KHUTBAH JUM’AT HADHRAT AMIRUL MUKMININ KHALIFATUL MASIH V aba.
Tanggal 15-2-2008 dari Mesjid Bait-ul-Futuh, London , United Kingdom
Shalat – Sarana Mensucikan Diri
Tanggal 15-2-2008 dari Mesjid Bait-ul-Futuh, London , United Kingdom
Shalat – Sarana Mensucikan Diri
Setelah mengucapkan Syahadat, memohon perlindungan dan menilawatkan Al-Faatihah, Hudhur aba. menilawatkan ayat dari Kitab Suci Al-Qur-aan:
Surah Al ‘Ankabuut (29) ayat 46:
Bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu dari Kitab Al-Qur-aan dan dirikanlah Shalat, sesungguhnya Shalat mencegah orang dari perbuatan keji dan perbuatan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah, adalah kebajikan yang lebih besar. Dan Allah mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan.
Sebagaimana setiap Ahmadi sudah sangat mengetahuinya bahwa di abad yang ke-14 itu sudah ditakdirkan akan diturunkannya seorang pencinta berat Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. . Maka sesuai dengan janji Allah Taala ini agar satu kali lagi ditegakkannya ajaran dari Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw., maka diutuslah pencinta berat Nabi Muhammad saw. ini, yaitu Al-Masih yang dijanjikan, Masih Mau’ud a.s., di mana kami ini adalah di antara orang-orang yang beruntung yang sudah mendapatkan taufik dari Tuhan Yang Maha Kuasa untuk melakukan bai’at di tangannya dan menjadi anggota dari Jama’at ini. Tetapi bai’at ini tidak akan dapat memenuhi tujuan yang di mana beliau ini telah diturunkan dan ditunjuk untuk melaksanakan misi ini, atau kecuali bai’at ini memberikan beberapa tanggung-jawab pada kita untuk dilaksanakan. Tanggung-jawab tersebut yang Junjunan besar kami - Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. – kepada orang-orang yang telah mengambil bai’at di tangan khadimnya itu, mereka benar-benar mengerti akan hal ini sebagaimana ummatnya beliau di zaman dahulu, mereka itu telah memenuhi kewajiban dan tanggung-jawabnya tersebut. Sudah pasti jawaban dari setiap dan semua Ahmadi itu adalah –Ya! -, di mana mereka yang telah bai’at di tangannya Al-Masih Mau’ud a.s. dan Al-Mahdi ini dan yang adalah para anggota dari Jama’at ini mereka pun memiliki tanggung-jawab sama seperti halnya kewajiban bagi orang-orang dari zaman awalnya Islam. Tanggung-jawab tersebut telah dilaksanakan oleh orang-orang terdahulu dengan sangat baiknya; mereka yang sudah mendengar pada Ayat-ayat, pada Tanda-tanda dari Allah Taala dan lalu mensucikan diri mereka, yang bilamana kesucian dan kebersihan dirinya sudah ada pada mereka, maka sebagai hasilnya adalah bahwa kepada mereka itu telah diberikan kedudukan dan status yang membuat mereka benar-benar seorang manusia dari Tuhan. Setelahnya itu mereka pun mensucikan orang-orang lainnya dan begitulah seterusnya. Jika kami tidak punya pikiran yang demikian maka kami itu bukanlah orang yang benar-benar mengerti akan posisi dan kedudukan dari Hadhrat Masih Mau’ud a.s.
Beliau bersabda di satu tempat bahwa wa aakhariina minhum lammaa yalhaquu bihim (62:4)
Bahwa Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. itu, beliau akan mensucikan umat di zaman akhir dengan cara ini; beliau akan mensucikan orang-orang ini seperti halnya beliau biasa mensucikan para sahabatnya di zamannya beliau. Jadi, hasil impact yang bagus ini akan terjadi lagi dengan melalui pencinta besarnya Y.M. Nabi Muhammad saw., yang melalui Al-Mahdi yang mendirikan Jama’at ini. Jama’at akhir zaman ini akan direformasi dengan melalui beliau.
Jadi, selama hidupnya Hadhrat Masih Mau’ud a.s. itu ada beribu-ribu orang yang telah disucikan; mereka, orang-orang yang telah disucikan ini kemudian akan terus tersebar. Jadi, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah meletakan landasan dari Jama’at ini yang kemudian tersebar dengan luasnya. Allah telah memberikan janji-Nya akan kemajuan dari Jama’at ini, janji yang diberikan kepada Hadhrat Masih Mau’ud a.s. dan janji Allah itu adalah selalu benar seperti kata-kata-Nya. Kami sudah melihat pemenuhan dari janji-janji tersebut di masa yang lalu dan kami pun sekarang sedang melihat pemenuhan janji-janji tersebut, dan kami pun akan melihat pemenuhan janji-janji ini di masa mendatang. Tetapi setiap dan semua anggota Jama’at ini haruslah selalu ingat akan poin ini di dalam pikirannya bahwa Wujud-Nya ini akan memenuhi janji-janji tersebut hanya jika orang-orang itu benar-benar mensucikan diri mereka ini. Jadi, inilah sebuah tanggung-jawab yang besar atas setiap dan semua Ahmadi berkenaan dengan dirinya sendiri dan juga sebagai pemelihara dan penjaga dari anggota keluarganya, yaitu istrinya dan anak-anaknya, bahwa mereka itu harus menaruh perhatian penuh akan tanggung-jawabnya ini.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. biasa menerangkan arti dari aakhariina minhum lammaa yalhaquu bihim (62:4) ini, mengapa kata-kata ini digunakan dalam bentuk jamak. Beliau mengatakan bahwa tujuan dari kata-kata ini adalah agar orang-orang itu mengerti akan poin ini bahwa sosok orang yang akan datang itu tidak akan sendirian, tetapi akan merupakan sebuah Jama’at. Bahwa Jama’at ini akan memiliki keimanan yang teguh kepada Allah Taala dan kemurahan serta keanggunan dari seorang beriman itu akan menampak di antara mereka ini. Jadi, inilah standard yang Hadhrat Masih Mau’ud a.s. beserta semua anggota yang pengikut dari Jama’at-nya ini harus berusaha untuk dapat meraihnya. Hal ini dikatakan oleh Allah Taala di mana Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah menerangkan poin ini kepada setiap orangnya. Agar supaya dapat mencapai tujuan tersebut dan memeliharanya, yang bukannya menegakkannya pada dirinya sendiri saja, tetapi juga harus menyebarkannya di antara keluarganya, kepada istri dan anak-anak-nya dan juga kepada orang-orang yang ada di sekitar lingkungan mereka, yang untuk itu setiap dan semua Ahmadi itu harus bekerja dengan kerasnya. Untuk dapat meraih hal tersebut maka ia itu harus mengikuti jalan-jalan dan cara-cara yang Kitab Suci Al-Qur’an telah membuat poin ini sangat jelas bagi kita. Agar dapat mengerti akan jalan-jalan dan cara-cara itu yang Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah mengajarkannya kepada kita, agar dapat mensucikan diri kita dan supaya dapat menghindarkan diri dari keburukan-keburukan, Allah Taala telah menyebutkannya bahwa pengamalan dari ibadah Shalat itu adalah perkara yang sangat besar dalam hal ini sebagaimana Dia berfirman:
Utlu maa uuhiya ilaika minal kitaabi (ayat 29:46)
Bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu dari Kitab (Al-Qur-aan) dan engkau tilawatkanlah,
wa aqimish shalaata, dan dirikanlah Shalat, yang berarti bahwa apa yang diwahyukan kepadamu dalam bentuk Kitab ini, engkau bacalah dan sampaikanlah kepada orang-orang dan dirikanlah Shalat,
innash shalaata tanhaa ‘anil fahsyaa i wal munkari; sesungguhnya Shalat itu dapat membuat orang jauh dari perbuatan keji dan perbuatan mungkar, dan perbuatan yang tidak menyenangkan. Sesungguhnya mengingat kepada Allah itu adalah satu perkara yang lebih besar di mana Allah Taala Maha Tahu segalanya yang engkau kerjakan.
Sebagaimana yang kami lihat, di dalam ayat ini Allah Taala telah menyebutkannya bahwa di mana pembacaan dari pesan amanah itu dilakukan, maka segera setelahnya itu Allah Taala menyebutkan wa aqimish shalaata yaitu bahwa engkau dirikanlah Shalat. Dikarenakan melaksanakan Shalat dengan mengikuti persyaratannya serta untuk menegakkan institusi Shalat itu yang dikerjakan secara dawwam, yang demikian itu akan menjadi sarana untuk pensucian. Kitab Suci Al-Qur-aan yang dengan bentuknya yang penuh dengan ajaran untuk pensucian di mana agar orang itu mengerjakannya maka orang itu hanyalah akan mampu dengan pertolongan dari Allah Taala. Jadi, seseorang itu sudah mendedikasikan dirinya untuk berserah diri kepada Allah Taala di mana ia itu sudah dipengaruhi oleh ajaran dari Kitab Suci Al-Qur-aan, maka kemudian ia itu akan dapat menghindarkan diri dari keburukan dan dosa dan ia akan bekerja mengikuti semua perintah dari Allah Taala sebagai seorang mukmin yang sejati dan kemudian persembahan ini, yang dipersembahkannya dengan penuh dedikasi, maka kemudian Shalat-shalatnya ini juga akan membuat orang akan terus mengingat kepada Allah bahkan setelahnya melakukan Shalat itu. Kemudian orang ini akan menjadi orang yang benar-benar mensucikan dirinya.
Jadi oleh karena itu, menaruh perhatian pada Shalat itu adalah satu hal fundamental yang paling terpenting yang menjadi tanggung-jawab bagi setiap Ahmadi. Tetapi bagaimanakah hal itu dapat dilaksanakan dengan hanya mengerjakan satu atau dua kali Shalat saja? Tidak! Benar-benar Shalat yang 5 waktu sehari itu adalah satu keharusan. Jika Shalat itu tidak ada maka akan merupakan satu perjalanan yang panjang untuk mendapatkan standard tinggi dalam peribadahan yang dimintakan dari kita itu. Orang-orang yang terdahulu telah melakukan Shalat 5 waktu sehari dengan usahanya yang keras dan itulah tanda patokan yang dari sanalah sebenarnya perjalanan menuju standard yang lebih tinggi itu dimulai. Shalat 5 waktu sehari itu adalah seperti sebuat bibit keshalehan yang akan tumbuh menjadi sebuah pohon yang berbuah dengan lebatnya.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa kalian lakukanlah Shalat 5 waktumu dalam sehari dan dari sanalah maka kondisi moralmu akan dapat dikenali. Seseorang yang memiliki bibit keburukan, ia tidak akan dapat bertahan pada posisinya ini. Kami itu harus menanamkan benih di dalam hati kita dengan pemeliharaannya yang begitu rupa dan menumbuhkannya dengan cara yang memadai sehingga tidak akan ada kondisi iklim yang dapat merusakkannya sama sekali. Jika kita itu tidak menjaga Shalat-shalat kita maka kemudian akan seperti benalu yang akan menghancurkan pada hasil panenan, yang kadang-kadang benalu ini memakan seluruh tanamannya. Jadi, seperti itu pula bahwa keburukan itu akan mengalahkan amal-amal baik ini. Jadi kami itu haruslah memelihara dan menjaga Shalat-shalat ini dan menegakkan dengan akarnya yang kokoh, yang kemudian hanya dengan cara itu akan menjadikan sebuah pohon yang rindang, yang teduh, sebuah pohon yang besar yang juga menghasilkan buah-buahnya, dan hanyalah yang secara demikian, yang akan berhasil itu. Institusi ini akan menjaga kita dari segala macam keburukan, keburukan yang besar atau pun keburukan yang kecil. Jadi, kami itu harus memelihara ibadah kita, menjaga Shalat kita, di mana kemudian Shalat-shalat ini menjadi sarana untuk keamanan dan keselamatan kita.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah menyebutkan tanda yang berbeda dan yang menonjol dari seorang Ahmadi ini. Jadi, setiap Ahmadi itu harus meng-analisa dirinya sendiri, harus meng-analisa keadaan dari keluarganya. Ia harus melihatnya dan meyakinkannya apakah ia menjaga ke-menonjolannya darikeluarga Ahmadinya itu. Apakah kita dapat dikenali orang dengan kualitas bagusnya tersebut bahwa kita itu adalah orang-orang yang penuh beribadah, dengan ahlak yang baik dan yang mengerjakan Shalat, serta kami itu adalah termasuk orang yang memenuhi tujuan diturunkannya Hadhrat Masih Mau’ud a.s. Jika kita sudah meng-analisa semua perkara ini maka dari hasil analisa ini kita dapat memperbaiki standard keshalehan kami.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. dalam menjelaskan pentingnya tentang Shalat ini, beliau mengatakan bahwa Shalat itu adalah sebuah kebajikan yang bagus di mana kelemahan-kelemahan karena pengaruh Syaitan itu dapat disingkirkan. Itulah arti sebenarnya dari Shalat itu. Syaitan menginginkan bahwa orang itu menjadi lemah di dalam keshalehannya, lemah dalam ketakwaannya dan Syaitan pun mengetahuinya bahwa reformasi yang akan ia kerjakan itu adalah dengan melalui Shalat. Jadi, oleh karena itu adalah sangat essential untuk menjadi orang yang suci bersih ini. Selama seseorang memiliki sesuatu keburukan atau najis di dalam dirinya, maka Syaitan akan mencintai orang tersebut. Oleh karena itu, ciptakanlah kecintaan kepada Allah dan ingatlah ke-Agungan Allah di dalam hati kalian, tidak ada yang lebih besar lagi dari pada Shalat untuk menciptakan hal ini. Berpuasa datang setelahnya Shalat, yang dikerjakan setelahnya satu tahun dan Zakat hanya diberlakukan terhadap orang yang memenuhi persyaratan, yang ada dalam kategori tingkatan itu. Tetapi Shalat itu sangatlah esensial dan wajib bagi semua dan setiap orang. Oleh karena itu janganlah sampai melalaikan tentang Shalat ini; jagalah dan dirikanlah Shalat dengan jalan sedemikian rupa seolah-olah engkau sedang berdiri di hadapan Satu Tuhan Yang Maha Perkasa, yang jika Dia menyukainya maka dengan serta merta akan menerima dan mengabulkan doa saya, pada saat yang sama, pada detik yang sama, doa itu akan diterima dan dikabulkan oleh-Nya.
Orang-orang lainnya sangat memerlukan harta khazanahnya, mereka khawatir kalau-kalau khazanahnya itu kosong di mana mereka selaku takut akan kemiskinan. Tetapi khazanah dari Allah Taala akan selalu terisi penuh. Bilamana seseorang itu berdiri di hadapan-Nya, dalam Shalat dan berdoa meminta hanya hal-hal yang ia perlukan dengan penuh rasa kepastian; yaitu jika ia memiliki keyakinan bahwa saya berdiri di hadapan Satu Wujud yang Mendengar, Yang Maha Tahu dan yang Maha Berkuasa, kemudian jika Dia menyukainya, maka Dia dapat memberikan kepada saya segalanya itu tepat pada saat itu juga. Jika orang itu memuji-Nya dengan secara sangat khusuk, dan tidak pernah merasa berputus asa serta tidak punya pikiran atau prasangka buruk kepada-Nya. Jika dia itu menyukainya maka ia akan mendapatkan kegembiraan ini secepatnya dan lebih banyak lagi keberkahan dari Allah akan datang di jalan ini. Semua hal ini akan didapatkannya, jadi jalan inilah yang harus kita ikuti itu. Orang yang zhalim dan fasiq adalah orang-orang yang tidak berbuat adil dan yang suka melanggar perintah maka Shalat mereka itu tidak akan diterima. Allah Taala tidak akan perduli terhadap orang-orang semacam ini; jika seorang anak tidak perduli terhadap ayahnya, maka ayahnya pun tidak akan perduli sama anak tersebut. Bagaimana Allah Taala akan perduli terhadap orang-orang sedemikian yang tidak memperdulikan Allah Taala.
Jadi, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah mengatakan bahwa inilah senjata yang harus kami miliki untuk bertempur memerangi Syaitan. Syaitan itu selalu berusaha untuk merampas senjata ini dari orang Mukmin. Sebagai seorang tentara yang baik, ia tidak akan pernah melepaskan senjatanya ke tangan musuh. Demikian pula halnya seorang mukmin sejati tidak akan melepaskan, tidak akan membiarkan senjata ini diberikan kepada Syaitan. Inilah sifat alamiah manusia bahwa orang itu seringkali terjerumus pada kelemahan dan keburukan. Oleh karena itu untuk menjaga senjata ini maka diperlukan usaha yang dawwam dan serius dari pihak orang-orang beriman. Dengan secara permanen keselamatan itu harus dikerjakan dan untuk memperoleh ini Allah Taala mengatakan bahwa kalian itu harus menjaga Shalat-shalat kalian. Allah Taala berfirman:
Surah Al-Baqarah 239:
Jagalah semua Shalat-shalat dan khususnya Shalat yang ada di tengah-tengah, dan berdirilah di hadapan Allah dengan patuh.
Saudara-saudara harus menjaga Shalat-shalat kalian, terutama Shalat yang ada di tengah-tengahnya dan berserah dirilah selalu kepada Allah Taala. Jadi, inilah petunjuk prinsip yang telah diberikan bahwa engkau peliharalah dan jagalah Shalat-shalat-mu itu, terutama Shalat yang datang di tengah-tengahnya. Berbagai ahli tafsir telah menyebutkan apa arti dari Shalat yang di tengah-tengah itu; mereka memberikan tafsir dan penjelasannya sesuai dengan ilmu mereka. Ada yang menyebutkan Shalat Fajar, Shalat Zhuhur dan ada yang mengatakan Shalat Ashar; berbagai pendapat disebutkan.
Jadi sebuah petunjuk dan satu prinsip ada disebutkan di sini bahwa kami itu harus menjaga Shalaatil-wusthaa, Shalat Pusat, Shalat yang ada di tengah-tengahnya. Sesuai situasinya dari setiap orang dan tergantung pada orang tersebut maka apa yang ada di tengah-tengah itu bisa berbeda-beda, yaitu setiap situasi yang dapat membuat dia itu lalai atau lupa untuk melakukan Shalat. Bilamana Syaitan itu berusaha untuk mengalihkan perhatiannya dari institusi Shalat ini, yaitu di mana ia mengalihkan perhatiannya pada sesuatu yang lain, maka itulah saatnya di mana ia itu harus berhati-hati agar kita dapat menjaga diri terhadap bujukan dari Syaitan pada saat tersebut dan kami tidak akan membiarkan Syaitan itu untuk menguasai kami. Jadi, selanjutnya saudara-saudara itu haruslah mengerti akan poin ini jika kita menjaga Shalat-shalat kita itu. Bilamana situasinya ada di sana sebagaimana yang baru saja saya katakan, dalam hal yang demikian itu maka Shalat itu benar-benar akan menjaga dan melindungi kami. Shalat-shalat ini akan diperkuat dengan Shalat-shalat sunnah dan Shalat sunnah akan diperkuat oleh Shalat-shalat nawafil – shalat optional -. Jika keadaan seperti ini dapat terciptakan maka kalian tidak akan melihat Syaitan berada di sekeliling kalian, Syaitan akan melarikan diri, Syaitan tidak akan datang mendekat pada orang-orang ini. Jadi, usaha yang dawwam dan terus menerus secara inilah dan pertempuran yang terus menerus inilah yang kalian harus perbuat. Inilah apa tanggung-jawab yang diperlukan itu dan situasi seperti ini adalah yang sebenernya dapat membuat perubahan yang shaleh, setelahnya orang itu bai’at. Jadi, oleh karena itu, untuk memelihara dan menjaga Shalat-nya seseorang itu merupakan tanggung-jawab yang sangat penting dari setiap dan semua Ahmadi yang ia sudah berjanji untuk melaksanakannya: Saya masuk ke dalam Jama’at dari Hadhrat Masih Mau’ud a.s. adalah untuk mengatasi dan menghilangkan kelemahan-kelemahan lama-ku ini. Jadi, selanjutnya untuk melaksanakan hal ini maka ia itu harus memperlihatkan contoh dari ketaatan yang sepenuhnya di mana ia harus menempuh jalan yang melalui jalan ini sehingga janji yang diberikan saat bai’at itu akan bertambah kuat. Saudara akan mampu untuk berperang melawan Syaitan dengan suksesnya yang dengan melalui itu kalian akan dapat melihat banyak dan lebih banyak lagi kebaikan dan kebajikan serta keimanan kalian akan bertambah kuat lagi sebagai hasilnya dari itu. Sebagai hasilnya dari itu maka kalian dapat melihat:
Surah Ibraahiim (14) ayat 25: Wa far’uhaa fis samaa’
………… dan yang cabang-cabangnya menjulang ke Langit.
Bahwa Shalat-mu itu akan naik ke Langit yang cabang-cabangnya dari pohon ini akan naik sampai ke Langit yang selanjutnya kalian dapat melihat standard yang tinggi dari ke-shalehan dan kemuliaan. Melalui inilah kalian dapat melihat manifestasi dari pengabulan doa itu. Untuk dapat meraih standard yang tinggi ini setiap dan semua Ahmadi itu harus melengkapi keinginan di dalam hatinya untuk meningkatkan standard dari peribadahan dan Shalat-nya, yang juga harus dikerjakan dengan rasa keinginan yang besar, dengan perhatian yang besar dan dengan kegemaran dan ke-khusukan yang tinggi. Ketidak-bosanan harus diciptakan di dalam hati. Pada saat ini dan di zaman ini yang dinamakan sebagai yang amat dan terlalu sibuk atau orang yang disibukkan dengan pekerjaannya, orang-orang cenderung untuk meng-gabungkan Shalat-shalat ini, tetapi sebenarnya ada juga orang-orang yang hanya karena punya kebiasaan untuk menggabung-gabungkan Shalatnya ini. Ini tidaklah benar, karena saat untuk setiap Shalat itu sudah ditentukan waktunya. Ada 5 kali Shalat di dalam satu hari itu, Allah Taala berfirman:
Surah Bani Israa’il (17) ayat 79:
Aqimish shalata li duluukisy syamsi ilaa ghasaqil laili wa qur-aanal fajri inna qur-aanal fajri kaana masyhuudaa.
Dirikanlah shalat sejak matahari condong hingga kegelapan malam, dan bacalah Al-Qur-aan pada waktu subuh. Sesungguhnya pembacaan Al-Qur-aan pada waktu subuh diterima secara istimewa oleh Allah.
Bahwa sejak dari condongnya matahari sampai datangnya malam, engkau dirikanlah Shalat dan juga bacalah Al-Qur-aan pada pagi hari. Pembacaan Al-Qur-aan di pagi hari adalah satu hal yang akan dijadikan saksi pada Hari Pembalasan. Dalam ayat ini Allah Taala menyebutkan berbagai waktunya Shalat; yang dimulai dari Shalat Zhuhur sampai pada Shalat Subuh, yang waktu setiap saatnya telah ditetapkan. Tentang ke-5 waktu Shalat ini telah dijelaskan secara sangat rincinya oleh Hadhrat Masih Mau’ud a.s. Beliau mengatakan bahwa Allah Taala, menurut undang-undang-Nya telah membagi pengadilan-Nya ini menjadi 5 tahapan; katakanlah bahwa jika pengadilan itu datang pada seseorang yang membuat orang itu merasa ketakutan di mana orang itu mendapatkan permasalahan, maka indikasi pertama tentang adanya permasalahan itulah yang pertamanya timbul. Selanjutnya tahapan berikutnya adalah bilamana orang itu benar-benar mendapat permasalahan sehingga orang itu sama sekali berputus asa di dalam masa kegelapannya dan yang setelahnya itu fajar dan cahaya terang pun akan muncul. Jadi, inilah ke-5 tahapan yang berbeda itu, yang merupakan refleksi dari ke-5 kali Shalat dalam satu hari itu. Ingatlah bahwa waktu-waktu ini yang telah ditetapkan sebagai waktunya untuk Shalat bukanlah semacam pemaksaan yang ditekankan terhadap orang-orang. Jika kalian mau berpikir secara baik-baik maka ke-5 waktu ini adalah gambaran atas 5 kondisi rohaniah atau spiritual sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Taala: aqimish shalaata li duluukisy syamsi bahwa engkau dirikanlah Shalat mulai condongnya matahari. Jadi, Allah Taala telah menyebutkan tentang pelaksanaan Shalat itu mulai dari duluukisy syamsi yaitu dari mulai condongnya matahari. Ada perbedaan pendapat di sini, tetapi dari sinilah dimulainya waktu Shalat itu. Rincian lainnya ada di sana dan hukum tentang kondisi spiritual itu sebenarnya di mulai dari condongnya matahari dan setelahnya itu ada 5 tahapan berbeda yang akan dilalui oleh seorang manusia. Jadi, Shalat juga dimulai bilamana ada terdapat semacam kegelisahan atau ke-khawatiran yang indikasinya mulai dirasakan. Jika orang itu berhadapan dengan suatu masalah atau keadaan yang sulit, maka orang itu akan memperlihatkan kerendahan dirinya. Jika terjadi gempa bumi umpamanya, maka kalian dapat membayangkannya betapa merendahkan diri sikapnya yang akan diperlihatkannya. ………
………….
Kemudian jika perkara pengadilan terhadapmu itu sudah di-register, itulah kondisi yang terjadi setelahnya tengah hari itu, di mana ada sebuah kemunduran dalam situasi dirinya itu. Dikarenakan sebelumnya itu ia tidak mengetahui tentang pemanggilan ke pengadilan ini, dan ketika datang pemanggilan ini maka ia merasa khawatir apakah Tuhan tahu tentang kesalahannya itu dan apa yang akan terjadi setelah itu? Jadi, kemundurannya ini yang datang dalam situasi yang sebenarnya duluuk itulah kondisi pertama yang meng-ekspresikan saatnya waktu Shalat Zhuhur; itulah saatnya untuk melakukan Shalat Zhuhur. Kondisinya yang kedua adalah bahwa ketika ia benar-benar sudah masuk ke ruangan Pengadilan dan pihak lawannya mengajukan pertanyaan kepadanya serta menanyakan kepadanya berbagai hal, itulah keadaan yang sangat gawat di sana dan itulah saatnya untuk Shalat Ashar. Bilamana keadaannya bertambah buruk di mana ia akan dikenakan tuntutan Pengadilan maka ia sudah berpikir bahwa suatu hukuman atau denda akan dijatuhkan kepadanya, maka itulah saatnya untuk Shalat Maghrib. Bilamana akhirnya keputusan sudah dijatuhkan dan ia pun diserahkan kepada polisi untuk dihukum maka itulah saatnya dari Shalat Isya. Setelahnya itu masa kegelapanlah yang datang, yang terus berlangsung sampai munculnya cahaya fajar dan itulah saatnya untuk Shalat Subuh. Itulah saatnya:
Surah Al Inshiraah (94) ayat 7: Inna ma’al ‘usri yusraa.
Ya, sesungguhnya setelah kesukaran itu ada kemudahan.
Dengan semua ujian dan cobaan itu akan selalu ada kelapangan relaxation dan kemudahan; itulah saat yang menunjukkan waktunya Shalat Fajar, Shalat Subuh.
Jadi, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah menyebutkan tentang keadaan spiritual dari seorang manusia; beliau telah menerangkan untuk pengertian kami berbagai arti dari duluuk, ada 3 arti yang berbeda dari duluk yang disebutkan berdasarkan dari beberapa kamus. Mereka mengatakan satu artinya adalah saatnya matahari condong ke Barat, arti yang kedua adalah pada saat ketika cahaya matahari itu menjadi pudar, ini pun dinamakan duluuk . Artinya yang ke-3 juga adalah saatnya matahari terbenam.
Jadi Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mempertimbangkan penjelasan yang diberikan tentang duluuk ini adalah saat ketika bayangan dari benda itu menjadi panjang dan mulai saat itulah waktu Shalat itu ditetapkan. Apa kebijaksanaan dan hikmah di dalamnya, beliau telah menerangkannya bahwa secara duniawi jika kami itu berpikir, jika ada seseorang yang untuk pertama kalinya berhadapan dengan keadaan yang sulit, maka betapa ia akan merendahkan dirinya dikarenakan kegelisahan dan ke-khawatirannya itu. Jika ada proses pengadilan sesuatu perkara terhadap seseorang, maka kondisi normalnya orang itu akan berubah di mana orang merasa khawatir karena itu. Mereka berpikir untuk menyewa pengacara untuk membela perkaranya dan ahli hukum bagaimana yang ia akan peroleh, apakah ia dapat membela perkaranya secara efektif atau tidak; keputusan bagaimanakah yang ia akan diambil. Jadi, ia itu merasa begitu gelisah dan khawatir serta berusaha untuk menghindarkan diri atau untuk mengatasi situasi yang demikian itu apa yang memungkinkannya. Jadi dengan condongnya matahari itu, dari contoh ini, itulah saatnya untuk Shalat Zhuhur. Orang harus memperkirakan kondisi spiritual dari seseorang itu, berserah diri kepada Allah Taala dan berusaha untuk memohon pertolongan kepada Allah Taala. Kemudian di dalam urusan pengadilan duniawi, jika surat perintah pemanggilan warrant itu telah dikeluarkan maka orang itu harus datang ke Pengadilan, ia harus pergi ke sana di mana Hakim akan mendengarkan tentang kasusnya dan pertanyaan serta interogasi pun dilakukan di sana. Ia harus menjelaskan keadaan dan tentang perkaranya itu. Apakah ia itu akan minta untuk dimaafkan maka itulah saatnya untuk Shalat Ashar di mana ia itu harus mengingat Allah semoga Allah Taala akan menyelamatkannya dari kelemahan dan dosa-dosanya. Apa pun yang sudah dilakukannya itu, mudah-mudahan Allah Taala dapat mengampuninya dan memberikan kepadanya kehidupan spiritual. Kemudian contoh ini berlanjut, yaitu jika Pengadilan itu telah mengeluarkan keputusannya dengan sesuatu hukuman yang dijatuhkan pada orang tersebut, maka orang itu akan berpikir bahwa sekarang perkara pengadilan itu sudah diputuskan dan hukuman pun sudah ditetapkan sehingga ia pun akan menjadi gelisah dan setiap saat itu merasa khawatir. Jadi itulah saat yang dilukiskan sebagai waktunya untuk Shalat Maghrib. Bilamana seorang mukmin melihat saatnya Maghrib, kegelapan pun datang di mana ia akan lihat pada perbuatannya sendiri dan ia pun tidak dapat melihat sesuatu apa pun yang dapat disajikan maka ia itu berserah diri kepada Allah Taala memohon ampunan-Nya, itulah saatnya Shalat Maghrib. Setelahnya itu jika hukuman sudah ditetapkan, maka jika ia itu dinyatakan sebagai bersalah maka ia akan diserahkan kepada polisi dan hukuman pun dimulai. Dibandingkan dengan ini, situasi pada saatnya Shalat Isya adalah jika pada malam yang gelap itu ia tidak dapat melihat seuatu apa pun karena ia berada di dalam sel di penjara. Jadi, semua perbuatannya selama siang hari itu berada di hadapan orang itu ketika ia berdiri untuk melakukan Shalat Isya. Orang yang berada dalam sel penjara itu ia memohonkan ampunan untuk kebebasannya, yang untuk kemerdekaannya itu selama jangka waktu malam hari itu akan menyadarkan dirinya bahwa janganlah kegelapan malam ini akan datang pada kehidupan spiritual-ku dan yang akan berlangsung lama sekali. Dosa-dosaku yang tersembunyi itu janganlah sampai melemparkan aku pada pangkuan Syaitan dengan secara permanen. Di dalam perasaan yang penuh kegelisahan itu ia memuji kepada Allah Taala dengan penyerahan diri yang amat mendalam semoga keadaan ini tidak akan menghancurkan semua kehidupan spiritual-ku. Bawalah aku pada Penjagaan Engkau dan buatlah matahari selalu bersinar menerangiku yang dapat memastikan adanya kehidupan spiritualku dan janganlah sampai saya itu mundur dalam kehidupan spiritual-ku atau kehidupan spiritual ini sama sekali akan diambil dariku. Jadi, bandingkanlah keadaan ini dengan saatnya Shalat Isya. Setelah menjalani kehidupan di dalam sel penjara itu, pada saatnya orang itu dibebaskan, maka ia akan berjalan keluar dengan gembiranya seperti pada saat datangnya waktu fajar, di mana seorang mukmin akan merasa sangat bahagia dan ia pun memuji kepada Allah Taala sebagaimana datangnya hari ini dengan terbitnya fajar atas kondisi spiritual-ku. Jadi, oleh karena itu ke-5 waktu Shalat itu sebenarnya me-refleksikan keadaan spiritual kami, bahwa itulah saatnya untuk merefleksikannya juga.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah menyebutkannya bahwa:
Surah Al Inshiraah ayat 7: Inna ma’al ‘usri yusraa.
Ya, sesungguhnya setelah kesukaran itu ada kemudahan.
Merujuk pada ayat dari Kitab Suci Al-Qur-aan ini beliau mengatakan bahwa setelahnya ujian dan cobaan itu maka akan datanglah waktunya relaksasi, kemudahan dan kesenangan. Ini mengatakan kepada orang mukmin bahwa orang itu jangan sampai lalai dalam melakukan Shalat-shalat-nya. Jadi, orang itu harus selalu sangat aktip dan dawwam di dalam melaksanakan Shalat itu. Jika kalian benar-benar ingin mencari perbaikan dan jika kalian ingin memperbaiki kondisi kalian dan jika kalian itu perlu menyerap keberkahan-keberkahan dari Allah Taala maka kalian harus menjaga Shalat Fajar kalian. Bilamana kalian berjalan tiap hari dengan kondisi seperti ini atau perasaan semacam ini ada di sana, maka setiap hari dan setiap hari pagi akan menjadi saksi bahwa engkau itu telah menjalani malam hari dengan ke-shalehan dan setiap petang hari akan menjadi saksi bahwa engkau itu telah menjalani hari tersebut dengan penuh rasa takut kepada Tuhan. Jadi, demikianlah sebenarnya situasi yang dapat membawa suatu perubahan dan revolusi yang besar di dalam kehidupan seorang mukmin. Kita itu jangan sekali-kali melupakan Shalat-shalat yang merupakan persyaratan fundamental agar dapat memperbaiki keadaan kerohaniannya. Tanpa hal itu maka seorang Mukmin itu tidak akan dapat membuat sesuatu kemajuan. Jadi, setiap Mukmin itu harus dengan sangat hati-hati berkenaan Shalat ini dan melaksanakannya tepat pada waktunya, maka untuk itu saudara-saudara itu harus bekerja dengan kerasnya dan harus berjuang dengan sangat kerasnya; karena kewajiban ini merupakan hal yang fardhu bagi seorang yang beriman. Allah Taala berfirman:
Surah Al-Nisaa ayat 104: Innash shalaata kaanat ‘alal mu’miniina kitaabam mauquutaa.
……..; sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang telah ditetapkan waktunya bagi orang-orang mukmin.
Bahwa Shalat itu adalah suatu kewajiban, sebuah kewajiban yang berkaitan dengan waktunya; dimana pada saat yang dicatat itulah Shalat-shalat itu harus dikerjakan.
Semoga Allah Taala memberi taufik dan kemampuan kepada kita untuk dapat menjalankan perintah ini dengan sebaik-baiknya di mana Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah datang untuk melaksanakan pekerjaan ini dan tujuan dari Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw., sehingga kami itu dapat menolong beliau di jalan yang mulia ini; jadikanlah kami sebagai penolong beliau. Kami tidak akan menjadi seperti itu, kecuali jika kami itu sudah benar-benar mensucikan diri kami dan juga diri mereka. Pensucian diri ini tidak akan ada jika kita tidak menjaga Shalat-shalat kita dan melaksanakannya selalu tepat pada waktunya.
Semoga Allah Taala memberikan kemampuan kepada kami untuk dapat melaksanakannya.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. di satu tempat beliau mengatakan bahwa Shalat itu adalah hak dari Allah dan laksanakanlah dengan cara yang paling terbaik dan janganlah malas atau lalai di dalam Shalat-shalat ini tetapi jagalah selalu. Jika seluruh rumah akan dihancurkan maka biarkanlah itu dihancurkan tetapi janganlah Shalat kita yang dihancurkan atau dibuat sia-sia. Orang-orang yang munafik itu mengatakan bahwa jika kami melakukan Shalat maka kami akan mendapatkan kerugian duniawi. Benda-benda duniawi juga dan dasar dari Shalat adalah lebih dari segalanya. Untuk barang-barang duniawi kita bersedia untuk mengeluarkan banyak uang dan inilah Syurga yang dapat diterima oleh orang-orang dengan tidak keluar uang sedikit pun. Jadi, Allah Taala itu telah menyebutkan tentang 2 buah Syurga, satu adalah Syurga dari kehidupan ini dan itulah citarasanya serta kegembiraan dalam Shalat. Shalat ini bukanlah sebuah hukuman atau penalty yang dijatuhkan. Sebenarnya untuk mendapatkan hubungan dengan Allah Taala maka Shalat ini adalah satu keharusan. Agar supaya hubungan ini kuat dan baik Allah Taala telah menetapkan Shalat; inilah hubungan antara seorang manusia dengan Tuhan. Untuk dapat menjalin hubungan ini maka Shalat itulah yang ada. Allah Taala telah menaruh cita-rasanya dalam Shalat ini, kegembiraan dalam Shalat ini. Persis seperti di dalam perkawinan, yaitu di sana ada suatu perasaan yang baik dan indah antara seorang laki-laki dan seorang wanita. Ketika seseorang itu benar-benar melakukan Shalat-nya dan bekerja dengan kerasnya maka mereka juga dapat menikmatinya yang sama. Jika kegembiraan ini dan penghargaan atas cita-rasa itu tidak ada di sana maka tidaklah banyak yang ada dalam Shalat ini; jika perasaan ini tidak ada di sana, lalu apa bedanya antara seorang manusia dengan binatang lainnya?
Perkara kedua yang amat menyedihkan hati yang pada umumnya barangkali sudah diketahui oleh setiap orang Ahmadi dan yang benar-benar menyakiti hati kami, di mana orang-orang barangkali sudah membacanya di surat-kabar bahwa sebuah surat-kabar di Denmark telah memperlihatkan sebuah contoh yang buruk di mana mereka telah memperlihatkan rasa permusuhan dan dendam mereka dengan menerbitkan gambar-gambar kartun, di mana mereka menyebutkan bahwa mereka itu membuat pembalasan atas orang-orang yang ditangkap dan ditahan polisi, karena orang-orang ini sebenarnya telah membuat dan menerbitkan gambar-gambar kartun yang melukiskannya sebagai Y.M. Nabi Muhammad saw. Ketika orang-orang tersebut ditahan dan tuduhan ini dianggap benar sehingga undang-undang pun kemudian menghukum orang-orang tersebut, lalu apa hak-hak mereka itu untuk melukai perasaan dari orang-orang Muslimin. Tetapi mereka mengatakan bahwa kami selalu menegakkan keadilan; apakah demikian keadilan itu? Bahwa ada orang yang berbuat satu kesalahan dan hukumannya diberikan kepada orang yang lainnya? Jika ini yang dinamakan keadilan itu maka orang-orang ini kemudian menjadi ahkumul haakimin. Allah Taala Yang adalah Pemilik dari semesta alam, dia juga memperlihatkan keadilan-Nya dan Dia Maha Perkasa di mana Dia Maha Kuasa untuk memberikan pembalasan. Terhadap orang-orang yang lagi-lagi melakukannya kembali maka Allah Taala akan membuat balasan terhadap orang-orang tersebut. Perkara ini adalah merupakan azas yang amat mendasar bagi Allah Taala. Untuk orang-orang ini, yang melakukan kejahatan yang paling menjijikkan, maka cukuplah bagi Allah Taala yang akan memberikan pembalasannya. Bagaimana Dia akan melakukan pembalasan ini, biarlah Allah Taala Yang mengetahuinya. Tugas pekerjaan kita hanyalah untuk menerangkan kepada mereka dan mengajari mereka, memberikan petunjuk kepada mereka, itulah yang telah kami kerjakan dengan cara yang sebaik-baiknya. Tulisan berupa artikel-artikel telah ditulis, surat-surat sudah dikirimkan ke surat-surat kabar terkait, kami sudah menjumpai orang-orang yang bertanggung-jawab di dalam hal ini, kami telah mengadakan pertemuan dengan mereka itu. Walaupun demikian, jika orang-orang tersebut masih tidak juga menghindarkan diri dari perbuatannya itu, maka serahkan saja perkara ini kepada Allah Yang Maha Kuasa. Tugas kami adalah untuk berserah diri kepada Allah Taala, lebih-lebih dari yang sebelumnya kami harus menegakkan contoh mulia dari Nabi Allah, yang telah diperlihatkan kepada kami oleh Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. Kami sudah memiliki Allah, yang pengenalan terhadap Tuhan ini diperlihatkan kepada kami oleh Y.M. Nabi Muhammad saw. Demikianlah Allah Yang Maha Kuasa mencintai Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. lebih dari kepada siapa pun juga. Allah Taala akan memperlihatkan Ke Maha-Perkasaan dan Kekuasaan-Nya Sendiri. Tugas dan pekerjaan kami hanyalah bahwa kami harus memperlihatkan perasaan luka yang ada pada hati kami, inilah yang harus diperlihatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Kami harus menangis tersedu-sedu di hadapan Allah Taala. Kami harus berdoa memohonkan lebih banyak lagi rahmat dan keberkahan bagi Y.M. Nabi Muhammad saw.; inilah yang harus kami lakukan lebih-lebih dari yang sebelumnya. Inilah tugas dan tanggung-jawab dari seorang Ahmadi di mana dia harus berdoa dan mengucapkan shalawat bagi Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. lebih-lebih dari yang sebelumnya. Mereka itu harus memperbanyak doa-doa mereka jauh lebih banyak dari yang sebelumnya. Mereka harus membersihkan dan mensucikan diri mereka lebih-lebih dari yang sebelumnya. Inilah hal-hal yang akan membuat putus asa mereka yang membuat rencana buruk itu. Agar dapat meng-ekspresikan perasaan kami, maka akan kami sajikan sebuah kutipan dari tulisan Hadhrat Masih Mau’ud a.s.; beliau bersabda bahwa orang-orang Muslim adalah mereka yang siap sedia untuk menyerahkan jiwa mereka demi untuk kehormatan Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. dan mereka selalu menyebut-nyebut nama Nabi Muhammad itu, bagaimana dapat bersahabat dengan orang-orang ini; mereka yang menyebutkan nama beliau dengan penuh kehinaan dan dengan kata-kata yang keji tentang beliau, jadi orang-orang ini bukannya berbuat untuk kebaikan orang mereka itu sendiri karena mereka itu mengkoyak-koyak jalan mereka sendiri dan yang membuat jalan mereka itu menjadi sulit.
Kami bersedia berdamai dengan ular dan binatang buas di hutan dan di padang pasir, tetapi kami tidak mau berdamai dengan orang-orang yang tidak henti-hentinya dari memperlihatkan hal-hal seperti itu serta menggunakan kata-kata yang kasar terhadap Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. Pertolongan dari Tuhan datang dari Allah Yang Maha Kuasa. Jadi, penghinaan ini dan bahasa yang keji dan kata-kata kasar yang digunakan di dalam bukunya ini, dan yang telah diterbitkannya, dan dibagi-bagikannya, yang demikian itu adalah benar-benar lebih buruk daripada bom, dan jika kami mendengar pada kata-kata tersebut, bahwa jika orang-orang ini akan membunuh anak-anak kami di depan mata kami sendiri, dan membunuh orang-orang yang menjadi kecintaan kami serta mencincangnya dan menghinakan kami serta mengambil semua harta kekayaan kami, maka demi Allah, kami tidak akan merasa sedih dan merasa menderita, tidak seperti jika mereka itu menggunakan kata-kata kasar dan keji terhadap Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw.
Ya Allah! Orang-orang ini yang menyakiti hati kami karena mereka merasa mempunyai kekuatan, Engkau berikanlah kepada mereka pelajaran, karena Engkau Maha Perkasa, Maha Kuasa.
San Jose-California-USA, February 17, 2008 / Mersela, 21 Pebuari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar