Kamis, 20 Februari 2014

SEJARAH JEMAAT AHMADIYAH CABANG KAWALU-TASIKMALAYA



Bismillahirrahmanirrahiim
SEJARAH  JEMAAT  KAWALU  CABANG  NO.  119  TH. 1985

Jemaat Ahmadiyah Cabang Jakarta (Cabang No. 01) didirikan pada tahun 1932 dengan Ketua dan Sekretarisnya Abdul Razak dan Simon Sirati Kohongia; diikuti Cbg Bandung No. 02  dan Bogor No. 03.  Salah satu penantang sengit Ahmadiyah adalah organisasi "Persis"(Persatuan Islam) yang dipimpin oleh A. Hassan yang lebih dikenal dengan "Hassan Bandung" guru dari Almarhum Mohammad Natsir mantan Ketua Rabithah Alam Islami dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Setelah berkali-kali terjadi surat menyurat dan diskusi antara Ahmadiyah dan "Pembela Islam" yang merupakan media Persis itu, menghasilkan kesepakatan diantara kedua belah pihak untuk mengadakan suatu pertemuan yang ketika itu disebut "Openbare Debatvergadering” (Pertemuan Debat Terbuka) yang pertama kalinya diadakan pada tanggal 14-15-16 April tahun 1933, bertempat di gedung Sociteit "Ons Genoegen" Naripanweg, Bandung, dengan topic utama “Masalah hidup matinya Nabi Isa a.s.”  Debater dari Ahmadiyah:  Maulana Rahmat Ali HAOT , Maulana Abubakar Ayub HA  dan Maulana Muhammad Sadiq HA.  Di dipimpin oleh Muhammad Syafi'i dari PSII Bandung denganVerslaggever: Taher Gelar Sutan Tumenggung. Jumlah pengunjung k.l. 1000 orang
Perdebatan ini mendapat perhatian luar biasa dari pengunjung yang terdiri dari orang-orang Ahmadi dan masyarakat Islam kota Bandung. Ketika perdebatan berlangsung selama beberapa hari di Bandung beberapa media pers di Bandung dan Jakarta meliput peristiwa yang jarang terjadi ini. Nama Ahmadiyah semakin terkenal dan hal demikian sangat menguntungkan tablighnya. Banyak diantara pengunjung memuji ketangguhan Ahmadiyah dalam perdebatan itu, tetapi tidak sedikit juga diantara mereka yang memutar balikkan fakta dengan mengatakan Ahmadiyah telah dikalahkan oleh A. Hassan. Beberapa Ulama-ulama dari Bandung, Singaparna, Tasikmalaya, Garut, Cianjur dan Sukabumi yang dipelopori oleh Anwar Sanusi dan Al-Hadad lewat surat kabar “Al-Mukmin” mencaci maki habis-habisan Ahmadiyah. Sebagai hasil dari perdebatan itu telah diterbitkan buku "Verslag Debat resmi" yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak yang berdebat, Pemimpin Sidang dan Verslaggevernya.
Sementara itu masih ada pihak-pihak yang belum puas dengan hasil perdebatan itu dan mereka berusaha mempertemukan kembali kedua belah pihak itu dalam suatu perdebatan yang kedua. Setelah diadakan persiapan-persiapan seperlunya maka ditetapkanlah bahwa perdebatan kedua itu akan diadakan di Gedung Permufakatan Nasional di Gang Kenari, Jakarta dengan acara-acara sebagai berikut: Tanggal 28 September 1933: Hidup matinya Nabi Isa a.s.  Tanggal 29 September 1933: Ada tidaknya Nabi sesudah Nabi Muhammad SAW.; Tanggal 30 September 1933: Kebenaran pendakwaan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad a.s.
Debaters pihak Ahmadiyah:  Maulana Rahmat Ali HAOT.  dan  Maulana Abubakar Ayyub HA.
Debaters pihak Pembela Islam : A. Hassan cs.  Pemimpin: R. Muhyiddin; Verslaggever: M. Saleh SA.    dengan jumlah pengunjung lebih kurang 2000 orang. Sebagai akibatnya banyak orang yang bai’at masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah, seperti R. Muhyiddin yang kemudian menjadi Ketua Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah (Qadian) yang pertama
 (1), dan juga Entoy Mohammad Toyib (1900-1981) asal Singaparna, seorang pegiat dan penganut aliran Sosialis-Komunis yang pernah dibuang ke Boven Digul, sampai tahum 1935.
Pada tahun 1933-1935 pedagang dari Tasik – Indihiang - Singaparna biasa datang ke Jakarta  untuk menjual kerajinan tangan Tasik dan menginap di Hotel Mataram Molenvliet atau Jl. Hayamwuruk sekarang, dimana mereka sudah banyak mendengar tentang Ahmadiyah terutama dengan telah terjadinya perdebatan di Gg Kenari Jakarta Pusat  (dengan membaca “officieel verslag debat”) sehingga mempermudah pembicaraan Pa Entoy Toyib dengan orang-orang Tasik dan Singaparna itu.  Pada tahun 1935 Mln Rahmat Ali menugaskan Entoy Toyib untuk melakukan pertablighan kepada orang-orang Tasikmalaya dan sekitarnya.
Tahun 1935 Muballigh Jemaat Ahmadiyah Mln. Rahmat Ali HAOT mendirikan Komite Ahmadiyah di Indihiang (di rumah Wendy Endi sepuh, saudagar muda biasa bisnis ke Jakarta) untuk memperkuat daya tarik Ahmadiyah kpd orang2 di Tasikmalaya dan menunjuk Entoy Mohammad Toyib (dan Uwen Juansah juga) sebagai ahli debatnya. 
Pada tanggal 22 April 1936 tiba di Garut Abdul Wahid, seorang pemuda muballigh asal Sumatra dan dengan disokong oleh saudagar Amat bin Abdullah bergotong-royong membangun Mesjid Pertama Jemaat Ahmadiyah di Sanding Garut (Cabang No. 05). Selanjutnya pada tahun 1938 berdiri Ranting Samarang.  Orang-orang Garut yang pertama-tama masuk Ahmadiyah antara lain Basyari Hasan, yang menjadi Ketua Ranting Samarang (5), Sukri Barmawi Guru HIS yang masuk Jemaat pada tahun 1939 dan diikuti oleh kakaknya Hasan Ahya Barmawi pada tahun 1940, yang adalah Wedana Jatibarang.
Perdebatan di Singaparna  berlangsung pada tahun 1939-1940 dengan datangnya Mln. Rahmat Ali HAOT.,  Abdul Wahid HA,  bersama Entoy Mohammad Toyib; dan pada tahun 1942  Jemaat Ahmadiyah Cabang Singaparna  (No. 11)  didirikan oleh Muballigh Ahmadiyah Mln. Rahmat Ali HAOT., dengan ketuanya yang pertama Abah E. Argadiraksa putranya H. Zakaria – Lurah Desa Cipakat Singaparna, yang membangun Mesjid Baiturrahim Babakan Sindang, Cipakat – Singaparna (mulai dibangun tahun 1925 – diresmikan tahun 1940).
Cabang Ahmadiyah Tasikmalaya (No. 04) didirikan pada tanggal 1 Mei 1941 yang selanjutnya membangun mesjid di atas tanah Rasli dan diresmikan oleh Muballigh asal India Malik Aziz Ahmad Khan pada tahun 1942.  Malik Aziz Khan menikah dengan Tatan Khasanah asal Garut yang salah satu anaknya (Munawar Ahmad)  menjadi menantu Brigjen Polisi Ahmad Suriahaminata, yang adalah Ketua dan/atau Wakil Ketua PB Jemaat Ahmadiyah sampai tahun 1980. (3) (4),  Tokoh Jemaat Tasik lainnya antara lain Bapak dan Ibu Darma, ortunya Popon w/o Suriahaminata. Ibu Darma pendonor utama pembangunan Mesjid Mubarak Jl. Pahlawan Bandung.
Pada tahun 1938, H. Zaenal Abidin Sengkol Kawalu, pengusaha toko bahan bangunan  yang bai’at setelah terjadi perdebatan di Bandung, maka Jemaat Ahmadiyah mulai berkembang di Kawalu yaitu dengan bai’atnya Maman Lukman bin Yudawinata (8) (9) bin Yudapradja dan Enop Abdul Manan bin Sulaeman bin Yudapradja,  bersama istri-istrinya masing-masing yaitu Enah Hunaenah dan Edoh Jubaedah binti H. Djahuri & Siti Eha Julaeha; mereka bai’at pada tahun 1939. Kedua pemuda tadi adalah asal Pesantren Sukamanah, yang  ikut dalam Gerakan Pemuda atau GP Ansor NU, yang awalnya ditugaskan untuk  menjegal gerakan Ahmadiyah di Tasikmalaya dan Kawalu, tetapi ternyata kalah argumentasi dalil..
Dari keluarga Maman Lukman bai’at guru Ibrahim dan istrinya Uwe Djuariyah, Obing (kakak iparnya Maman L) & istrinya Piyoh,  ysng kemudian menjadi w/o Iwa Bogor, ayahnya Jamhur  Bandung Humas PB.
Kehebohan orang-orang di Desa Tanjung – Kawalu terjadi dengan baiatnya Maman Lukman c.s. tadi, akhirnya keluarga Maman Lukman dan Ibrahim diusir dari rumah orang tuanya di Desa Tanjung dan dijemput dengan 2 delman yang diiringi dengan sorak-ramai orang-orang kampung, anak laki-laki Maman Lukman, Endang Hidayath yang baru umur 2 tahun  dipanggilnya dengan penghinaan kicrik-kicrik! Mereka dibawa dan diamankan oleh Jemaat di Sukapura; yang kemudian mereka pindah ke Tasikmalaya kota (1942). 
Dari keluarga Abdul Manan & Edoh bai’at Encen Winata Tasik, paman Edoh,  Oyo Karyo polisi menantu Encen, Oyo Karyo polisi yang ayahnya Dody Karyadi .  Juga ikut  Nenek Kayah w/o Sulaeman, Acin Kuraesin bin Sulaeman (w/o Husen – Bus Aman Abadi Ciamis), Momon Ahmad Makmun bin Sulaeman, dan Bu Kioh bin Sulaeman.  Acin Kuraesin punya anak Ema Rohimah (w/o Sulaeman Muchtar/ Sulaeman Dolar) dan Memet Rahmat Pusdik Parung. Hampir semua anak-anak dan cucunya masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah. Juga keluarga adik-adik Edoh Jubaedah (w/o E Abdul Manan), Yuyu bai’at th. 1952  (tahun 1961 menjadi w/o Ali Mukhayat) dan Aa Siti Hafsah (w/o Abdul Manan; setelah Edoh wafat).  Ali Mukhayat bai’at waktu kuliah di Yogja karena membaca buku Ahmadiyah di Perpustakaan, kemudian bekerja di Semarang dan bersama Yasin Al Hadi - Salatiga, Ahmad Dimyati - Tasik dan Suryaman menjadi perintis Jemaat Semarang Cabang  No. 26.
Dari keturunan Erpol – Lurah Kersamenak, yang cucunya Dalem Sawidak, bai’at Enjum w/o Uca Muhammad Musa simpatisan pendiri Koperasi Tasik, tidak bai’at  tetapi selalu membela Ahmadiyah, yang adalah ortunya Arif Dastaman Pusdik Parung,  Makmur suami Atik Suwartika d/o Uca Muhammad Musa, Elon Dahlan dan istrinya Enok Kuraesin, Siti Eha Julaeha yang ibunda Edoh Jubaedah,  Diding Endang Rusyud & Djodjoh Jakarta – Cimahi.  Selain itu bai’at juga Sarimun polisi, M. Jaffar Mantri Polisi Kawalu, kemudian menjadi Pejabat Kantor Kabupaten Tasikmalaya, Adang Havid bin Didi Kantadireja - Sukapura, Lili Ramli dll.
Tadinya orang-orang Jemaat Ranting Kawalu masuk Cabang Tasikmalaya, sampai diresmikan menjadi Cabang Kawalu No.  119  pada tahun 1985 dengan Ketuanya pertama Makmur, kemudian Oyo Karyo, kemudian E. Abdul Manan, yang tadinya ketika tinggal di Jakarta,  A. Manan sampai tahun 1984 menjadi Sekretaris Tabligh II PB, atau Asisten Sektab I PB.  Pipip Sumantri (2).  Selanjutnya M. Jaffar  menjadi Ketua Cabang Kawalu menggantikan Abdul Manan. Ketua Jamaat Kawalu yang sekarang: Iyon Sofyan.

Catatan kaki:  “Sejarah Jemaat Kawalu – Tasik” (dan Garut serta Manislor juga)
(1)     Ketika pulang dari debat hari terakhir itu ada orang yang menimpuki Mln Rahmat Ali c.s. dengan batu; salah satu contohnya adalah Tamim  dari Panaragan – Gunung Batu Bogor;  namun sesampainya di rumah ia berpikir: Mengapa saya melempari Muballigh Ahmadiyah yang telah memberikan dalilnya dengan benar itu?  Ia sadar dan merasa menyesal, maka esok harinya ia menemui Mln Rahmat Ali, berdikusi dan bai’at. Asyik, anaknya Tamim, bekerja di Warehouse Stanvac Sungagerong. Tamim teman Ahmadi dengan mertua saya yang dulu, Nanie Sudarma – Majalah Sunda “Warga”  Bogor. Nanie Sudarma kalau ke Mesjid Petojo sering membawa istri saya yang dulu, menjumpai Rahmat Ali. Katanya Rahmat Ali suka bagi2 uang kepada anak2, kalau kepada anak2 yang yang lain 2,5 sen atau sebenggol, kepada istri saya setalen, 25 sen.
(2)     Sekitar tahun 1982 Abdul Manan Sektab II PB melaporkan kepada Sektab I PB bahwa, di Indonesia satu-satunya (rencana) pembangunan Mesjid/Mushalla Ahmadiyah yang diresolusi oleh masyarakat adalah yang di Kawalu–Sindangwangi, Tasik.
(3)     Sebelum Rules & Regulations Anjuman Tahrik Jadid (1987 / Tertulis) diterapkan kepada Jemaat di Indonesia, Pemilihan Pengurus Besar diadakan melalui pemilihan 3 orang Formateur dalam “Kongres”.  Yang Biasa terpilih adalah Moertolo SH., pejabat tinggi Kejaksaan Agung, Brig.Jen. Ahmad Suriahaminata dari Mabes Polri dan Kolonel Hasan Muhammmad HS. Formateur-lah yang kemudian menunjuk / memilih / menetapkan anggota PB dan melaporkannya ke Pusat. Ada beberapa kali, Moertolo dan Ahmad Suriahaminata bergiliran menjadi Ketua atau Wakil Ketua-nya di  PB.
(4)     Raffi Faridz Ahmad (actor / presenter),  lahir 17 Februari 1987 anak dari Munawar Ahmad bin Malik Aziz Ahmad Khan dengan ibunya Amy Qanita anak Brigjen Pol. Ahmad Suriahaminata.
(5)     Basyari Hasan Ketua Ranting Ahmadiyah Samarang-Garut yang Kepala Desa Sukarasa pada tahun 1953 memberikan ceramah Isra’-Mi’raj di Cirebon, yang dihadiri oleh Soetardjo Mantri Polisi Kec. Jalaksana Kuningan, yang merasa tertarik kemudian bersama Bening, Kuwu Manislor (ayah Rastam Ahmadi) dan Soekrono saudaranya, mengundangnya ke Manislor.  Selama 4 hari ada 450 orang Manislor bai’at masuk Ahmadiyah. Cabang Manislor No. 13 dan Cirebon No. 14. 
(6)     Di zaman Perjuangan Kemerdekaan R.I. pada Clash 1 (1947 pertempuran di Ambarawa) dan Clash II (1948 - Yogya diduduki tentara Belanda) tersiar kabar bahwa akan datang Imam Mahdi dan Ratu Adil.  Satu kali anak-anak kecil disuruh mencari dan mengumpulkan 7 macam bunga untuk menyambut Imam Mahdi katanya. Sementara itu terdengar kabar burung sampai di Jalaksana bahwa ada orang2 Manislor yang suka puasa mati-geni selama 40 hari di atas loteng.
(7)     Ketika masih duduk di S R (SD sekarang), sebelum pindah ke Bogor (1950), penulis  ikut sembahyang Jum’at-nya di Mesjid dekat Alun-alun Desa Jalaksana. Khutbahnya disampaikan dalam Bahasa Arab (mana orang bisa ngerti?). Yang memulai khutbah dalam bahasa Sunda adalah Basyari Hasan di Manislor tadi.  Saya recek kepada paman istri saya Tubagus S (ghair, tadinya pernah bai’at.tapi dipaksa keluar oleh anak2-nya, yang sedang maju duniawinya) yang umurnya 2 tahun lebih tua dari penulis;  ia katakan memang benar begitu; ia menambahkan bahkan sekarang pun masih ada mesjid2 yang khutbahnya pakai bahasa Arab; bahkan katanya pula, selesai Salat Jum’at itu ada Iqamat dan salat Zuhur lagi; barangkali mereka anggap salat Jum’at yang 2 raka’at itu kurang afdhal. Begitulah keadaan mereka yang belum mengikuti Imam Zaman.
(8)     Maman Lukman Yudawinata adalah cicit atau grand-grand son dari Pangeran Papak Wangsa Muhammad, yaitu dari anaknya Siti Aniyah Sutriyah (W 1925 di Kawalu) & Mama Kopral (Cianjur), Madsari – Lurah di Cikebo & Enot cucu Dalem Sawidak kakaknya Erpol, kemudian Siti Mariyah Tanjung (W 1982) &Yudawinata s/o Yudapradja.
(9)     Pangeran Papak Wangsa Muhammad (W 26-6-1899) Da-i Islam di Cinunuk Wanaraja Garut; yang mengajarkan kepada murid-muridnya “Jangan lupa solat 5 waktu dan harus banyak berdzikir mengingat Allah”.  Pangeran Papak adalah keturunan ke-12 Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi (1482-1521) dari istrinya Ratu Ayu Rambut Kasih Sekar Arum Rutjitawati Kancana – Limbangan, yang berputra diantaranya Prabu Hande Limansenjaya; Hande berputra a.l. Raden Wijaya Kusumah atau Sunan Cipancar inilah cucu Prabu Siliwangi yang masuk Islam pada tahun 1525 M.
(10)  Cabang-cabang Jema’at perintis di Indonesia: 01 Jakarta (1932), 02 Bandung, 03 Bogor, 04 Tasik (1941), 05 Garut, 06 Sukabumi, 07 Cianjur, 08 Ciandam, 09 Gondrong, 10 Kebayoran, 11 Singaparna (1942). 12 Cikalongkulon, 13 Manislor (1953), 14 Cirebon,  15 Ciparay, 16 Leuwimanggu, 17 Sindangkerta, 18 Cisalada, 19 Wanasigra, 20 Rangkasbitung, 21 Purwokerto, 22 Kebumen, 23 Yoyakarta, 24 Surabaya, 25 Banjarnegara, 26 Semarang, 27 Panyairan ……
(11)  Penyebutan “nama-nama”  di atas mengingat ada pasangannya dan saudara-i-nya atau anak-keturunannya yang menjadi jauh atau tidak/ belum  mengikuti jejak perintis pendiri/ pejuang Jemaat Islam hakiki, Ahmadiyah, semoga mendapatkan taufik.

1 komentar:

Dildaar Ahmad Dartono mengatakan...

Assalamu 'alaikum wr.wb.

Alhamdu lillaah...

warisan berupa ilmu dan info perihal sejarah jemaat di indonesia akan memacu dan memicu motivasi bagi para jemaat yang telah ditinggalkan atau akan ditinggal oleh generasi yang lebih dulu.

Kami tunggu tulisan2 lainnya Pak Pipip.