Bismillahirrahmanirrahiim
LAA NABIYYA BA’DI, Pokoknya tidak ada Nabi lagi, Nabi apa pun juga, kata mereka itu!
Surah Al Mu’min -40- ayat 34:
Wa laqad jaa-akum yuusufu min qablu bil bayyinaati fa maa ziltum fii syakkim mim maa jaa-akum buhii hatta idzaa halaka qultum lay yab’atsallaahu mim ba’dihii rasuulan ka dzaalika yudhillul-laahu man huwa musrifum murtaab.
Dan sesungguhnya telah datang kepadamu Yusuf sebelum ini dengan bukti-bukti yang nyata, tetapi kamu selalu dalam keraguan terhadap apa yang dibawanya kepada kamu, Kemudian tatkala ia telah mati, kamu berkata: “Allah sekali-kali tidak akan mengutus sesudah dia seorang Rasul.” Demikianlah Allah telah menetapkan sesat, barangsiapa yang melapaui batas, yang ragu-ragu.
Hadits Laa Nabiyya ba’di tidak dapat diragukan lagi tentang keshahihannya; tetapi tidak dapat dipungkiri akan adanya sabda-sabda beliau saw yang berkenaan dengan kedatangan Imam Mahdi dan Isa ibnu Maryam yang akan menjadi pemimpin bagi ummat Islam di akhir zaman yang memiliki predikat sebagi Nabi Allah dan Khalifah Allah di bumi, yang dengan kepemimpinannya itu akan meniadakan peperangan dan akan menegakkan kedamaian di bumi. Kalau diperhatikan secara sepintas saja, nampak seakan-akan ada kontradiksi satu sama lainnya dari hadits tersebut; yakni di satu kesempatan Nabi saw. bersabda “Laa nabiyya ba’di”, sedangkan pada beberapa kali kesempatan lainnya beliau saw mengatakan tentang akan datangnya Isa Al-Masih, atau Isa ibnu Maryam yang berpangkat Imam Mahdi, sesudahnya beliau saw. Padahal yang disabdakan sebagai Laa nabiyya ba’di itu adalah tidak akan ada lagi Nabi Utusan Allah yang di luar syari’at beliau, di luar syari’at Islam, sebagaimana dalam hadits yang senada, Nabi Muhammad saw bersabda: "inniy aakhirul-anbiya' wa inna masjidiy aakhirul-masaajid" Artinya: Aku adalah nabi yang terakhir dan mesjidku adalah mesjid yang terakhir. (Hadits shahih riwayat Muslim), bahwa tidak akan ada lagi nabi dan tidak ada lagi mesjid yang di luar syari’atku, Nabi dan mesjid yang di luar syari’at Islam. Demikian juga ada beberapa hadits-hadits lainnya di mana Nabi Muhammad saw mengatakan “Laisa bainii wa baina iisa nabiyyi wa innahu nazila …….. “ Tidak ada seorang Nabi antara aku dan Isa, dan sungguh ia – Nabi Isa itu - akan turun ……. (HR Abu Dawud dari Hadhrat Abu Hurairah ra; dan Kanzul-Umal, Juz XIV / 388843).
Demikianlah keadaannya bahwa banyak orang yang mengartikan secara mutlak Tidak ada lagi nabi – Laa nabiyya ba’di itu, yang pokoknya nabi macam apa pun tidak boleh datang lagi, tidak boleh ada lagi, betapa pun banyaknya ayat-ayat Kitab Suci Alqur-aan yang menentang arti secara mutlak bahwa tidak ada lagi Utusan Allah setelahnya Nabi Muhammad Rasulullah saw itu. Pandangan seperti ini telah terjadi pada para pengikut agama, jadi bukanlah merupakan hal yang baru. Pengikut Nabi Yusuf as., karena cintanya dan fanatisme mereka terhadap Nabi Yusuf, mereka meyakini bahwa setelah Nabi Yusuf itu tidak akan datang lagi Nabi. Sebagaimana yang ada di dalam Alqur-aan Surah Al-Mukmin -40- ayat 34:
Wa laqad jaa-akum yuusufu min qablu bil bayyinaati fa maa ziltum fii syakkim mim maa jaa-akum buhii hatta idzaa halaka qultum lay yab’atsallaahu mim ba’dihii rasuulan ka dzaalika yudhillul-laahu man huwa musrifum murtaab.
Dan sesungguhnya telah datang kepadamu Yusuf sebelum ini dengan bukti-bukti yang nyata, tetapi kamu selalu dalam keraguan terhadap apa yang dibawanya kepada kamu, Kemudian tatkala ia telah mati, kamu berkata: “Allah sekali-kali tidak akan mengutus sesudah dia seorang Rasul.” Demikianlah Allah telah menetapkan sesat, barangsiapa yang melapaui batas, yang ragu-ragu.
Kaum Yahudi pun telah sepakat dalam ijma mereka bahwa: “Tidak ada nabi setelah Musa as.” Demikian juga di masa Nabi Muhammad saw., tidak saja manusia, tetapi jin sekali pun telah menyatakan pendapat mereka, atau mereka telah berprasangka bahwa: “Allah tidak akan lagi mengutus seorang Rasul pun.” Surah Al Jinn -72- ayat 8:
Wa annahuu kaana rijaalum minal insi ya’uudzuuna birijaalim minal jinni fa zaaduuhum rahaqaa.
Dan sesungguhnya mereka (jin) menyangka sebagaimana kamu menyangka bahwa Allah tidak akan membangkitkan seorang pun (Rasul).
Jadi semenjak zaman Nabi Yusuf a.s. orang-orang Yahudi dan orang-orang berikutnya itu pun tidak mempercayai lagi kedatangan Rasul mana pun sesudahnya Nabi Yusuf a.s.
Pendapat mereka itu ternyata tidak benar, karena walau pun secara turun temurun pendapat mereka itu demikian, namun Allah sesuai sunnah-Nya tidak akan pernah berubah, yang terus-menerus akan menurunkan atau mengutus Nabi-nabi-Nya di mana Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang layak untuk menjadi Rasul-Nya, menjadi Utusan-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-An’aam -6- 125:
……… allaahu a’lamu haitsu yaj’alu risaalatahuu ……..
……… Allah Maha Mengetahui di mana Dia akan menempatkan risalat-Nya, menempatkan Rasul atau Utusan-Nya ……..
Demikianlah di dalam surah Al-Fatihah, Allah telah mengajarkan doa yang harus dibaca oleh setiap orang Muslim dalam setiap shalat:
Ihdinash shiraathal mustaqiim – Tunjukilah kami jalan yang lurus
Shiraathal ladziina an’amta ‘alaihim …….
Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka ………
Di mana nikmat terbesar yang diharapkan sejak Nabi Ibrahim a.s. itu adalah nikmat kenabian (2:124 – innii jaa’iluka lin naasi imaaman …..). Nikmat pangkat kenabian (4:69 – minan nabiyyiina wash shiddiiqiina wasy syuhadaa-i wash shaaliina) yang dapat diraih oleh Ibrahim a.s. dan anak keturunan beliau, di mana anak-anak beliau pun nabi, cucu dan cicit beliau pun menjadi nabi, menjadi imam dari manusia yang kaumnya itu.
Sayangnya, para Nabi Allah itu selalu mendapatkan perlawanan dari kaumnya, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Yaa Siin -36- ayat 30:
Yaa hasratan ‘alal ‘ibaadi maa ya’tiihim mir rasuulin illa kaanuu yastahzi-uun.
Ah, sayang bagi hamba-hamba-Ku! Tidak pernah datang kepada mereka seorang Rasul, melainkan mereka senantiasa mencemoohkannya, meng-olok-olokkannya.
Padahal sudah menjadi ketentuan umum bahwa manakala manusia telah jauh dari zaman nabi tersebut dan tiba saatnya Allah SWT sesuai sunnah-Nya harus mengirim Utusan-Nya untuk melakukan perbaikan di muka bumi; yang tidak terbayangkan di dalam benak dan alur pikiran manusia saat itu, apakah ada orang yang layak menjadi orang suci, menjadi nabi di antara manusia se-zaman dengannya itu. Itulah sebabnya mengapa Nabi-nabi Allah yang senantiasa datang untuk membawa kemajuan ruhani dan jasmani manusia, untuk menyelamatkan manusia dari bujukan syaitan hawa nafsu duniawi, dan untuk membawa dan membimbing manusia ke jalan-Nya kepada Allah Taala, senantiasa mendapatkan perlawanan dari kaumnya sebagaimana yang telah difirmankan oleh-Nya tadi (36:30).
Semoga umat Islam dapat terhindar dari pandangannya yang salah dan sikap seperti itu, dan dengan karunia dan kasih-sayang-Nya serta ke-Murahan-Nya dapat terselamatkan dari kemurkaan Allah.
A lam yarau kam ahlaknaa qablahum minal quruuni annahum ilaihim laa yarziuun.
Apakah mereka tidak melihatnya, betapa banyak keturunan yang telah Kami binasakan sebelum mereka, bahwa orang-orang itu tidak kembali lagi kepada mereka? (Surah Yaa Siin -36- ayat 31)
Isyarat ini agaknya tertuju pada azab Ilahi yang bersifat universal. Selanjutnya:
Alladziina yujaadiluuna fii aayaatillaahi bi ghairi sulthanin ataahum kabura maqtan ‘indallaahi wa ‘indal ladziina aamanuu ka dzalika yathba’ullaahu ‘alaa kulli qalbi mutakabbirin jabbaar.
Mereka yang berbantah-bantahan tentang tanda-tanda Allah tanpa menggunakan dalil yang datang kepada mereka. Sungguh besar kemurkaan Allah di sisi orang-orang beriman. Demikianlah Allah menyegel setiap hati orang yang sombong, yang angkuh. (Surah Al-Mu’min -40- ayat 35).
Jum’at, 15 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar