan mengikuti ajaran Alqur-aan dan Sunnah Nabi Muhammad saw. ini, maka dengan demikian insya Allah akan tercapai rasa tenteram dan kedamaian serta saling pengertian di dalam masyarakat dan bangsa NKRI yang penuh dengan ke-Bhineka-an ini. Aamiin.


وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Wa aakhiru da’wahum anil hamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin”
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS 10:10)


Selasa, 26 Agustus 2008

Minggu, 24 Agustus 2008

LAA NABIYYA BA'DI - HAKIKAT ARTINYA

Bismillahirrahmanirrahiim

LAA NABIYYA BA’DI, Pokoknya tidak ada Nabi lagi, Nabi apa pun juga, kata mereka itu!

Surah Al Mu’min -40- ayat 34:


Wa laqad jaa-akum yuusufu min qablu bil bayyinaati fa maa ziltum fii syakkim mim maa jaa-akum buhii hatta idzaa halaka qultum lay yab’atsallaahu mim ba’dihii rasuulan ka dzaalika yudhillul-laahu man huwa musrifum murtaab.

Dan sesungguhnya telah datang kepadamu Yusuf sebelum ini dengan bukti-bukti yang nyata, tetapi kamu selalu dalam keraguan terhadap apa yang dibawanya kepada kamu, Kemudian tatkala ia telah mati, kamu berkata: “Allah sekali-kali tidak akan mengutus sesudah dia seorang Rasul.” Demikianlah Allah telah menetapkan sesat, barangsiapa yang melapaui batas, yang ragu-ragu.

Hadits Laa Nabiyya ba’di tidak dapat diragukan lagi tentang keshahihannya; tetapi tidak dapat dipungkiri akan adanya sabda-sabda beliau saw yang berkenaan dengan kedatangan Imam Mahdi dan Isa ibnu Maryam yang akan menjadi pemimpin bagi ummat Islam di akhir zaman yang memiliki predikat sebagi Nabi Allah dan Khalifah Allah di bumi, yang dengan kepemimpinannya itu akan meniadakan peperangan dan akan menegakkan kedamaian di bumi. Kalau diperhatikan secara sepintas saja, nampak seakan-akan ada kontradiksi satu sama lainnya dari hadits tersebut; yakni di satu kesempatan Nabi saw. bersabda “Laa nabiyya ba’di”, sedangkan pada beberapa kali kesempatan lainnya beliau saw mengatakan tentang akan datangnya Isa Al-Masih, atau Isa ibnu Maryam yang berpangkat Imam Mahdi, sesudahnya beliau saw. Padahal yang disabdakan sebagai Laa nabiyya ba’di itu adalah tidak akan ada lagi Nabi Utusan Allah yang di luar syari’at beliau, di luar syari’at Islam, sebagaimana dalam hadits yang senada, Nabi Muhammad saw bersabda: "inniy aakhirul-anbiya' wa inna masjidiy aakhirul-masaajid" Artinya: Aku adalah nabi yang terakhir dan mesjidku adalah mesjid yang terakhir. (Hadits shahih riwayat Muslim), bahwa tidak akan ada lagi nabi dan tidak ada lagi mesjid yang di luar syari’atku, Nabi dan mesjid yang di luar syari’at Islam. Demikian juga ada beberapa hadits-hadits lainnya di mana Nabi Muhammad saw mengatakan “Laisa bainii wa baina iisa nabiyyi wa innahu nazila …….. “ Tidak ada seorang Nabi antara aku dan Isa, dan sungguh ia – Nabi Isa itu - akan turun ……. (HR Abu Dawud dari Hadhrat Abu Hurairah ra; dan Kanzul-Umal, Juz XIV / 388843).

Demikianlah keadaannya bahwa banyak orang yang mengartikan secara mutlak Tidak ada lagi nabi – Laa nabiyya ba’di itu, yang pokoknya nabi macam apa pun tidak boleh datang lagi, tidak boleh ada lagi, betapa pun banyaknya ayat-ayat Kitab Suci Alqur-aan yang menentang arti secara mutlak bahwa tidak ada lagi Utusan Allah setelahnya Nabi Muhammad Rasulullah saw itu. Pandangan seperti ini telah terjadi pada para pengikut agama, jadi bukanlah merupakan hal yang baru. Pengikut Nabi Yusuf as., karena cintanya dan fanatisme mereka terhadap Nabi Yusuf, mereka meyakini bahwa setelah Nabi Yusuf itu tidak akan datang lagi Nabi. Sebagaimana yang ada di dalam Alqur-aan Surah Al-Mukmin -40- ayat 34:

Wa laqad jaa-akum yuusufu min qablu bil bayyinaati fa maa ziltum fii syakkim mim maa jaa-akum buhii hatta idzaa halaka qultum lay yab’atsallaahu mim ba’dihii rasuulan ka dzaalika yudhillul-laahu man huwa musrifum murtaab.

Dan sesungguhnya telah datang kepadamu Yusuf sebelum ini dengan bukti-bukti yang nyata, tetapi kamu selalu dalam keraguan terhadap apa yang dibawanya kepada kamu, Kemudian tatkala ia telah mati, kamu berkata: “Allah sekali-kali tidak akan mengutus sesudah dia seorang Rasul.” Demikianlah Allah telah menetapkan sesat, barangsiapa yang melapaui batas, yang ragu-ragu.

Kaum Yahudi pun telah sepakat dalam ijma mereka bahwa: “Tidak ada nabi setelah Musa as.” Demikian juga di masa Nabi Muhammad saw., tidak saja manusia, tetapi jin sekali pun telah menyatakan pendapat mereka, atau mereka telah berprasangka bahwa: “Allah tidak akan lagi mengutus seorang Rasul pun.” Surah Al Jinn -72- ayat 8:
Wa annahuu kaana rijaalum minal insi ya’uudzuuna birijaalim minal jinni fa zaaduuhum rahaqaa.

Dan sesungguhnya mereka (jin) menyangka sebagaimana kamu menyangka bahwa Allah tidak akan membangkitkan seorang pun (Rasul).

Jadi semenjak zaman Nabi Yusuf a.s. orang-orang Yahudi dan orang-orang berikutnya itu pun tidak mempercayai lagi kedatangan Rasul mana pun sesudahnya Nabi Yusuf a.s.

Pendapat mereka itu ternyata tidak benar, karena walau pun secara turun temurun pendapat mereka itu demikian, namun Allah sesuai sunnah-Nya tidak akan pernah berubah, yang terus-menerus akan menurunkan atau mengutus Nabi-nabi-Nya di mana Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang layak untuk menjadi Rasul-Nya, menjadi Utusan-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-An’aam -6- 125:


……… allaahu a’lamu haitsu yaj’alu risaalatahuu ……..
……… Allah Maha Mengetahui di mana Dia akan menempatkan risalat-Nya, menempatkan Rasul atau Utusan-Nya ……..

Demikianlah di dalam surah Al-Fatihah, Allah telah mengajarkan doa yang harus dibaca oleh setiap orang Muslim dalam setiap shalat:
Ihdinash shiraathal mustaqiim – Tunjukilah kami jalan yang lurus
Shiraathal ladziina an’amta ‘alaihim …….
Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka ………
Di mana nikmat terbesar yang diharapkan sejak Nabi Ibrahim a.s. itu adalah nikmat kenabian (2:124 – innii jaa’iluka lin naasi imaaman …..). Nikmat pangkat kenabian (4:69 – minan nabiyyiina wash shiddiiqiina wasy syuhadaa-i wash shaaliina) yang dapat diraih oleh Ibrahim a.s. dan anak keturunan beliau, di mana anak-anak beliau pun nabi, cucu dan cicit beliau pun menjadi nabi, menjadi imam dari manusia yang kaumnya itu.

Sayangnya, para Nabi Allah itu selalu mendapatkan perlawanan dari kaumnya, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Yaa Siin -36- ayat 30:

Yaa hasratan ‘alal ‘ibaadi maa ya’tiihim mir rasuulin illa kaanuu yastahzi-uun.
Ah, sayang bagi hamba-hamba-Ku! Tidak pernah datang kepada mereka seorang Rasul, melainkan mereka senantiasa mencemoohkannya, meng-olok-olokkannya.

Padahal sudah menjadi ketentuan umum bahwa manakala manusia telah jauh dari zaman nabi tersebut dan tiba saatnya Allah SWT sesuai sunnah-Nya harus mengirim Utusan-Nya untuk melakukan perbaikan di muka bumi; yang tidak terbayangkan di dalam benak dan alur pikiran manusia saat itu, apakah ada orang yang layak menjadi orang suci, menjadi nabi di antara manusia se-zaman dengannya itu. Itulah sebabnya mengapa Nabi-nabi Allah yang senantiasa datang untuk membawa kemajuan ruhani dan jasmani manusia, untuk menyelamatkan manusia dari bujukan syaitan hawa nafsu duniawi, dan untuk membawa dan membimbing manusia ke jalan-Nya kepada Allah Taala, senantiasa mendapatkan perlawanan dari kaumnya sebagaimana yang telah difirmankan oleh-Nya tadi (36:30).

Semoga umat Islam dapat terhindar dari pandangannya yang salah dan sikap seperti itu, dan dengan karunia dan kasih-sayang-Nya serta ke-Murahan-Nya dapat terselamatkan dari kemurkaan Allah.

A lam yarau kam ahlaknaa qablahum minal quruuni annahum ilaihim laa yarziuun.

Apakah mereka tidak melihatnya, betapa banyak keturunan yang telah Kami binasakan sebelum mereka, bahwa orang-orang itu tidak kembali lagi kepada mereka? (Surah Yaa Siin -36- ayat 31)

Isyarat ini agaknya tertuju pada azab Ilahi yang bersifat universal. Selanjutnya:

Alladziina yujaadiluuna fii aayaatillaahi bi ghairi sulthanin ataahum kabura maqtan ‘indallaahi wa ‘indal ladziina aamanuu ka dzalika yathba’ullaahu ‘alaa kulli qalbi mutakabbirin jabbaar.

Mereka yang berbantah-bantahan tentang tanda-tanda Allah tanpa menggunakan dalil yang datang kepada mereka. Sungguh besar kemurkaan Allah di sisi orang-orang beriman. Demikianlah Allah menyegel setiap hati orang yang sombong, yang angkuh. (Surah Al-Mu’min -40- ayat 35).

Jum’at, 15 Agustus 2008

NABI PALSU TIDAK AKAN BERTAHAN DI DUNIA

Bismillahirrahmanirrahiim

NABI PALSU? HARUS BAGAIMANA MENGHADAPINYA?
APA FIRMAN TUHAN DI DALAM KITAB SUCI ALQUR-AAN?
BAGAIMANA SIKAP Y.M. NABI MUHAMMAD SAW.?
MENGAPA HARUS REPOT-REPOT MELAKUKAN ANARKISME?


NABI BARU DIPAKAI ULAMA/MULAH DAN ORANG POLITIK UNTUK TUJUAN MENCARI KEKUASAAN DUNIAWI.

Isu adanya Nabi baru, Nabi yang palsu/pendusta atau mungkin juga Nabi yang benar-benar sebagai Utusan yang diturunkan oleh Allah Yang Maha Kuasa, Tuhan yang ber-Kuasa untuk menurunkan Nabi dan Utusan atau Rasul-Nya kapan saja Dia menghendakinya, banyak kali digunakan sebagai isu politik oleh orang-orang, baik ulama atau non-ulamanya juga, yang punya tujuan mencari kekuasaan politik duniawi, jadi bukan karena demi kecintaan kepada Islam, demi untuk mempertahankan kesucian Islam, seperti yang biasa mereka gembar-gemborkan .dan yang membuat keresahan dan kerusuhan di mana-mana, terror dan anarkisme yang amat merugikan masyarakat, bangsa dan Negara. Ada juga banyak oknum atau pun gerakan-gerakan aliran yang didirikan oleh sekelompok orang yang karena tidak memiliki pekerjaan formal, atau karena sulitnya mencari pekerjaan dan penghasilan yang wajar, maka mereka membentuk gerakan-gerakan atau forum semacam itu, di mana mereka dapat memperoleh dana dari sponsor yang membiayai gerakan atau forum tersebut untuk mengejar tujuan mereka, termasuk tujuan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang ada. Inilah yang tidak disadari oleh banyak orang-orang awam di dalam masyarakat, kecuali oknum-oknum yang memanfaatkan orang-orang ini untuk mendukung kekuatan politiknya, yang untuk itu ada disediakan dana dari sponsornya.


LEGITIMASI KEKERASAN TERHADAP NABI yang dikiranya NABI PALSU

Banyak orang-orang awam yang karena hasutan ulama / mullah yang diceritakan di atas, melakukan kekerasan pisik terhadap Nabi dan para pengikut Nabi yang disangkanya Nabi palsu atau dusta. Mereka itu termasuk TPM-nya melakukan kekeliruan dengan melegitimasi perbuatan kekerasan tersebut hanya karena membaca, atau karena memang belum membacanya dalam sejarah, bahwa Hadhrat Abu Bakar Siddiq r.a. yang sebagai Khalifah setelah wafatnya Nabi Muhammad s.a.w. itu telah melakukan gerakan militer dalam menghadapi perbuatan makarnya Musailamah dan para pengikutnya di Yamama. Padahal tindakan Hadhrat Abu Bakar dan Jama’at Islam ini bukanlah karena pendakwaan kenabiannya Musailamah, tetapi karena Musailamah dan para pengikutnya bersekutu dengan Banu Hanifah di Yamama yang bertujuan makar untuk menghancurkan sendi-sendi kehidupan dan persatuan Jama’at Muslim. (Bacalah buku: Sejarah Hidup Muhammad, oleh Muhammad Husain Haekal).

Ketika Yang Mulia Nabi Muhammad saw. masih hidup, Musailamah pada masa yang sama juga mendakwakan diri sebagai Nabi di Nejd, Jazirah Arabia. Atas pendakwaan Musailamah itu, dan juga terhadap dua orang lainnya yang mendakwakan diri sebagai Nabi, Tulaiha dan Aswad Al-Ansi, Nabi Muhammad saw. itu tidak menghiraukannya.

Ketika Musailamah Al-Kadzdzab mengirimkan dua orang utusannya dengan membawa surat kepada Nabi Muhammad saw. dengan mengatakan bahwa dia, Musailamah Nabi, dan “Separuh bumi ini buat kami dan yang separuh lagi buat Quraisy; tetapi Quraisy adalah golongan yang tidak suka berbuat adil.” Maka Nabi Muhammad saw. membalas dengan surat yang isinya mengatakan bahwa: … “beliau saw. sudah membaca isi suratnya dengan segala kebohongannya itu, dan bahwa bumi ini kepunyaan Allah yang akan diwarisi oleh hamba-hamba yang berbuat kebaikan. Dan selamat dan sejahtera bagi orang yang mengikuti bimbingan yang benar.” (Baca: Haekal).

Sampai wafatnya Nabi Muhammad saw., Musailamah masih tetap hidup dan masih mengaku sebagai Nabi. Jadi tidak ada contoh sunnah dari Nabi Muhammad saw. untuk mengambil tindakan dan kekerasan fisik terhadap seorang pendakwa kenabian dan para pengikutnya, walau pun beliau saw. mengetahui bahwa Musailamah itu adalah seorang pendusta belaka.

Hal ini pun didukung oleh firman Tuhan dalam ayat-ayat Kitab Suci Alqur-aan yang berikut:
Surat Al Mu’min -40- ayat 28: Yaitu, jika sekiranya dia itu adalah seorang pendusta, yang mengaku Nabi, maka kedustaannya mengaku sebagai Nabi itu adalah bagi dia sendiri, tanggungan dia sendiri.
Wa qaala rajulum mu’minum min aali fir’auna yaktumuiimaanahuu a taqtuluuna rajulan ay yaquula rabbiyallaahu wa qad jaa-akum bil bayyinaati mir rabbikum wa iy yaku kaadziban fa ‘alaihi kadzibuhuu wa iy yaku shaadiqay yushibkum ba’dhulladzii ya’idukum innallaaha laa yahdii man huwa musrifun kadzdzaab.

Dan, berkata seorang laki-laki yang beriman dari kaum Fir’aun yang menyembunyikan imannya, “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena ia mengatakan, “Tuhan-ku ialah Allah”, padahal ia telah datang kepadamu dengan Tanda-tanda nyata dari Tuhan-mu? Dan, sekiranya ia seorang pendusta, maka bagi dialah kedustaannya itu; dan jika ia itu ternayata benar, maka sebagian (azab karena mendustakannya) akan mengenai kepadamu dari apa yang dijanjikan kepada kamu. Sesungguhnya, Allah tidak memberi petunjuk kepada siapa yang melampaui batas dan orang yang pembohong besar.”


KALIAN TIDAK AKAN DAPAT MENOLONG-KU ATAU MEMBELA AKU, JIKA AKU PALSU.

Surat Al Ahqaaf -46- ayat 9:

Bahwa jika kalian mengatakan bahwa aku itu berkata dusta dan mengada-adakan ayat-ayat Allah, tokh kalian itu tidak memiliki kekuatan apa pun terhadap azab Tuhan yang akan menimpa aku, jika seandainya aku itu berdusta; jadi, perbuatan kalian itu hanya percumah saja, karena kalian itu sama sekali tidak dapat menolongku.
Am yaquuluunaf taraahu qul iniftaraituhu fa laa tamlikuuna lii minallaahi syai-an huwa a’lamu bi maa tufiidhuuna fiihi kafaa bihii syahiidam bainii wa bainakum wa huwal ghafuurur rahiim.

Apakah mereka berkata, “Ia telah mengada-adakannya –Alqur-aan ini? Katakanlah, sekiranya aku –Rasul- telah mengada-adakannya, kamu itu tidak memiliki kekuatan sesuatu apa pun untuk membela aku dalam melawan Allah. Dan Dia lebih mengetahui apa yang kamu katakan tanpa tujuan di dalamnya. Cukuplah Dia sebagi saksi antara aku dengan kamu. Dan, Dialah, Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Jadi kalian itu tidak akan dapat menolong aku sama sekali dan membela aku terhadap azab dari Tuhan, sekiranya saya ini mengada-mengada atau hanya mengaku-mengaku sebagai Utusan Tuhan, padahal tidak benar.

Karena, jika ia itu adalah seorang pendusta yang mengaku-ngaku mendapat wahyu atau Utusan dari Allah padahal tidak benar, dan tentang benar atau tidaknya itu hanyalah Tuhan Yang Maha Tahu, maka untuk Nabi yang pendusta itu, Tangan Allah sendiri yang akan menghancurkannya:

Demikian di firmankan Tuhan dalam Surah Al-Haqqah (69) ayat 44-46



Wa lau taqawwala ‘alainaa ba’dhal aqaaiil = Dan sekiranya ia mengada-adakan atas nama Kami sebagian perkataan,
La akhadznaa minhu bil yamiin = niscaya Kami akan menangkap dia dengan tangan kanan,
Tsumma la qatha’naa minhul watiin = kemudian pasti Kami putuskan urat nadi-lehernya.

Oleh sebab itu, tidaklah sesuai dengan ajaran Alqur-aan dan ajaran Nabi Muhammad saw. serta para Khalifah Rasyidin jika umat Islam sekarang ini gemar menggunakan kekerasan fisik untuk menyerang suatu pendakwaan Kenabian, berikut serangan kekerasan terhadap para pengikut pendakwa kenabian itu. Sebab, inilah ajaran universal Alqur-aan yang menjadi pegangan Hadhrat Sayyidina Muhammad Musthafa saw. dan para Khalifah Rasyidah selama hidup beliau-beliau dan yang juga seharusnya menjadi pegangan bagi seluruh umat Muslimin sekarang ini, yaitu:

1. Surat Al Baqarah ayat 256:

Laa ikraaha fid diini = Tidak ada paksaan dalam agama.

لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ


2. Surat Al Kaafiruun -109- ayat 6:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾

Lakum diinukum wa liya diin.
Bagi kama agama kamu dan bagiku agamaku

Lengkapnya; Surat Al Baqarah ayat 256:

Laa ikraaha fid diini qat tabayyanar rusydu minal ghayyi fa may yakfur bith thaaghuuti wa yu’mim billaahi fa qadis tamsaka bil ‘urwatil wutsqa lan fishaama lahaa wallaahu samii’un ‘aliim.

Tidak ada paksaan dalam agama. Sesungguhnya jalan yang benar itu nyata bedanya dari kesesatan; dan barangsiapa menolak ajakan orang-orang yang sesat dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada suatu pegangan yang kuat dan tak kenal putus. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui

Surat Al Kaafiruun -109- ayat 6:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾

Lakum diinukum wa liya diin.

Bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku.

Sekarang bagaimana akibatnya orang-orang yang zhalim kepada Utusan Allah, yang mendustakan Nabi Allah itu?

BERANI MENDUSTAKAN RASUL ALLAH = BERANI MENANTANG AZAB TUHAN

Apa kata Kitab Suci Alqur-aan terhadap orang yang menolak Nabi, Utusan Allah?
Berjalanlah di bumi dan lihatlah akibat dan keakhiran dari orang-orang yang zhalim ini.
Kasihan orang-orang ini! Mereka membaca Alqur-aan tetapi tidak mengerti atau tidak mau mengerti akan firman-Nya itu! Mereka membaca Alqur-aan tetapi menganggap enteng, melecehkannya! Lihatlah Surah Al Israa’ -17- ayat 45 juga.

Pada setiap shalat, orang Muslim diajari untuk membaca doa agar ditunjuki jalan yang lurus, jalan-jalan yang telah Tuhan beri nikmat atas mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan pula jalan mereka yang sesat (Al-Fatihah ayat 7):

غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ﴿٧﴾ dari ayat:

(Ihdinash shiraathal musraqiim) Shiraathal ladziina an’amta ’alaihim, ghairil maghdhuubi ’alaihim wa ladh dhaalliin.
(Tunjukilah kami pada jalan yang lurus) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka, bukannya jalan mereka orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang yang sesat.

Dalam Kitab Suci Alqur-aan, surah 2 [Al-Baqarah] ayat 87 Allah Taala berfirman:


Wa laqad aatainaa muusal kitaaba wa qaffainaa mim ba’dihii bir rusuli wa aatainaa ‘iisabna maryamal bayyinaati wa ayyadnaahu bi ruuhil qudusi a fa kullamaa jaa-akum rasuulum bi maa laa tahwaa anfusukumus takbartum fa fariiqan kadzdzabtum wa fariqan taqtuluun.

Dan, sesungguhnya Kami memberikan Alkitab kepada Musa dan Kami mengirimkan Rasul-rasul dibelakangnya, dan Kami memberikan kepada Isa Ibnu Maryam Tanda-tanda yang nyata, dan Kami memperkuatnya dengan Ruhulkudus. Maka apakah setiap datang kepadamu seorang Rasul yang tidak disukai oleh dirimu, kamu menyombongkan diri dan sebagian kamu dustakan dan sebagian lainnya kamu bunuh?

Juga bacalah dan telaahlah Kitab Suci Alqur-aan, yang bukanlah sekedar dongeng atau kisah belaka.

Dalam Surah Yuusuf -12- ayat 110 dan 111:
110. Hatta idzas ta-i-asar rusulu wa zhannuu annahum qad kudzibuu jaa-ahum nashrunaa fa nujjiya man nasyaa-u wa laayuraddu ba’sunnaa ‘anil qaumil mujrimiin.

Dan ketika berputus asa-lah Rasul-rasul, dan orang yang ingkar menyangka bahwa mereka telah dibohongi, maka datanglah pertolongan Kami kepada mereka para Rasul itu, kemudian Kami menyelamatkan siapa yang Kami kehendaki. Dan sekali-kali siksaan Kami tidak dapat ditolak kaum yang berdosa.

111. La qad kaana fii qashashihim ‘ibratul liulil albaabi kaana hadiitsay yuftaraa walaakin tashdiiqal ladzii baina yadaihi wa tafshiila kulli syai-iw wa hudaw wa rahmatal li qaumiy yu’minuun.
Sesungguhnya dalam riwayat kisah mereka itu ada pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Ini bukanlah suatu hal yang dibuat-buat, melainkan suatu penyempurnaan apa yang telah ada sebelumnya dengan penjelasan terinci untuk segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman,

RASUL DIDUSTAKAN, RASUL-RASUL BERPUTUS ASA, maka ALLAH MENOLONGNYA;
Bukanlah sekedar kisah, tetapi PETUNJUK DAN RAHMAT bagi orang-orang yang beriman.

Surah Ar Ra’du -13- ayat 43:

Wa yaqulul ladziina kafaruu lasta mursalan qal kafaa billaahi syahiidam bainii wa bainakum wa man ‘indahuu ‘ilmul kitaab.

Dan berkatalah orang-orang yang mengingkarinya, “Engkau bukanlah seorang Rasul!” Katakanlah, “Cukuplah Allah sebagai saksi antara aku dengan kamu, dan juga menjadi saksi orang yang memiliki Alkitaab.” (Yaitu Tanda-tanda, ilmu atau azab dari Langit).

Dalam Surah Ibraahim -14- ayat 13.

Wa qaalal ladziina kafaruu li rusulihim la nukhrijannakum min ardhinaa au la ta’uudunna fii millatinaa fa auhaa ilaihim rabbuhum la nuhlikanazh zhaalimiin.
Dan berkatalah orang-orang yang ingkar kepada Rasul mereka, “Niscaya akan kami usir kamu dari bumi kami, atau kamu harus kembali kepada agama kami.” Maka Tuhan mereka mewahyukan kepada mereka, “Pasti akan Kami binasakan orang-orang yang aniaya.”

Dalam Surah Ibraahim -14- ayat 15.
Was taftahuu wa khaaba kullu jabbaarin ‘aniid.
Dan mereka itu berdoa untuk kemenangan, maka gagallah setiap orang yang berlaku sewenang-wenang, musuh kebenaran.

Dalam Surah An Nahl -16- ayat 36:
Dan sesungguhnya Kami mengutus dalam setiap umat seorang Rasul kepada setiap umat, supaya kamu menyembah Allah dan jauhilah orang yang melampaui batas. Maka sebagian dari mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan sebagian dari mereka ada yang dipastikan pada mereka kesesatan. Maka berjalanlah kamu di muka bumi, lalu perhatikanlah bagaimana akibatnya orang-orang yang telah mendustakan Rasul-rasul itu.
Wa laqad ba’atsnaa fii kulli umatir rasuulan ani’ budullaaha waj tanibut taaghuutha fa minhum man hadallaahu wa minhum man haqqat ‘alaihidh dhalaalatu fa siiruu fil ardhi fan zhuruu kaifa kaana ‘aaqibatul mukadzdzibiin.

Dalam Surah An Nahl -16- ayat 61:
Wa lau yu-aakhidzullaahun naasa bi zhulmihim maa taraka ‘alaihaa min daabbatiw wa laakiy yu-akhkhiruhum ilaa ajalim musamman fa idzaa jaa-a ajaluhum laa yasta’khiruuna saa’ataw wa laa yastaqdimuun.


Dan jika Allah mau menghukum manusia disebabkan kezaliman mereka, niscaya tidak tidak akan Dia tinggalkan di atas bumi satu mahluk yang bernyawa, akan tetapi Dia menangguhkan mereka hingga batas waktu yang ditentukan. Lalu apabila waktu mereka itu datang, maka mereka itu tidak dapat mengundurkan sesaat pun dan tidak pula dapat mempercepatnya.

Surah An Nahl -16- ayat 113:
Wa la qad jaa-ahum rasuulum minhum fa kadzdzabuuhu fa akhadzhumul ‘adzaabu wa hum zhaalimuun.
Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang Rasul dari antara mereka, tetapi mereka mendustakannya, maka azab telah menyergap mereka ketika mereka berbuat aniaya.

Azab / Hukuman, kemurkaan Tuhan atas penolakan orang kepada Utusan-Nya.
Surah Bani Isra’il -17- ayat 15:
Manih tadaa fa innamaa yahtadii li nafsihii wa man dhalla fa innanaa yadhillu ‘alaihaa wa laa taziru waaziratuw wizra ukhraa wamaa kunnaa mu’adzdzibiina hattaa nab’atsa rasuulaa.
Barangsiapa telah menerima petunjuk, maka sesungguhnya petunjuk itu adalah untuk dirinya; dan barang siapa sesat, maka kesesatan itu hanyalah untuk dirinya. Dan tiada pemikul beban akan memikul beban orang lain. Dan Kami tidak akan meng-azab sebelum Kami mengirimkan seorang Rasul.


Dalam Surah Faathiir -35 ayat-ayat 4 – 7.

4. Wa iy yukadzdzibuuka faqad kudzdzibat rusulum min qablika wa ilallaahi turja’ul umuur.
Dan, jika mereka mendustakan engkau, maka sesungguhnya telah didustakan Rasul-rasul Tuhan sebelum engkau; dan kepada Allah-lah segala urusan dikembalikan, untuk diputuskan.

5. Yaa ayyuhan naasu inna wa’dallaahi haqqun fa laa taghurranakumul hayaatud dun-yaa wa laa yaghurrannakum billaahil gharuur.
Hai manusia, sesungguhnya janji Allah itu benar, maka janganlah kehidupan dunia ini memperdayakan kamu dan jangan pula-lah si penipu akan menipu kamu mengenai Allah.

6. Innasy syaithaana lakum ‘aduwwun fat takhidzuuhu ‘aduwwan innamaa yad’u hizbahuu li yakuunuu min ash-haabis sa’iir.
Sesungguhnya, syaitan itu adalah musuh bagimu; maka perlakukanlah dia itu sabagai musuh. Sesungguhnya ia hanya memanggil golongannya agar menjadi penghuni Api yang menyala-menyala.

7. Alladziina kafaruu lahum ‘adzaabun syadiiduw wal ladziina aamanuu wa ‘amilush shaalihaati lahum maghfiratuw wa ajrun kabiir.
Orang-orang yang ingkar bagi mereka ada azab yang keras. Dan orang-orang yang beriman (kepada Nabi Allah) dan berbuat amal shaleh bagi mereka ada ampunan dan ganjaran besar.


Namun demikian, sekali lagi namun demikian, walaupun mereka-mereka itu membaca Alqur-aan dan telah diterangkan kepada mereka ini ayat-ayat firman dari Tuhan, tentang azab hukuman di Hari pembalasan, tetapi Allah Taala pun telah berfirman:

Wa idzaa qara’tal qur-aana ja’alnaa bainaka wa bainal ladziina laa yu’minuuna bil aakhirati hijaabam mastuuraa.
Dan apabila engkau membaca Alqur-aan, Kami jadikan antara engkau dengan mereka yang tidak beriman pada hari akhirat (yaitu mereka yang membaca atau mendengar ayat-ayat Kitab Suci Alqur-aan firman Allah, tetapi tidak takut akan azab, hukuman pembalasan) di mana ada suatu dinding penghalang yang tersembunyi. (Al Israa -17- ayat 45).



وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَ

الَمِينَ

“Wa aakhiru da’wahum anil hamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin”
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS 10:10)


Kamis, 21 Agustus 2008


Nasihatilah mereka ini dengan ayat Kitab Suci Alqur-aan:
نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَقُولُونَ وَمَا أَنتَ عَلَيْهِم بِجَبَّارٍ فَذَكِّرْ بِالْقُرْآنِ مَن يَخَافُ وَعِيدِ

Nanu a’lamu bi maa yaquuluuna wa maa anta’alaihim bi jabbaarin fa dzakkir bil qur-aani may yakhaafu wa’iid.
Artinya : Kami mengetahui benar apa yang dikatakan mereka , dan engkau sekali-kali bukanlah pengawas untuk memaksa mereka. Maka terus nasihatilah mereka dengan Alqur-aan, dia yang takut akan peringatan-Ku (Surah Qaaf -50- : 45)

Jumat, 29 Februari 2008

KHUTBAH JUM'AT 22-8-2008; SHALAT yg HAKIKI

KHUTBAH JUM’AT HADHRAT AMIRUL MUKMININ KHALIFATUL MASIH V aba.
Tanggal 22-2-2008 dari Mesjid Bait-ul-Futuh, London , United Kingdom
Shalat yang Hakiki (2)

Setelah mengucapkan Syahadat, memohon perlindungan dan menilawatkan Al-Faatihah, Hudhur aba. menilawatkan ayat dari Kitab Suci Al-Qur-aan: Wa laa taziru waaziratuw widzro ‘ukhraa wa in tad’u mutsqalatun ilaa himlihaa ...

Surah Faathir (35) ayat 19:
Dan tiada jiwa berbeban dapat memikul beban orang lainnya; dan jika jiwa berbeban berat berseru kepada yang lainnya untuk memikul bebannya, tidak akan dipikul sedikit pun daripadanya, walaupun ia itu kaum kerabatnya sendiri. Engkau hanya dapat memperingatkan orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka dalam keadaan menyendiri dan mendirikan Shalat. Dan barangsiapa mensucikan dirinya, maka ia hanyalah mensucikan untuk dirinya, dan kepada Allah-lah segala sesuatu itu akan kembali.

Khutbah hari ini juga berkaitan dengan topik dari khutbah yang lalu yakni katakanlah tentang Shalat. Tadinya saya berpikir untuk memulainya dengan subyek yang baru, tetapi ketika saya berpikir lagi saya merasa bahwa pada hari ini pun subyek ini masih perlu dilanjutkan. Ada beberapa poin yang belum tersajikan pada khutbah yang lalu itu, padahal poin-poin itu sangat esensial untuk disampaikan. Perintah tentang sembahyang – Shalat ini – adalah sebuah perintah yang sangat fundamental, yang dengan tanpa Shalat ini maka kita tidak dapat berpikir atau melihat sama sekali apa agama itu. Kitab Suci Al-Qur-aan telah menekankan tentang pentingnya dari Shalat ini, menekankan dengan kuatnya bahkan di permulaan dari Kitab Suci Al-Qur-aan, di dalam Surat-ul-Baqarah setelahnya beriman kepada Allah butir keduanya yang disebutkan di sana adalah perintah untuk mendirikan Shalat. Bahkan sebelumnya itu pun, di dalam Surat-ul-Faatihah iyyaaka na’ budu ketika kalimat ini dikatakan maka ibadah Shalat pun sudah disebutkan di sana, yaitu bahwa, Ya Allah, kami menyembah kepada Engkau dan kami berdoa untuk itu. Oleh karena itu semoga Engkau memberi taufik dan kemampuan kepada kami untuk bersembahyang ini karena kami ingin berdoa, jadi semoga Engkau senantiasa memberikan kemampuan kepada kami untuk dapat terus berdoa dan melakukan Shalat dan semoga agar kami dapat memenuhi janji ini yang sudah dibuat oleh setiap orang Muslim. Kami harus memenuhi tujuan tersebut yang adalah merupakan maksud dari diciptakannya manusia. Oleh karena itu, Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. juga telah menekankan dengan besar-besaran atas perintah ini di mana beliau bersabda bahwa Shalat itu adalah tiangnya dari iman; di mana untuk kokohnya dari bangunan adalah karena tiang-tiang tersebut. Jadi demikian pula halnya dalam hal agama. Maka, sekarang tiang-tiang yang dengan itu agama ini ditegakkan, adalah sangat pentingnya akan tiang-tiang ini, karena jika tidak demikian maka akan terjadi keretakan pada bangunan dari iman atau keimanan ini.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah menyebutkan dalam statemen-nya, beliau telah menjelaskannya dari ayat-ayat Kitab Suci Al-Qur-aan dan sabda-sabda Nabi saw. dalam hadits-hadits. Penjelasan yang telah beliau berikan ini sedemikian penting dan sedemikian rincinya sehingga setiap orang Ahmadi itu harus mendengar penjelasan beliau ini dan dengan membacanya dan mendengarkan atas perintah ini beserta penjelasannya tersebut, maka hanya dengan cara demikianlah kami itu dapat benar-benar dapat menghargai akan manusia yang sempurna itu dan murid yang sempurna itu dan betapa indahnya kehidupan mereka ini!
Jadi, dengan memperhatikan semua poin-poin ini di dalam pikiran di mana juga ada beberapa orang yang menulis surat kepada saya minta agar menekankan pada poin ini. Juga Sekretaris Tarbiyat UK dan juga Sadr Lajnah di America mereka mengirimkan laporannya dan dari fakta yang mereka sebutkan dalam laporan di sana, hal ini memberikan isyarat bahwa keadaannya adalah sangat mengkhawatirkan dan gambaran-gambaran yang demikian itu muncul sebagai akibat dari informasi di UK ini. Apakah tidak mengerti bahwa dari yang disebutkan di UK atau USA itu apakah di negeri-negeri lainnya tidak ada situasi yang sedemikian ini, apakah mereka itu sudah melaksanakan perintah ini atau apakah standard mereka itu sudah sangat tingginya? Sebenarnya standard tinggi yang menjadi objektif kami dan yang harus menjadi objektif kami bahwa hal tersebut tidak terlihat di dalam laporan dari sesuatu Negara. Ada diperlukan banyak usaha di dalam perkara ini, beberapa pengurus Jama’at mereka menulis dalam laporannya dengan tanpa banyak berpikir dan banyak merenungkannya.
Sesungguhnya Shalat ini adalah satu hal yang fundamental dan satu perkara yang penting, yang tidak boleh kita abaikan begitu saja, atau berkompromi bahwa kami itu harus cukup bergembira begitu saja dengan keadaan tersebut. Sebenarnya usaha dan upaya yang maksimal harus dikerjakan oleh setiap anggota Jama’at yang menamakan dirinya seorang Ahmadi bahwa ia itu harus menunaikan Shalatnya dan mengerjakan 100 % Shalatnya. Ia harus meraih standard penunaian 100 % Shalatnya dengan tanpa kecualinya.
Betapa pun juga saya berpikir, bahwa saya itu harus membawakan subyek ini satu kali lagi dengan mengambil rujukan dari ayat-ayat Kitab Suci Al-Qur-aan dan hadits Y.M. Nabi Muhammad saw. serta pernyataan dari Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bahwa saya harus sekali lagi mengingatkan kepada setiap orang mengenai institusi Shalat ini. Sebagaimana yang saya lihat, Shalat ini adalah perintah Allah yang sangat penting dan fundamental di mana setiap Ahmadi itu harus 100 % mengamalkannya. Jika tidak demikian, sebagaimana yang saya katakan bahwa keutuhan dari keimanan kita itu akan menampakkan keretakan jika kami itu tidak melaksanakan Shalat. Sekarang kita itu sudah sedang mendekat pada saat seabadnya dari Khilafat di mana hati kami itu dipenuhi dengan rasa syukur kepada Allah Taala dan kami pun akan merayakan peristiwa ini; hal yang terpenting adalah untuk menaruh perhatian pada artikel dari keimanan dalam Islam yang paling terpenting ini. Karena janji dari Khilafat itu diberikan kepada orang-orang yang beriman yang menunaikan dan menaruh perhatian penuh atas institusi dari Shalat ini. Jadi, oleh karena itu, dalam terminology yang hakiki kita itu harus bersyukur atas karunia kebajikan yang besar dari Khilafat yang telah Allah Taala berikan kepada kami ini. Jadi, bahwa kami itu harus bisa memperoleh manfaat dan keberkahan dari karunia kebajikan yang besar dari Allah Taala ini. Maka, dalam hal demikian ini kami harus menaruh perhatian khusus atas institusi dari Shalat ini, dan ini adalah poin yang sangat esensial bagi setiap dan semua Ahmadi. Saya katakan satu kali lagi bahwa setiap orang itu harus membuat analisa pribadinya dan setiap orang harus memeriksa dirinya sendiri bahwa kami itu sudah menunaikan Shalat sebagaimana yang diperlukan dan kami sudah dapat meraih standard dari Shalat yang Allah dan Y.M. Rasulullah saw. ingin lihat dari kita. Allah Taala berfirman bahwa kepada siapa pun yang engkau membuat sekutu dengan-Ku, dia itu tidak akan dapat memenuhi keperluanmu; dia tidak akan dapat menyediakan keperluan tersebut.
Ayat yang saya baca itu, Allah Taala berfirman kepada orang yang musyrik bahwa patung berhalamu itu, ia mendengar pun tidak kepada mu apalagi untuk menyediakan keperluan kamu. Tetapi pada Hari Pembalasan itu, mereka akan sama sekali memungkiri perkara ini yang engkau gantungkan kepada mereka itu. Allah Taala adalah Maha Kuasa dan Maha Perkasa di mana semua umat manusia akan selalu tergantung kepada Allah Taala. Jadi, semua perkara ini harus benar-benar menarik perhatian bagi semua orang-orang itu bahwa mereka itu harus bersujud dan berserah diri kepada Allah Taala Yang adalah Tuhan-nya sekalian alam semesta. Di dalam ayat ini juga Allah Taala membangunkan orang-orang yang takut kepada Allah Taala bahkan ketika mereka itu sedang sendirian atau sedang tidak ada, juga dikarenakan oleh rasa takut itu mereka mengerjakan Shalat ini. Dikarenakan oleh Shalat-shalat inilah dan kemudian karena rasa takut kepada Allah Taala-lah lalu mereka itu berusaha untuk mensucikan diri mereka. Jangan sampai ada yang punya pikiran bahwa kemalasan dalam Shalat itu tidak akan banyak berarti dan tidak akan banyak efek buruknya.
Ingatlah bahwa setiap saat orang itu akan pergi menghadap Allah Taala dengan segala amal perbuatannya. Amalan dari orang lain tidak akan bermanfaat bagi orang yang lainnya. Oleh karena itu jika Allah Taala berfirman di sini bahwa tidak ada orang yang memikul beban orang lainnya, betapa pun dekatnya hubungan keluarga dari orang itu. Semua hal ini memperingatkan semua kita akan kelemahan dari orang bahwa kami itu harus selalu melihat kehidupan akhirat itu berada di hadapan mata kita dan hadir di dalam pikiran kita yang selanjutnya dengan kepercayaan yang kokoh bahwa Allah Taala adalah Pemilik dari Hari Pembalasan dan kepada-Nya-lah kami semua itu akan kembali. Jadi, di dalam perkara ini, kami diingatkan akan pensucian dari jiwa kami, dari hati kami dan dari pikiran kami. Cara terbaik untuk mendapatkan pensucian ini adalah dengan mengerjakan Shalat. Penegakan dari institusi Shalat ini bagi orang yang mengerjakan hal tersebut adalah mereka orang-orang yang benar-benar memiliki keimanan kepada yang Ghaib. Orang yang memiliki rasa takut kepada Allah Taala yang ghaib bilamana mereka itu sedang berada jauh atau sedang sendirian, inilah sebenarnya standard dari ke-shalehan itu. Jadi, setiap Ahmadi itu harus selalu mencamkan di dalam pikirannya bahwa dengan ucapan di mulut saja bahwa kami itu beriman kepada Allah Taala dan kami percaya kepada Nabi Allah yang pembawa Syariat terakhir, bahwa kami itu percaya kepadanya dan kepada seseorang yang datang di zaman akhir yakni Hadhrat Masih Mau’ud a.s. , yang kami pun mempercayainya, yang demikian itu tidaklah cukup begitu saja. Kecuali dan hanya jika kami itu memiliki rasa takut kepada Allah di dalam hati kami, kecuali jika rasa takut kepada Allah itu ada di sana dan rasa takut ini sedemikian rupa yang seseorang itu sedemikian dekatnya satu sama lainnya, sehingga ia orang itu tidak boleh merasa tersinggung atau marah kepadanya. Bilamana kecintaan itu semata-mata demi untuk ridha Allah dan kecintaan ini bertambah besar maka lingkup ke-tidak-senangan Allah juga akan bertambah besar; maka kalian itu diperingatkan akan kewajibanmu yang lebih besar. Kalian diingatkan akan tanggung-jawab untuk lebih berhati-hati dalam mengerjakan Shalat, Shalat-shalatnya yang lebih dawwam. Kalian diingatkan tanggung-jawabnya untuk mengerjakan Shalat sebagaimana mestinya, hanya dengan bai’at begitu saja bukanlah satu jalan untuk pengampunan.
Di dalam hadits disebutkan, Yunus mengatakan bahwa Hadhrat Abu Hurairah r.a. mengatakan kepadaku bahwa Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. mengatakan bahwa dari antara amal perbuatan orang-orang itu butir pertama-tama yang akan dimintai pertanggung-jawabannya adalah mengenai Shalat. Y.M. Rasulullah saw. telah mengatakan bahwa Tuhan kami Maha Agung Maha Mulia, ia akan berkata kepada Malaikat-malaikat – walaupun Dia sudah Maha Tahu segalanya – kalian lihatlah dan perhatikanlah kualitas Shalat-nya dari hamba-hamba-Ku, apakah ia sudah memenuhi persyaratan? Apakah ia sudah menyempurnakan Shalatnya? Jika Shalatnya itu sudah sempurna maka amal perbuatannya akan dituliskan. Jika ada sesuatu kelemahan di dalam Shalat fardhunya maka Dia akan berkata lihat juga amalan lainnya apakah ada ibadah sunnah lainnya yang telah ia kerjakan. Jika ia telah mengerjakan beberapa ibadah sunnahnya lalu Allah Taala akan mengatakan bahwa jika ada kekurangan di dalam Shalat-nya, maka ini akan diperbaiki dengan tambahan Shalat-shalat nawafil ini, Shalat tambahan; amalan lainnya baru akan diperiksa nanti setelahnya Shalat ini. Jadi, oleh karena itu, setelahnya orang meninggal itu, ujian yang pertama, pemeriksaan yang paling pertama sekali, yang orang itu harus melaluinya adalah pertanyaan tentang Shalat. Jadi, orang itu harus memperhatikan dan menyadari betapa mereka itu harus sangat berhati-hatinya tentang Shalat ini. Allah Taala adalah Maha Pemurah terhadap mahluk-Nya, Dia mengatakan lihatlah akan Shalat sunnahnya dari orang ini; jika terdapat Shalat sunnahnya, maka ini juga akan ditambahkan pada kategori dari Shalat-shalat fardunya, kekurangannya akan dilengkapi dan akan dibuat menjadi bagus. Jadi, di dalam penunaian Shalat itu, manusia yang sangat lemah ini, ia harus berpikir bahwa kadang-kadang barangkali jika Shalat fardhunya itu tidak dikerjakan sebagaimana yang semestinya, maka ia itu harus mengerjakan beberapa Shalat sunnah. Inilah cara di mana seorang Mukmin – seorang yang beriman – itu harus senantiasa mengerjakannya, sehingga ia itu akan dapat meraih kecintaan yang maksimum dari Allah Taala dan agar ia pun dapat bersyukur kepada Allah Taala yang telah memberikan banyak karunia kebaikan kepada kami; terutamanya pada orang-orang Muslim Ahmadi, betapa banyaknya keberkahan-keberkahan dari Allah Taala ada di sana.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan kami adalah anggota dari Jamaat, kami itu merupakan sebuah ikatan dalam kekuatan. Kami selalu melihat manifestasi dari pertolongan dan bantuan Ilahi. Kami melihat manifestasi dari kecintaan Allah Taala. Jadi, jika demikian situasinya ini, maka perkara yang paling terpenting yang kalian harus diingatkan dan harus kalian ingat adalh dalam hal Shalat itulah; jangan hanya melihat pada dunia ini saja, tetapi juga untuk Hari Akhirat. Inilah perkara yang dapat diambil faedahnya di sana. Hal pertama dan yang terpenting yang akan diminta pertanggung-jawabannya adalah pemeriksaan tentang Shalat ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits. Jadi, oleh karena itu setiap Muslim Ahmadi itu, jangan hanya memperhatikan Shalat fardhunya saja, tetapi ia pun harus mengerjakan Shalat sunnah – Shalat tambahan-, di mana terdapat kekurangan maka ia dapat melihat manifestasi dari Kemurahan Allah Taala, Allah Taala dengan Kemurahan-Nya itu akan memelihara dia dibawah-Nya. Bilamana seseorang itu mengerjakan Shalat sunnah, maka biasanya ia itu berada sendirian dan tidak ada orang lain di sana. Demikianlah sebenarnya dan seharusnya kondisi dari seorang Muslim Ahmadi itu.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengenai pentingnya dari Shalat itu bahwa Shalat itu merupakan satu kewajiban, kewajiban bagi setiap Muslim. Dalam hadits dikatakan bahwa kepada Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. seseorang datang dan menerima Islam, mereka mengatakan Ya Rasul Allah dapatkan Tuan mengambil tanggung-jawab Shalat itu dari kami, karena kami adalah orang yang sibuk bekerja seperti sekarang pun orang-orang itu mengatakan yang sama bahwa karena kami adalah orang-orang yang sibuk bekerja dan kami itu sibuk dalam transaksi dan segala macam pekerjaan dan kami pun tidak terlalu yakin akan kebersihan dari pakaian kami karena kami mengurus binatang dan hewan? Inilah dua alasan yang mereka sebutkan bahwa kami ada bisnis yang harus dikerjakan dan juga pakaian kami itu tidak terlalu bersih, sehingga kami itu tidak mempunyai cukup waktu untuk mengerjakan Shalat! Y.M. Rasulullah saw. menjawab bahwa jika di sana itu tidak ada Shalat, lalu apa lagi yang ada di sana? Bagaimana kalian dapat mengatakan iman jika tidak ada Shalat di sana? Apakah Shalat itu?
Shalat itu berarti bahwa engkau bersujud menyerahkan diri dengan perasaan dan sentiment kalian serta kesetiaan dan keteguhan kalian di hadapan Allah Taala, berdiri di hadapan Allah Taala dengan segala kerendahan diri yang serendah-rendahnya. Dengan kerendahan diri ini engkau berdiri di hadapan Allah Taala untuk memohonkan bagi semua keperluanmu dari Allah Taala. Untuk semua keperluanmu itu engkau mintalah dari Allah Yang Maha Kuasa, seperti seorang pengemis. Kadang-kadang engkau memuji-muji kepada orang yang engkau mintai itu, kadang-kadang mengagung-agungkan kedudukan-nya yang megah dan tinggi dari orang tersebut yang kepadanya engkau itu meminta. Jika hal ini tidak ada di dalam keimanan itu, perkara ini tidak ada di dalamnya, maka agama yang macam apakah itu?
Manusia selalu tergantung pada berbagai macam hal dan ia menggantungkan diri pada tugas dalam mencari ridha Allah Taala. Ia akan selalu mencarinya untuk itu karena kekuatan yang diberikan oleh Dia kepadanya tidak dapat melakukan semuanya itu sama sekali. Ya Allah Engkau anugerahkanlah kekuatan ini bahwa kami itu harus merasa senang dengan Engkau dan Engkau pun akan ridha dengan kami dan jika kami memperoleh ridha dari Allah maka kami memiliki rasa takut kepada Allah Taala. Jika kami itu melewati kondisi ini, maka itulah sebenarnya keadaan dari Shalat ini. Kemudian beliau mengatakan orang yang ingin melarikan diri dari Shalat maka lalu apa kelebihannya dibandingkan dengan hewan? Seperti halnya manusia, hewan ini makan dan tidur, itulah tipenya dari hewan itu dan bukannya manusia. Orang yang tidak memperhatikan akan tanggung-jawabnya maka sebenarnya ia itu menjadi orang yang tidak beriman. Jadi, oleh karena itu Shalat bagi seorang Mukmin itu adalah satu perkara yang harus diperhatikan, yang harus dijaga dengan baik; inilah sebenarnya yang membedakan antara seorang Mukmin dengan seorang yang tidak beriman itu. Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah mengatakan bahwa jika ibadah itu tidak ada di sana, maka apa perbedaannya antara seorang manusia dengan hewan itu? Allah Taala berfirman di dalam Kitab Suci Al-Qur-aan di mana Dia telah menyebutkan keburukan-keburukan dari orang-orang yang tidak beriman. Di pihak lain Allah Taala juga telah menyebutkan bahwa orang-orang beriman itu sama sekali terbebas dari kelemahan-kelemahan ini karena mereka adalah orang-orang yang mengerjakan Shalat. Allah Taala berfirman: Illal mushalliin ……

Surah Al-Ma’aarij (70) ayat-ayat:
23. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
24. yang mereka itu dawwam dalam mengerjakan shalatnya.

Ada disebutkan sebelumnya bahwa orang-orang lain itu memiliki beberapa kelemahan dan kekurangan, kecuali orang-orang yang mengerjakan Shalat. Mereka orang-orang yang sangat dawwam dalam mengerjakan Shalatnya maka keadaan mereka itu sama sekali berbeda. Jadi satu kekecualian dibuat dalam hal orang-orang yang mengerjakan Shalat dengan secara regular. Semua komitmen yang berkenaan dengan urusan dunia tidak menghalangi mereka dalam penunaian Shalatnya, dan mereka terus dawwam saja dalam Shalatnya itu. Orang-orang yang memiliki standard ahlak yang tinggi dan mereka yang beriman kepada Allah memang mereka itu merasa takut akan hukuman dari Allah Taala. Jadi, inilah kualitas dari orang-orang yang benar-benar beriman percaya kepada Allah Taala, di mana mereka itu memperhatikan orang-orang lainnya dan memiliki rasa takut kepada Allah di dalam hatinya. Jadi inilah hal-hal dari orang-orang yang benar-benar mendirikan Shalat. Allah Taala menerima Shalat tersebut yang merupakan Shalat yang hakiki. Ada orang-orang yang mengerjakan Shalatnya dengan sangat dawwam, tetapi orang-orang itu merasa takut terhadap orang-orang ini. Jadi, Allah Taala telah menunjuk dengan tepat orang-orang yang mengerjakan Shalat ini yang adalah sangat esensial, tetapi mereka itu harus mendirikan Shalat-nya sedemikian rupa yang dapat meraih ridha dari Allah Taala. Mereka itu jangan hanya untuk memperlihatkan kepada orang lain bahwa kami itu mengerjakan Shalat dan janganlah mereka ini mengerjakan Shalat sedemikian yang dibayang-bayangi oleh komitmen duniawi. Shalat ini harus dinomor-satukan diberikan perioritas lebih tinggi dari segala macam urusan dunia dan urusan pekerjaan duniawi. Seseorang itu haruslah sangat dawwamnya dan harus memiliki rasa takut kepada Allah di dalam hatinya. Kemudian sebagai efek dari Shalat-shalat ini, seluruh masyarakat Muslim dan hubungannya satu sama lain akan ada di sana dan menjadi saksi akan kualitas yang tinggi dari Shalatnya orang-orang Mukmin ini. Orang-orang ini janganlah punya pikiran di dalam hatinya bahwa orang yang satu ini sudah sangat dawwam di dalam Shalat-nya, karena Kitab Suci Al-Qur-aan menyebutkan tentang orang-orang yang rajin Shalat untuk memperihatkan kepada orang-orang agar orang mengira bahwa saya ini sudah sangat dawwam dalam Shalat. Namun kami, dengan karunia kemurahan Allah, kami sudah memperoleh keberkahan-keberkahan ini dengan menerima Hadhrat Masih Mau’ud a.s. di zaman ini; kami sudah sangat menyadari tentang Islam sejati dan kami mengerti akan Islam sejati yang diperkenalkan dan diberikan oleh Y.M. Nabi Muhammad, saw. di dalam bentuknya yang sejati, ajaran yang diberikan kepada Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. di mana Allah Taala berfirman di dalam Kitab Suci Al-Qur-aan: Fa wailul lil mushalliiin,

Surah Al Maa’uun (107) dalam ayat-ayat:
5. Maka celakalah bagi orang yang Shalat,
6. yaitu, orang-orang yang lalai dalam Shalatnya
7. Orang-orang yang berbuat riya, yang ingin dilihat oleh orang.

Bahwa rusaklah mereka orang-orang yang melakukan Shalat tetapi mereka lalai dalam Shalat-nya itu, mereka lalai dalam tanggung-jawabnya. Orang-orang yang melakukan Shalat hanya untuk show atau riya, kerusakan akan menimpa mereka yang mengerjakan Shalat tetapi mereka tidak dengan sepenuh perhatian, orang-orang yang Shalat hanya ingin memperlihatkannya kepada orang-orang. Jadi ayat ini dengan sangat jelasnya menyebutkan bahwa ada orang-orang yang melakukan Shalat, di satu pihak tidak diragukan lagi, tetapi Shalat-nya itu tidak dikerjakannya demi untuk Allah. Tetapi mereka melakukan Shalat hanya karena ada keterpaksaan terhadap masyarakat yang ada di lingkungannya, jadi mereka itu melakukan Shalat-nya hanyalah untuk show. Jadi mereka ini memiliki kelemahan dan kekurangan, ini yang tidak mereka perhatikan. Kualitas dari orang yang dawwam di dalam Shalat-nya, ahlaknya harus tinggi dan suci; standard ahlaknya harus tinggi dan ia harus berusaha untuk mengatasi kelemahannya. Di dalam ayat-ayat ini ada perkara yang seharusnya membuat mereka ini merasa ada bahaya di sana. Tidak demikian halnya dengan para Sahabat yang Shalat-nya mereka itu beruntung tidak seperti itu. Tidak seperti demikian halnya atau standard ahlaknya mereka itu tidak tinggi seperti halnya seorang Mukmin sejati. Di zamannya Y.M. Nabi Muhammad saw. jika kami melihat ke sana ada beberpa orang yang munafik; orang-orang yang ingin menipu orang-orang beriman dan menipu orang-orang lainnya. Tentang mereka ini Allah Taala berfirman: …… Wa ‘idzaa qaamuu ‘ilaash shalaati qaamuu kusaalaa ……
Surah An Nisaa’ ayat 143:
…… Dan, apabila mereka berdiri untuk mengerjakan Shalat, mereka berdiri dengan malasnya, ….

bahwa jika mereka itu berdiri untuk Shalat maka mereka berdiri dengan sangat malasnya, berdiri dengan lunglainya dan terdapat kelemahan ahlak di dalamnya atau barangkali seperti keadaan orang-orang di zaman akhir, yang tentang mereka ini Y.M. Nabi Muhammad saw. bersabda bahwa …… masaajidahum ‘aamiratun wa hiya kharaabu minal hudaa, bahwa mesjid-mesjid mereka sangat diramaikan orang-orang, namun kosong dari petunjuk …. (Hadits dari Al Baihaki dan Ali bin Abi Thalib), bahwa Shalat mereka itu sebenarnya akan menjadi kutukan bagi orang-orang ini.
Kami sungguh-sungguh amat beruntung bahwa kami berada di antara orang-orang akhirin dari zaman yang akhir ini, di mana Nabi yang besar, Nabi terbesar pensuci orang-orang yakni Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw., beliau telah memberikan khabar suka tentang zaman akhirin ini yang mengenai hal itu Allah Taala telah menyebutkannya bahwa mereka ini berhubungan dan dihubungkan dengan orang-orang yang dari zaman awalin dari Islam. Jadi kemudian maka betapa besarnya tanggung-jawab kita itu bahwa kita itu jangan sampai lalai di dalam Shalat-shalat kami. Tanggung-jawab terhadap Allah dan tanggung-jawab terhadap umat manusia janganlah sampai lalai dalam hal ini. Setiap saatnya kami harus berusaha untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang telah diperingatkan tentang bahayanya oleh Allah Taala kepada kita. Allah Taala dengan segala Kemurahan dan Kasih-sayang-Nya, Dia telah memisahkan kami dari orang-orang tersebut, orang-orang yang dalam keseluruhan keadaannya mahrum dari petunjuk. Jadi, dengan rasa kebersyukuran yang besar kepada Allah Taala adalah diperlukan bahwa kami itu harus senantiasa bersujud dan berserah diri kepada Allah Taala, sehingga kita akan mendapatkan keberkahan-keberkahan ini. Maka oleh karena itu kita haruslah dawwam di dalam Shalat-shalat kami dan harus senantiasa sangat suci bersih demi untuk Allah. Jika keadaannya memang demikian, maka kita dapat menjaga dan melindungi diri dari peringatan yang disebutkan di sana. Ini adalah hal yang sedemikian penting dan urgentnya bahwa tidak boleh terjadi kemalasan apa pun di dalam Shalat-shalatnya semua orang kita ini; kita harus membuang kemalasan ini dari Tuhan dan membuangnya jauh dari iman. Jadi, agar supaya dapat meraih kedekatan kepada Allah Taala maka kami itu harus mengikuti jalan ini dengan sangat jujurnya, dengan sangat hati-hati dan dengan sangat rajinnya kami harus mengikuti jalan ini. Kami harus benar-benar sangat memperhatikan akan Shalat-shalat kami ini.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa setelahnya laa ilaha illalah maka perhatian ditujukan pada Shalat, yang tentang pentingnya Shalat ini Kitab Suci Al-Qur-aan telah menyebutkannya berkali-kali di sana. Dikatakan: Fa wailul lil mushalliin. Alladziina hum ‘an shalaatihim saahuun (Ayat 107:5-6) bahwa orang-orang yang akan dihancurkan ialah orang-orang yang lalai dan tidak memperhatikan kepentingan hakikinya dari Shalat. Haruslah dimengerti bahwa Shalat ini merupakan satu pertanyaan ketika seorang Mukmin sejati hadir di hadapan Allah Taala nanti dengan penuh kegelisahan dan ke-khawatirannya. Kecuali jika Allah Taala telah mensucikan seseorang, maka tidak ada orang yang dapat disucikan. Kecuali dan sampai Allah Taala membawa orang tersebut pada kedekatan kepada-Nya dan membuat jalinan perhubungan dengan-Nya, maka tidak ada orang yang dapat menjalinkan hubungan tersebut dengan Allah Taala. Hanyalah dan kecuali Allah Taala telah membuka jalan menuju kepada Allah Taala maka tak ada seorang pun yang dapat melakukannya sendiri. Ada banyak bermacam rantai dan ikatan yang menutupi dan mengikat orang di mana orang itu berusaha untuk melepaskan dirinya tetapi ia tidak akan dapat melakukannya. Walaupun ada keinginan untuk menjadi suci tetapi jiwa yang bersalah selalu membuatnya terlibat dalam hal ini. Pensucian ini adalah pekerjaan dari Allah Taala dan tidak ada seseorang pun yang dapat mensucikan kalian. Untuk menciptakan orang yang shaleh maka Allah Taala telah menetapkan Shalat ini. Apakah Shalat itu? Inilah satu Shalat yang disajikan dengan perasaan penuh kesakitan yang mendalam dengan keadaan yang penuh menderita dengan panasnya keinginan yang besar yang dihadapkan kepada Allah Taala. Jadi, semua pikiran buruk, prasangka buruk dan segala godaan itu harus dibuang jauh. Hubungan yang sejati itu dan kecintaan sejati kepada Allah Taala dapat dikaruniakan di mana orang itu akan mendapatkan taufik dan kemampuan untuk dapat mengikuti perintah dari Allah Taala. Kata Shalat juga menunjukkan bahwa Shalat ini bukanlah sekedar mengucapkannya dengan lidah, tetapi haruslah dengan perasaan yang penuh kegelisahan, dan penuh ke-khawatiran disertai tangisan yang ada bersama Shalat ini. Dengan perasaan keinginan hati sedemikian yang harus ada di sana, semoga Allah Taala memberikan kemampuan kepada kami untuk dapat mensucikan dan memperindah Shalat-shalat kami dengan cara ini. Kita harus sama sekali menghindarkan diri dari segala macam ketertarikan pada hal yang duniawi.
Sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah menyebutkannya bahwa kami itu tidak dapat mengerjakannya dan kami tidak dapat melepaskan diri dari bujukan dan godaan duniawi ini, karena di luar kemampuan kami atau hanya dengan usaha kami maka kami tidak akan dapat mensucikan diri kami atau tidak dapat meraih ridha dari Allah Taala dikarenakan oleh perbuatan kami dan usaha kami saja. Satu-satunya cara hanyalah Shalat itulah. Jadi, jika kami itu ingin termasuk di dalam orang-orang yang beruntung mendapatkan kedekatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, maka semua kita itu harus berada di antara orang-orang yang melakukan Shalat secara regular dan Shalat yang hanya demi untuk Allah. Inilah yang dapat membuat sebuah perbedaan antara kami dengan orang-orang lain itu. Inilah perkara yang dapat membuat kita menjadi dekat dan lebih dekat lagi kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Allah Taala berfirman di dalam Kitab Suci Al-Qur-aan: Qad ‘aflahal mu’minuun. Alladziina hum fii shalaatihim khaasyi’uun.

Surah Al Mu’minuun (23) ayat-ayat:
2. Sungguh telah berhasillah orang-orang Mukmin,
3. yaitu orang-orang yang khusuk di dalam shalat mereka.
Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu adalah orang-orang yang sukses, yang berhasil, orang-orang beriman yang memperlihatkan komitmen dan dedikasi mereka yang tinggi dalam Shalat mereka. Setelahnya itu Allah Taala menyebutkan begitu banyaknya kualitas dari orang-orang Mukmin ini. Hal yang paling pertama yang disebutkan di sini adalah bahwa mereka itu mengerjakan Shalat, mereka mendirikan Shalat dengan penuh dedikasinya kepada Allah Taala. Mereka itu adalah sama sekali berada dalam kesopan-santunan yang tinggi yang mereka melakukannya berdasarkan pondasi dalam hatinya. Untuk mendapatkan keberkahan di dunia ini dan untuk di Akhirat nanti, persyaratannya yang pertama adalah bahwa kita harus menunaikan Shalat hanya demi untuk Allah Taala. Sebagaimana yang sudah dikatakan, sebelumnya ada rasa takut kepada Allah dan untuk mendapatkan kecintaan dari Allah itu dan untuk meraih lebih banyak lagi kecintaan Allah dan meningkatkannya kecintaan serta ridha dari Allah Taala, Shalat-shalat ini harus ditunaikan dengan tujuan ini. Inilah sebenarnya tujuan hidup dari orang itu, orang akan mendapatkan apa yang ia perlukannya.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa tahap pertama dari kerohanian seorang Mukminin ini adalah mendirikan Shalat dengan perasaan gelisah dan kekhawatiran yang tinggi serta rasa takut kepada Allah Taala di mana ia itu sangat merendahkan dirinya dan sangat dedikasinya, sangat bersujudnya; dengan sangat tingginya rasa kerendahan hati dan kegelisahan serta kekhawatiran dari jiwanya, maka keadaan ketakutan ini, jika ia sudah melalui jalan ini, itulah hal yang jika Shalat ini dipersembahkan dengan cara demikian, maka Allah Taala mengatakan bahwa inilah orang-orang yang berhasil itu. Bukan saja dalam Shalat, tetapi di dalam zikir mengingat Allah Taala pun mereka ini selalu sangat merendahkan diri dan dengan merendahkan diri ini mereka memanggil kepada Allah dan memohon kepada Allah Taala dengan segala kesemangatan dan kegemparan dalam hati mereka karena rasa takut mereka kepada Allah Taala di dalam hatinya. Jadi, inilah keadaan yang sudah dikatakan di dalam kata-kata ini bahwa hal ini sangatlah essential di mana persyaratan pertama ada disebutkan di sini untuk menciptakan suatu keadaan spiritual dari orang yang penuh kerohanian. Untuk mempersiapkan keadaan spiritual itu, inilah persyaratan pertama yang ada disebutkan di sini. Ini merupakan benih yang ditanamkan pada hati orang seperti benih yang ditanam ke dalam tanah. Shalat yang dilakukan 5 kali dalam sehari ini, jika ada indiksi bahwa ia tidak dapat menghindarkan diri dari ego dan pengkejaran pada duniawi, maka ia itu tidak akan dapat menunaikan Shalat yang hakiki.
Shalat bukanlah hanya berarti bahwa kita itu harus melakukannya melalui berbagai posisi dari Shalat. Shalat yang sebenar-benarnya Shalat adalah yang benar-benar dirasakan oleh hati dan jiwanya, yang harus bersujud kepada Allah dalam keadaan merendahkan diri yang serendah-rendahnya. Sebanyak mungkin jika orang itu dapat menangis di hadapan Allah Taala dan jika orang itu dapat menangis di hadapan Allah Taala maka ia harus melakukannya.
Bilamana hal ini sudah dikerjakan maka segala keburukan di dalam hati itu akan sama sekali terbuang dan terhapus jika orang itu sudah dawwam dalam melakukannya demikian, kemudian orang ini akan dapat melihat baik di waktu malam hari atau di siang hari ia dapat merasakannya ada satu berkas cahaya nur datang dan turun ke dalam hatinya. Semua keburukan itu akan dihapuskan dan Allah Taala-lah satu Wujud Yang memberikan keberkahan-keberkahan ini kepada orang-orang. Shalat itu harus dikerjakan secara regular dan dawwam dan tidaklah benar jika Anda melakukan Shalat pada saat itu dan kemudian Anda meninggalkan dan melupakannya.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa perasaan ini yang membujuk orang untuk melakukan dosa, kana dihilangkan, karena untuk keburukan-keburukan ini Allah Taala telah menciptakan obatnya untuk itu; penisilinnya adalah Shalat itulah. Allah Taala berfirman: Wa ‘mur ahlaka bis-shalaati wash thabir ‘alaihaa. Laa nas-aluka rizqan nahnu narzukuka wal’aaqibatu lit-taqwaa.

Surah Taa Haa (20) ayat 133:
Dan suruhlah keluargamu untuk Shalat dan tetaplah dalam mengamalkannya. Kami tidak meminta kepada engkau rezeki, Kamilah Yang memberi rezeki kepada engkau. Dan akibat yang baiklah bagi mereka yang bertakwa.

Engkau perintahkanlah kepada anggota keluargamu untuk Shalat dan lakukanlah hal ini secara regular. Kami itu tidak meminta makanan dari engkau; sebenarnya Kami-lah yang menyediakan segala keperluan untuk kalian itu. Akhir yang baik dan bagus itu ada pada Allah Taala dari orang-orang yang bertakwa. Jadi, inilah perintah dari Allah Taala dan inilah perintahnya bahwa engkau itu harus menaruh perhatian pada Shalat-shalatmu dan juga nasihatkanlah kepada anggota keluargamu agar dawwam dan ini adalah untuk manfaat kalian. Buah dari Shalat ini akan diperoleh di dalam kehidupan ini dan juga kehidupan di Akhirat nanti. Orang-orang yang bertakwa adalah orang yang akan berhasil dengan sukses serta berjaya di hari yang akan datang. Pada kehidupan di sini bagi orang yang bertakwa Dia akan memberikan rezeki dan menyediakan keperluannya dengan jalan sedemikian rupa yang ia tidak dapat membayangkannya. Dia menyediakannya dari sumber-sumber yang tidak diketahui. Jadi, Allah Taala dengan membuat Shalat-shalat ini sebagai kewajiban bukannya seperti meminta pajak. Tetapi sebenarnya Shalat ini adalah sarana untuk memberikan ganjaran kepada orang tersebut dengan keberkahan dari Allah Taala. Untuk setiap ganjaran itu engkau harus mengerjakan sesuatu. Di dalam urusan duniawi kami lihat kami itu harus melakukan beberapa usaha untuk mendapatkan hal-hal ini. Demikian juga halnya seseorang itu harus melakukan beberapa pekerjaan dalam perkara kerohanian. Bilamana Allah Taala itu sedemikian pemurahnya, kemudian orang itu tidak beribadah kepada Allah Taala dan tidak memperlihatkan kecintaannya kepada Allah Taala, ada seseorang yang berkata kepada Y.M. Nabi Muhammad saw. bahwa Allah Taala itu telah memberikan janjinya kepadamu untuk memberikan semua keberkatan dan kebaikan serta karunia-Nya, lalu mengapa Tuan harus berdiri dalam Shalat untuk waktu yang sekian lamanya? Beliau saw. menjawab apakah saya tidak menjadi seorang hamba dari Allah Taala yang bersyukur? Jadi, demikianlah satu contoh yang mulia yang jika kita mengikutinya maka kami pun akan bersyukur kepada kebajikan dan kebaikan yang telah Allah Taala berikan kepada kami. Kondisi dalam kehidupan kami berada di dalam berbagai posisi, berbagai kedudukan ada di sana, jadi apakah hikmah kebijaksaannya yang ada di sana, apa falsafahnya di balik itu? Bagaimana kita dapat mengerti akan hal-hal ini?
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa shalla itu berarti untuk membakar sesuatu, seperti engkau membakar sate. Demikian pula halnya perjuangan dan penderitaan ini adalah bagian penting dari Shalat. Jika perkara ini tidak ada di sana maka engkau tidak akan dapat benar-benar menikmati Shalat ini. Fakta kenyataannya adalah bahwa Shalat itu sebenarnya untuk dipersembahkan dalam arti yang hakiki dari terminology saat itu ketika Shalat dikerjakan dalam kondisi ini, hanyalah yang demikian yang dapat dikatakan sebagai Shalat yang hakiki, Shalat yang dikerjakan dengan segala kondisinya. Jika kondisi ini tidak ada di sana, yang demikian itu bukanlah Shalat. Jika kondisi ini tidak ada di sana, yang seharusnya ada di sana, maka yang demikian itu tidak dapat dikatakan sebagai Shalat yang hakiki. Haruslah selalu diingat bahwa dalam Shalat itu, kata-kata yang engkau ucapkan, gerakan tubuhmu, semuanya harus bersama-sama diperlihatkan. Pertama dikatakan bahwa situasi bagaimana dan kondisi pisik bagaimana yang harus ada di sana itu. Engkau itu harus memenuhi semua kondisi ini. Kemudian beliau mengatakan bahwa hall dan call dari kondisimu dan juga apa yang kau ucapkan dengan lidahmu semua ini harus dilakukan secara bersama-sama. Kadang-kadang dengan melihat potret atau melihat pada seseorang, engkau itu akan dapat menebak bagaimana kondisi dari hatinya. Dari potret yang ditunjukkan, orang dapat menebak bagaimana kondisi dari hatinya. Apa pun yang menjadi kehendak Allah, gambarannya itu sebenarnya ada di dalam Shalat. Ketika seseorang mengucapkan sesuatu doa dari lidahnya ketika sedang Shalat, maka seperti itu pula dengan melalui gerakan dari tubuhnya, ia pun memperlihatkan betapa perasaannya itu. Anggota dari tubuh dan gerakan dari tubuh ada terlihat di sana. Sebagai contohnya, jika seseorang sedang berdiri kemudian ia melakukan tasbih dan tahmid memuji kepada Allah dalam Shalat maka jika setiap orang itu tahu jika seseorang pergi ke hadapan seorang Raja maka orang itu akan menyampaikan sambutan atau kata-kata pujian dalam posisi berdirinya itu. Jadi, posisi berdiri itu adalah untuk menyampaikan pujian mengagungkan Allah Taala. Inilah gunanya posisi berdiri bahwa orang itu harus berdiri di hadapan Allah Taala dan memuji serta mengagungkan Allah. Jika seseorang itu mengerjakan yang demikian, pujian pun dipanjatkan kemudian orang itu mendapatkan perasaan bahwa engkau itu memiliki sebuah kepercayaan dan pendapat yang teguh tentang hal tersebut maka barulah engkau itu bisa memuji dan mengagungkan seseorang itu. Jadi, jika seseorang itu mengatakan Alhamdu lillaah bahwa segala puji bagi Allah maka perlulah bahwa ia akan mengucapkan Alhamdu lillaah hanyalah pada saat ketika ia sudah memiliki keimanan bahwa segala bentuk dari Shalat itu secara mutlak hanyalah untuk Allah Taala. Segala puji dan semua bentuk pujian sebenarnya hanyalah milik Allah Taala. Ketika semua hal ini tertanam dengan kokohnya di dalam hati seseorang, maka inilah satu posisi spiritual dari berdiri; orang itu harus ditegakkan dengan kokohnya pada butir ini. Kemudian dimengerti bahwa seseorang itu berdiri sesuai dengan kondisinya. Jadi, bahwa ia itu haruslah mendapatkan keadaan spiritual ini. Jadi, hatinya akan berdiri dengan sikap posisi berdiri yang sama dengan tubuhnya dan inilah sikap posisi berdiri dari segi kerohaniannya. Ketika ia mengucapkan Subhaana rabbiyal adhiim dalam keadaan ruku’, ketika engkau berserah diri kepada seseorang maka engkau itu kadang-kadang membungkukkan dirimu kepada orang tersebut. Jadi, oleh karena itu persyaratan dari Ke-Agungan dan Kemuliaan Allah Taala itu meminta agar engkau itu berserah diri, membungkukkan diri. Jadi, ketika seseorang itu menyebutkan Ke-Agungan dan Kemuliaan dari Allah Taala maka ia itu akan membungkukkan diri di hadapan Allah Taala dan memperlihatkan perasaan sentiment yang sama dari hatinya dengan menjalani posisi dari ruku’ ini. Setelahnya itu ialah statemen yang ke-3 nya adalah Subhaana rabbiyal ‘alaa. ‘Alaa berarti ketinggian, kemuliaan dan inilah butir yang paling tertinggi dalam menyebutkan derajat tertinggi dari keistimewaan, kebesaran, keagungan dan kemuliaan-Nya. Ini adalah satu kata yang menunjukkan titik tertinggi dari keistimewaannya itu. Ini di dalamnya itu memerlukan sikap posisi badan dalam bersujud karena ketika engkau itu berserah diri kepada Sang Wujud Yang adalah Tertinggi dari semuanya itu maka dengan sendirinya orang itu haruslah sama sekali menyerahkan dirinya dan melakukan sujud. Ketika seseorang itu mengucapkan Subhaana rabbiyal ‘alaa ia harus dengan serta merta melakukan gerakan bersujud dan secara pisik pun ia itu harus menunjukkan perasaan yang sama dengan apa yang ada di dalam hatinya. Sesuai pernyataan deklarasi ini, yang ia keluarkan dari mulutnya maka ia pun perlu bahwa posisi pisiknya pun memasuki keadaan bersujud. Jadi, inilah hal-hal yang harus berjalan bersama-sama dengan kata-kata ini yang diucapkan oleh mulutnya, yang kemudian sesuai dengan hal tersebut ada 3 macam kondisi pisik yang digambarkan di sana. Lidah yang merupakan satu bagian dari tubuh mengucapkan sesuatu di mana tubuh pun menjalani yang sama dengan apa yang diucapkan itu. Hal yang ke-3 adalah lidah itu di-ikut-sertakan di dalam ibadah bersamaan dengan kondisi sikap posisi badannya. Jadi, demikianlah dua hal yang adalah ekspresi dari kata-kata dan kondisi posisi pisik tubuh, kedua-duanya yang ada di sana ketika sedang melakukan Shalat. Meng-Agungkan dan Memuliakan Allah Taala ada di sana ketika sedang melakukan ruku’ dan sujud dan hal ketiganya yang jika perkara ini tidak ada di sana maka Shalat itu tidaklah sempurna dan apa yang ke-3 itu ialah hati. Adalah sangat esensial bahwa hati itu harus berada di dalam satu keadaan sedemikian bahwa apa pun yang diucapkan oleh lidah dan apa pun yang diindikasikan oleh tubuhnya, maka hal tersebut harus direfleksikan pada keadaan hatinya. Jadi semua ke-3 hal ini haruslah ada secara bersama-sama, ucapan dari lidah, ekspresi dari gerakan tubuh yang bersamaan dengan refleksi dari kondisi hati. Bilamana Allah Taala melihat pada orang yang sedang memuji kepada Allah Taala, maka Dia pun berdiri dengan cara yang sama sebagaimana orang yang sedang memanjatkan pujian, di mana ia berdiri dengan ruh nya yang juga berada dalam keadaan Shalat. Hatinya pun berdiri dalam posisi dari Shalat. Bukan saja tubuhnya, tetapi ruh, jiwa spiritnya pun berdiri dengan cara yang sama. Ketika ia mengucapkan Subhaana rabbiyal adhiim maka ia itu harus melihat bahwa ia itu bukan saja meng-ekspresikan kemuliaan dari Allah Taala, tetapi bersamaan dengan itu ia pun membungkukkan dirinya, melakukan keadaan merendahkan dirinya. Jadi, semua ke-3 perkara ini harus dikerjakan secara bersama-sama. Akhirnya, ketika ia berserah diri kepada Allah Taala dalam bersujud, maka ia pun menyerukan pujian atas Ketinggian dan Keistimewaan dari kedudukan Allah Taala ini. Gerakan dari tubuhnya juga mengindikasikan bahwa perasaan yang sama pun harus ada di dalam hatinya. Jadi, lidah itu meng-ekspresikan sesuatu, tubuh pun memperlihatkan sesuatu dan perasaan pun mengikuti kondisi tersebut. Di mana hati pun berada dalam keadaan bersujud di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Hanyalah kalau keadaan seperti itu ada di sana maka orang itu baru akan merasa puas karena inilah arti dari Yuqimunash Shalat. Inilah sebenarnya atanggung-jawab dari semua orang yang beriman bahwa semua ke-3 kondisi tersebut harus ada di sana di dalam diri orang Mukmin. Jika lidah meng-ekspresikan sesuatu maka tubuh pun harus mendukungnya dan memperlihatkan hal yang sama. Perasaan yang sama pun harus ada di dalam lubuk hatinya yang mendalam.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa jika kondisi tersebut tidak terdapat di sana maka orang itu tidak akan merasa puas yang sebenar-benarnya. Sekarang pertanyaan yang timbul adalah bagaimana orang itu dapat menciptakan kondisi yang demikian itu? Jawabannya hanyalah bahwa orang itu haruslah melakukan Shalat-shalatnya secara regular dan amat dawwamnya. Orang janganlah merasa takut jika pikiran seperti ini datang pada pikirannya ketika dalam Shalat. Jawabannya dari masalah ini ialah bahwa orang itu harus mendirikan Shalat-shalatnya 5 waktu dalam sehari dengan jalan sedemikian rupa yang itulah sebenarnya apa yang diperlukan di dalam ajaran dari Islam. Janganlah sampai timbul adanya keraguan dan banyak pikiran dengan berbagai bujukan dan gangguan yang datang pada orang tersebut. Janganlah orang merasa khawatir tentang hal tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa ada perjuangan pada awalnya, tetapi janganlah orang itu merasa lelah dan janganlah sampai orang itu merasa putus asa, orang itu janganlah sampai putus pengharapan. Orang itu harus terus dan senantiasa berdoa kepada Allah Taala seperti apa yang sudah saya katakan, kemudian jika ternyata ada pikiran, ada godaan dan berbagai hal yang terlintas di dalam pikiran dari orang itu, jika orang itu menggunakan lidahnya tetapi ada perkara lain yang menguasai pikirannya, maka orang itu harus berusaha dan melakukannya dengan lebih amat konsisten lagi, dengan selalu memohon bantuan dan pertolongan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Orang harus terus dawwam di dalam Shalat-nya dan orang itu harus terus menerus meminta pertolongan dari Allah Taala. Pada akhirnya satu keadaan akan datang, ketika datang saatnya Allah Taala akan menolong orang tersebut. Tidak ada yang lebih besar dari wasifa daripada Shalat di mana Shalat itu harus diulangi dan diulangi lagi, diulangi lagi. Semua permohonan ini yang diulang-ulangi dengan jalan Shalat, inilah sebenarnya ada termasuk segalanya di dalamnya. Orang kadang-kadang memintanya dengan Shalat sedemikian yang bisa di-ulang dan di-ulangi lagi; jawaban yang diberikan oleh-Nya adalah bahwa Shalat itu adalah seperti itu dan inilah sebenarnya apa yang dikatakan Shalat itu. Di dalam Shalat ada ucapan doa shalawat, ada ucapan salaam, pokoknya segala sesuatu ada di dalam Shalat ini. Semua perkara ini yang sebenarnya memperlihatkan Tanda dari Allah Taala yang semuanya ditaruh bersama-sama di dalam Shalat ini. Dengan melalui Shalat, orang akan dapat mengatasi kegelisahannya, ke-khawatirannya dan mengatasi permasalahannya, keadaannya yang sulit akan dapat teratasi, akan dapat terselesaikan . Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. ketika ia menghadapi sesuatu keadaan yang mengkhawatirkan, yang menakutkan, beliau selalu berdiri dalam Shalat. Allah Taala berfirman: Alladziina aamanuu wa tathma-innu quluubuhum bi dzikrillaahi alaa bidzikrillaahi tathma-innul quluub.

Surah Al-Ra’du (13) ayat 29:
Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ketahuilah, dengan mengingat Allah maka hati menjadi tenteram.

Bahwa, tidakkah engkau mengetahui bahwa mengingat Allah Taala itu adalah satu hal yang benar-benar memberikan kepuasan penuh dan ketenteraman di dalam hati; shalat itu adalah satu sarana yang besar untuk keperluan tersebut. Jadi, inilah standard yang harus dapat diraih. Bukan saja kita itu harus dawwam di dalam Shalat-shalat kita, tetapi setiap butir particle dari bagian tubuh kita dan dari jiwa kita itu harus senantiasa bersujud dan berserah diri kepada Allah Taala. Shalat-shalat ini harus tercurah dari hati kami yang harus membuat kita itu cinta kepada Allah Taala. Kita itu harus dapat melihat sebuah revolusi yang didatangkan pada hati dan jiwa kami sehingga Allah Taala itu ridha dengan kita. Semoga hendaknya Allah Taala membuat kami demikian dan memberi taufik dan kemampuan kepada kami untuk dapat melihat perubahan dan revolusi spiritual kerohanian kami. Aamiin.



San Jose-California-USA, February 25, 2008 / Mersela, 28 Pebruari 2008