Bismillahirrahmanirrahiim
SEJARAH JEMAAT KAWALU CABANG NO.
119 TH. 1985
Jemaat Ahmadiyah Cabang Jakarta (Cabang No. 01) didirikan pada tahun 1932 dengan
Ketua dan Sekretarisnya Abdul Razak dan
Simon Sirati Kohongia; diikuti Cbg
Bandung No. 02 dan Bogor No. 03. Salah satu penantang sengit Ahmadiyah adalah
organisasi "Persis"(Persatuan
Islam) yang dipimpin oleh A. Hassan yang lebih dikenal dengan "Hassan Bandung" guru dari
Almarhum Mohammad Natsir mantan Ketua Rabithah Alam Islami dan Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia (DDII). Setelah berkali-kali terjadi surat menyurat dan
diskusi antara Ahmadiyah dan "Pembela Islam" yang merupakan media
Persis itu, menghasilkan kesepakatan diantara kedua belah pihak untuk
mengadakan suatu pertemuan yang ketika itu disebut "Openbare Debatvergadering” (Pertemuan Debat Terbuka) yang
pertama kalinya diadakan pada tanggal 14-15-16 April tahun 1933, bertempat di
gedung Sociteit "Ons Genoegen"
Naripanweg, Bandung, dengan topic utama “Masalah hidup matinya Nabi Isa a.s.” Debater dari Ahmadiyah: Maulana Rahmat Ali HAOT , Maulana Abubakar
Ayub HA dan Maulana Muhammad Sadiq
HA. Di dipimpin oleh Muhammad Syafi'i
dari PSII Bandung denganVerslaggever: Taher Gelar Sutan Tumenggung. Jumlah pengunjung
k.l. 1000 orang
Perdebatan ini mendapat perhatian luar biasa
dari pengunjung yang terdiri dari orang-orang Ahmadi dan masyarakat Islam kota Bandung. Ketika perdebatan berlangsung
selama beberapa hari di Bandung beberapa media pers di Bandung dan Jakarta
meliput peristiwa yang jarang terjadi ini. Nama Ahmadiyah semakin terkenal dan
hal demikian sangat menguntungkan tablighnya. Banyak diantara pengunjung memuji
ketangguhan Ahmadiyah dalam perdebatan itu, tetapi tidak sedikit juga diantara
mereka yang memutar balikkan fakta dengan mengatakan Ahmadiyah telah dikalahkan
oleh A. Hassan. Beberapa Ulama-ulama dari Bandung, Singaparna, Tasikmalaya,
Garut, Cianjur dan Sukabumi yang dipelopori oleh Anwar Sanusi dan Al-Hadad lewat surat kabar “Al-Mukmin” mencaci
maki habis-habisan Ahmadiyah. Sebagai hasil dari perdebatan itu telah
diterbitkan buku "Verslag Debat resmi" yang ditanda tangani oleh
kedua belah pihak yang berdebat, Pemimpin Sidang dan Verslaggevernya. Sementara itu masih ada pihak-pihak yang belum puas dengan hasil perdebatan itu dan mereka berusaha mempertemukan kembali kedua belah pihak itu dalam suatu perdebatan yang kedua. Setelah diadakan persiapan-persiapan seperlunya maka ditetapkanlah bahwa perdebatan kedua itu akan diadakan di Gedung Permufakatan Nasional di Gang Kenari, Jakarta dengan acara-acara sebagai berikut: Tanggal 28 September 1933: Hidup matinya Nabi Isa a.s. Tanggal 29 September 1933: Ada tidaknya Nabi sesudah Nabi Muhammad SAW.; Tanggal 30 September 1933: Kebenaran pendakwaan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad a.s.
Debaters pihak Ahmadiyah: Maulana Rahmat Ali HAOT. dan Maulana Abubakar Ayyub HA.
Debaters pihak Pembela Islam : A. Hassan cs. Pemimpin: R. Muhyiddin; Verslaggever: M. Saleh SA. dengan jumlah pengunjung lebih kurang 2000 orang. Sebagai akibatnya banyak orang yang bai’at masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah, seperti R. Muhyiddin yang kemudian menjadi Ketua Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah (Qadian) yang pertama (1), dan juga Entoy Mohammad Toyib (1900-1981) asal Singaparna, seorang pegiat dan penganut aliran Sosialis-Komunis yang pernah dibuang ke Boven Digul, sampai tahum 1935.
Pada
tahun 1933-1935 pedagang dari Tasik – Indihiang - Singaparna biasa datang ke
Jakarta untuk menjual kerajinan tangan
Tasik dan menginap di Hotel Mataram Molenvliet atau Jl. Hayamwuruk sekarang,
dimana mereka sudah banyak mendengar tentang Ahmadiyah terutama dengan telah
terjadinya perdebatan di Gg Kenari Jakarta Pusat (dengan membaca “officieel verslag debat”)
sehingga mempermudah pembicaraan Pa Entoy Toyib dengan orang-orang Tasik dan
Singaparna itu. Pada tahun 1935 Mln
Rahmat Ali menugaskan Entoy Toyib
untuk melakukan pertablighan kepada orang-orang Tasikmalaya dan sekitarnya.
Tahun 1935 Muballigh
Jemaat Ahmadiyah Mln. Rahmat Ali HAOT mendirikan Komite Ahmadiyah di Indihiang (di
rumah Wendy Endi sepuh, saudagar muda biasa bisnis ke Jakarta) untuk memperkuat
daya tarik Ahmadiyah kpd orang2 di Tasikmalaya dan menunjuk Entoy Mohammad Toyib (dan Uwen Juansah juga) sebagai ahli
debatnya.
Pada tanggal 22 April
1936 tiba di Garut Abdul Wahid, seorang pemuda muballigh asal Sumatra dan
dengan disokong oleh saudagar Amat bin Abdullah bergotong-royong membangun Mesjid Pertama Jemaat Ahmadiyah di Sanding
Garut (Cabang No. 05). Selanjutnya pada tahun 1938 berdiri Ranting Samarang. Orang-orang Garut yang pertama-tama masuk
Ahmadiyah antara lain Basyari Hasan,
yang menjadi Ketua Ranting Samarang (5), Sukri Barmawi Guru
HIS yang masuk Jemaat pada tahun 1939 dan diikuti oleh kakaknya Hasan Ahya
Barmawi pada tahun 1940, yang adalah Wedana Jatibarang.
Perdebatan di
Singaparna berlangsung pada tahun 1939-1940
dengan datangnya Mln. Rahmat Ali HAOT.,
Abdul Wahid HA, bersama Entoy
Mohammad Toyib; dan pada tahun 1942 Jemaat Ahmadiyah Cabang Singaparna (No. 11) didirikan oleh Muballigh Ahmadiyah Mln. Rahmat
Ali HAOT., dengan ketuanya yang pertama Abah
E. Argadiraksa putranya H. Zakaria –
Lurah Desa Cipakat Singaparna, yang membangun Mesjid Baiturrahim Babakan
Sindang, Cipakat – Singaparna (mulai dibangun tahun 1925 – diresmikan tahun 1940).
Cabang
Ahmadiyah Tasikmalaya (No. 04) didirikan pada tanggal 1 Mei 1941
yang selanjutnya membangun mesjid di atas tanah Rasli dan diresmikan oleh Muballigh asal India Malik Aziz Ahmad Khan pada tahun 1942. Malik Aziz Khan menikah dengan Tatan Khasanah
asal Garut yang salah satu anaknya (Munawar Ahmad) menjadi menantu Brigjen Polisi Ahmad Suriahaminata, yang adalah Ketua dan/atau
Wakil Ketua PB Jemaat Ahmadiyah sampai tahun 1980. (3)
(4), Tokoh
Jemaat Tasik lainnya antara lain Bapak dan Ibu Darma, ortunya Popon w/o
Suriahaminata. Ibu Darma pendonor utama pembangunan Mesjid Mubarak Jl. Pahlawan
Bandung.
Pada tahun 1938, H. Zaenal Abidin Sengkol Kawalu, pengusaha toko bahan bangunan yang bai’at setelah terjadi perdebatan di
Bandung, maka Jemaat Ahmadiyah mulai berkembang di Kawalu yaitu dengan
bai’atnya Maman Lukman bin Yudawinata (8) (9) bin
Yudapradja dan Enop Abdul Manan bin
Sulaeman bin Yudapradja, bersama
istri-istrinya masing-masing yaitu Enah Hunaenah dan Edoh Jubaedah binti H. Djahuri
& Siti Eha Julaeha; mereka bai’at pada tahun 1939. Kedua pemuda tadi adalah
asal Pesantren Sukamanah, yang ikut
dalam Gerakan Pemuda atau GP Ansor NU, yang awalnya ditugaskan untuk menjegal gerakan Ahmadiyah di Tasikmalaya dan
Kawalu, tetapi ternyata kalah argumentasi dalil..
Dari keluarga Maman
Lukman bai’at guru Ibrahim dan
istrinya Uwe Djuariyah, Obing (kakak iparnya Maman L) & istrinya
Piyoh, ysng kemudian menjadi w/o Iwa
Bogor, ayahnya Jamhur Bandung Humas PB.
Kehebohan orang-orang
di Desa Tanjung – Kawalu terjadi dengan baiatnya Maman Lukman c.s. tadi, akhirnya
keluarga Maman Lukman dan Ibrahim diusir dari rumah orang tuanya di Desa
Tanjung dan dijemput dengan 2 delman yang diiringi dengan sorak-ramai
orang-orang kampung, anak laki-laki Maman Lukman, Endang Hidayath yang baru
umur 2 tahun dipanggilnya dengan penghinaan
kicrik-kicrik! Mereka dibawa dan diamankan oleh Jemaat di Sukapura; yang
kemudian mereka pindah ke Tasikmalaya kota (1942).
Dari keluarga Abdul
Manan & Edoh bai’at Encen Winata Tasik, paman Edoh, Oyo Karyo polisi menantu Encen, Oyo Karyo
polisi yang ayahnya Dody Karyadi . Juga
ikut Nenek Kayah w/o Sulaeman, Acin
Kuraesin bin Sulaeman (w/o Husen – Bus Aman Abadi Ciamis), Momon Ahmad Makmun bin
Sulaeman, dan Bu Kioh bin Sulaeman. Acin
Kuraesin punya anak Ema Rohimah (w/o Sulaeman Muchtar/ Sulaeman Dolar) dan
Memet Rahmat Pusdik Parung. Hampir semua anak-anak dan cucunya masuk ke dalam
Jemaat Ahmadiyah. Juga keluarga adik-adik Edoh Jubaedah (w/o E Abdul Manan), Yuyu
bai’at th. 1952 (tahun 1961 menjadi w/o
Ali Mukhayat) dan Aa Siti Hafsah (w/o Abdul Manan; setelah Edoh wafat). Ali Mukhayat bai’at waktu kuliah di Yogja
karena membaca buku Ahmadiyah di Perpustakaan, kemudian bekerja di Semarang dan
bersama Yasin Al Hadi - Salatiga, Ahmad Dimyati - Tasik dan Suryaman menjadi
perintis Jemaat Semarang Cabang No. 26.
Dari keturunan Erpol –
Lurah Kersamenak, yang cucunya Dalem Sawidak, bai’at Enjum w/o Uca Muhammad Musa
simpatisan pendiri Koperasi Tasik, tidak bai’at tetapi selalu membela Ahmadiyah, yang adalah
ortunya Arif Dastaman Pusdik Parung, Makmur suami Atik Suwartika d/o Uca Muhammad Musa,
Elon Dahlan dan istrinya Enok Kuraesin, Siti Eha Julaeha yang ibunda Edoh
Jubaedah, Diding Endang Rusyud &
Djodjoh Jakarta – Cimahi. Selain itu
bai’at juga Sarimun polisi, M. Jaffar Mantri Polisi Kawalu, kemudian menjadi Pejabat
Kantor Kabupaten Tasikmalaya, Adang Havid bin Didi Kantadireja - Sukapura, Lili
Ramli dll.
Tadinya orang-orang
Jemaat Ranting Kawalu masuk Cabang Tasikmalaya, sampai diresmikan
menjadi Cabang Kawalu No. 119 pada
tahun 1985 dengan Ketuanya pertama Makmur, kemudian Oyo Karyo, kemudian E.
Abdul Manan, yang tadinya ketika tinggal di Jakarta, A. Manan sampai tahun 1984 menjadi Sekretaris
Tabligh II PB, atau Asisten Sektab I PB. Pipip Sumantri (2). Selanjutnya M. Jaffar menjadi Ketua
Cabang Kawalu menggantikan Abdul Manan. Ketua Jamaat Kawalu yang sekarang: Iyon
Sofyan.
Catatan kaki: “Sejarah
Jemaat Kawalu – Tasik” (dan Garut serta Manislor juga)
(1) Ketika
pulang dari debat hari terakhir itu ada orang yang menimpuki Mln Rahmat Ali
c.s. dengan batu; salah satu contohnya adalah Tamim dari Panaragan – Gunung Batu Bogor; namun sesampainya di rumah ia berpikir:
Mengapa saya melempari Muballigh Ahmadiyah yang telah memberikan dalilnya
dengan benar itu? Ia sadar dan merasa
menyesal, maka esok harinya ia menemui Mln Rahmat Ali, berdikusi dan bai’at.
Asyik, anaknya Tamim, bekerja di Warehouse Stanvac Sungagerong. Tamim teman
Ahmadi dengan mertua saya yang dulu, Nanie Sudarma – Majalah Sunda “Warga” Bogor. Nanie Sudarma kalau ke Mesjid Petojo
sering membawa istri saya yang dulu, menjumpai Rahmat Ali. Katanya Rahmat Ali
suka bagi2 uang kepada anak2, kalau kepada anak2 yang yang lain 2,5 sen atau
sebenggol, kepada istri saya setalen, 25 sen.
(2)
Sekitar tahun 1982 Abdul Manan Sektab II
PB melaporkan kepada Sektab I PB bahwa, di Indonesia satu-satunya (rencana)
pembangunan Mesjid/Mushalla Ahmadiyah yang diresolusi oleh masyarakat adalah
yang di Kawalu–Sindangwangi, Tasik.
(3)
Sebelum Rules & Regulations Anjuman
Tahrik Jadid (1987 / Tertulis) diterapkan kepada Jemaat di Indonesia, Pemilihan
Pengurus Besar diadakan melalui pemilihan 3 orang Formateur dalam “Kongres”. Yang Biasa terpilih adalah Moertolo SH., pejabat
tinggi Kejaksaan Agung, Brig.Jen. Ahmad Suriahaminata dari Mabes Polri dan
Kolonel Hasan Muhammmad HS. Formateur-lah yang kemudian menunjuk / memilih /
menetapkan anggota PB dan melaporkannya ke Pusat. Ada beberapa kali, Moertolo
dan Ahmad Suriahaminata bergiliran menjadi Ketua atau Wakil Ketua-nya di PB.
(4)
Raffi Faridz Ahmad (actor / presenter), lahir 17 Februari 1987 anak dari Munawar
Ahmad bin Malik Aziz Ahmad Khan dengan ibunya Amy Qanita anak Brigjen Pol.
Ahmad Suriahaminata.
(5)
Basyari
Hasan
Ketua Ranting Ahmadiyah Samarang-Garut
yang Kepala Desa Sukarasa pada tahun 1953 memberikan ceramah Isra’-Mi’raj di
Cirebon, yang dihadiri oleh Soetardjo Mantri Polisi Kec. Jalaksana Kuningan,
yang merasa tertarik kemudian bersama Bening, Kuwu Manislor (ayah Rastam
Ahmadi) dan Soekrono saudaranya, mengundangnya ke Manislor. Selama 4 hari ada 450 orang Manislor bai’at
masuk Ahmadiyah. Cabang Manislor No. 13 dan Cirebon No. 14.
(6)
Di zaman Perjuangan Kemerdekaan R.I.
pada Clash 1 (1947 pertempuran di Ambarawa) dan Clash II (1948 - Yogya diduduki
tentara Belanda) tersiar kabar bahwa akan datang Imam Mahdi dan Ratu Adil. Satu kali anak-anak kecil disuruh mencari dan
mengumpulkan 7 macam bunga untuk menyambut Imam Mahdi katanya. Sementara itu terdengar
kabar burung sampai di Jalaksana bahwa ada orang2 Manislor yang suka puasa
mati-geni selama 40 hari di atas loteng.
(7)
Ketika masih duduk di S R (SD sekarang),
sebelum pindah ke Bogor (1950), penulis
ikut sembahyang Jum’at-nya di Mesjid dekat Alun-alun Desa Jalaksana.
Khutbahnya disampaikan dalam Bahasa Arab (mana orang bisa ngerti?). Yang
memulai khutbah dalam bahasa Sunda adalah Basyari Hasan di Manislor tadi. Saya recek kepada paman istri saya Tubagus S
(ghair, tadinya pernah bai’at.tapi dipaksa keluar oleh anak2-nya, yang sedang maju
duniawinya) yang umurnya 2 tahun lebih tua dari penulis; ia katakan memang benar begitu; ia menambahkan
bahkan sekarang pun masih ada mesjid2 yang khutbahnya pakai bahasa Arab; bahkan
katanya pula, selesai Salat Jum’at itu ada Iqamat dan salat Zuhur lagi;
barangkali mereka anggap salat Jum’at yang 2 raka’at itu kurang afdhal.
Begitulah keadaan mereka yang belum mengikuti Imam Zaman.
(8)
Maman Lukman Yudawinata adalah cicit atau
grand-grand son dari Pangeran Papak Wangsa Muhammad, yaitu dari anaknya Siti
Aniyah Sutriyah (W 1925 di Kawalu) & Mama Kopral (Cianjur), Madsari – Lurah
di Cikebo & Enot cucu Dalem Sawidak kakaknya Erpol, kemudian Siti Mariyah
Tanjung (W 1982) &Yudawinata s/o Yudapradja.
(9)
Pangeran Papak Wangsa Muhammad (W 26-6-1899)
Da-i Islam di Cinunuk Wanaraja Garut; yang mengajarkan kepada murid-muridnya “Jangan lupa solat 5 waktu dan harus banyak
berdzikir mengingat Allah”. Pangeran
Papak adalah keturunan ke-12 Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi (1482-1521)
dari istrinya Ratu Ayu Rambut Kasih Sekar Arum Rutjitawati Kancana – Limbangan,
yang berputra diantaranya Prabu Hande Limansenjaya; Hande berputra a.l. Raden Wijaya Kusumah atau Sunan Cipancar inilah
cucu Prabu Siliwangi yang masuk Islam pada tahun 1525 M.
(10)
Cabang-cabang Jema’at perintis di
Indonesia: 01 Jakarta (1932), 02 Bandung, 03 Bogor, 04 Tasik (1941), 05 Garut, 06
Sukabumi, 07 Cianjur, 08 Ciandam, 09 Gondrong, 10 Kebayoran, 11 Singaparna
(1942). 12 Cikalongkulon, 13 Manislor (1953), 14 Cirebon, 15 Ciparay, 16 Leuwimanggu, 17 Sindangkerta,
18 Cisalada, 19 Wanasigra, 20 Rangkasbitung, 21 Purwokerto, 22 Kebumen, 23
Yoyakarta, 24 Surabaya, 25 Banjarnegara, 26 Semarang, 27 Panyairan ……
(11)
Penyebutan “nama-nama” di atas mengingat ada pasangannya dan
saudara-i-nya atau anak-keturunannya yang menjadi jauh atau tidak/ belum mengikuti jejak perintis pendiri/ pejuang
Jemaat Islam hakiki, Ahmadiyah, semoga mendapatkan taufik.
1 komentar:
Assalamu 'alaikum wr.wb.
Alhamdu lillaah...
warisan berupa ilmu dan info perihal sejarah jemaat di indonesia akan memacu dan memicu motivasi bagi para jemaat yang telah ditinggalkan atau akan ditinggal oleh generasi yang lebih dulu.
Kami tunggu tulisan2 lainnya Pak Pipip.
Posting Komentar