Kamis, 28 Agustus 2008

Hanya Ketakwaan dapat Mensejahterakan Dunia

KETAKWAAN DAPAT MEMPERBAIKI KE-EKONOMIAN / KESEJAHTERAAN DUNIA

(Firman Allah Taala dalam Kitab Suci Alqur-aan Surah Al Hujuraat -49- ayat 13)

Untuk memeriksa keadaan ekonomi yang kadang-kadang menjadi sumber dari pertikaian maka mereka mendirikan World Justice System. Apa yang terjadi pada organisasi-organisasi ini setiap orang itu dapat melihatnya sendiri.. Sebab dari kegagalannya itu adalah dikarenakan kurangnya ketakwaan, tidak ada rasa takut kepada Tuhan. Yang dengan apakah mereka itu telah menaruh timbunan harta kekayaan atau kepandaian dan kekuatan dari ilmu pengetahuan, naka dikarenakan oleh kesombongan dan kebangga-banggaannya itu atau dengan menganggap diri mereka itu adalah pembawa bendera kedamaian yang lebih dari siapa pun juga dan menempatkan mereka pada landasan yang lebih tinggi dari bangsa yang lainnya. Mereka telah membuat tingkatan-tingkatan anggota tetap dan anggota tidak tetap yang juga tidak pernah dapat meraih kedamaian dikarenakan kurangnya rasa takut kepada Tuhan dan kurangnya ketakwaan. Jika sebuah Adidaya tertentu memiliki kawenangan untuk menanda-tangani beberapa dokumen dengan dirinya sendiri, maka system ini, kekuatan ini, kawenangan ini tidak akan dapat menyebarkan kedamaian. Jika akan terjadi kedamaian di dunia maka kedamaian di dunai ini hanyalah dengan melalui ajaran yang Allah telah wahyukan kepada Y.M. Nabi Muhammad s.a.w., yang pra-syaratnya itu adalah takwa, ketakwaan. Tentang segala bangsa-bangsa ini, sebagai umat manusia, Kitab Suci Al-Qur’an telah memberikan kepada kita sebuah ajaran, yang firman-Nya dalam Surah Al-Hujuraat (49) ayat 13:

Yaa ayyuhahan naasu ‘inna khalaqnaakum min dzakariw wa untsaa wa ja’alnaakum syu’uubaw wa qabaa-ila li ta’aarafuu inna akramakum ‘indallaahi atqaakum innallaaha ‘aliimun khabiir. (Surah Al-Hujuraat -49- ayat 13)

Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan; dan Kami telah menjadikan kamu bangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah, ialah yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada.

Jadi inilah ajaran dari persaudaraan Islam itu, untuk menciptakan kebersaudaraan dalam Islam itu dan untuk menegakkan kedamaian itu demikianlah perintah dari Allah ini. Seseorang yang bertakwa dan memiliki rasa takut kepada Tuhan, maka ia itu harus dengan sepenuhnya meng-aplikasikan ajaran ini kepada dirinya tentang kebersaudaraan ini dan untuk menyebarkannya kepada dunia. Orang-oang yang beriman telah duperintahkan, dengan perintah tentang kecintaan, kasih-sayang dan keadilan.

Tidak jadi soal betapa hebatnya mereka itu membuat Dewan Keamanan dan Komite Perdamaian, tetapi mereka itu tidak akan dapat menghilangkan keresahan dari dunia karena Bangsa Adidaya yang kuat itu telah mengambil kawenangan melebihi dari bangsa yang lainnya. Jadi, keamanan dan jaminan akan perdamaian dunia itu hanya akan dapat diberikan dan keresahan dari dunia itu hanya dapat dihilangkan jika superioritas kebangsaan yang salah itu dihilangkan.

Keresahan ini tidak akan dapat dihilangkan selama ras dan segala macam supremasi dan keistimewaan itu tidak dapat dihilangkan. Selama di dalam pikiran orang-orang dari Negara-negara dan Pemerintahan mereka itu tidak memiliki pemikiran ini dengan kesadaran yang penuh bahwa kami semua ini adalah anak-anak dari Adam dan pengembangan kami itu adalah sebagai hasil dari laki-laki dan perempuan maka sebagai seorang manusia itu, kita adalah sama di dalam pandangan dari Tuhan. Jika seseorang itu adalah memiliki keistimewaan di dalam pandangan Allah, yaitu seseorang yang memiliki ketakwaan dan ketakwaan siapa yang lebih tinggi atau superior itu hanyalah Tuhan Yang Mengetahuinya. Tak ada orang yang dapat menilai untuk dirinya sendiri sampai di mana tingkat ketakwaannya itu. Ia itu tidak dapat memeriksa tingkat kadarnya sendiri dan tidak dapat menguji tingkatan kadarnya sendiri, yang oleh karena itu Allah berfirman bahwa kedudukan kamu itu dan kelebihan kamu terhadap orang lainnya itu bukannya dikarenakan oleh keturunan dan bukan karena kebangsaan-mu, bukan karena warna kulitmu, bukan karena harta kekayaanmu atau kedudukan kamu di dalam masyarakat kamu. Tidak ada satu bangsa pun yang menjadi lebih superior yang dikaitkan dengan penguasaannya terhadap bangsa-bangsa yang lemah. Di dalam mata duniawi, kekuatan dunia ini dan Pemerintahan duniawinya ada memiliki suatu kedudukan tertentu tetapi bukannya dalam pandangan dari Tuhan. Apa pun yang tidak diketahuinya dalam pandangan Tuhan maka hal itu tidak akan dapat sukses di dalam tujuan-tujuan baiknya, apa pun yang telah dipergunakannya untuk keperluan tersebut. Islam mengatakan bahwa segenap manusia dan orang-orang itu adalah merupakan satu keluarga. Jika mereka itu hidup sebagai satu keluarga tunggal, hanya dengan demikianlah mereka itu akan saling menjaga kedamaian dan keamanannya satu sama lainnya. Sebagai anggota dari satu keluarga yang demikian itu mereka akan saling mencintai dan saling kasih-sayang satu terhadap yang lainnya. (22-6-2007)

Kamis, 28 Agustus 2008

Rabu, 27 Agustus 2008

PIAGAM MEDINAH dan PANCASILA

Bismillahirrahmanirrahiim

PIAGAM MEDINAH (622 M) dan PANCASILA (1945 M)

Piagam Medinah, dokumen politik yang diletakkan oleh Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw., sekitar 14 abad yang lalu dan yang telah menetapkan kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat, tentang keselamatan harta benda dan larangan orang melakukan kejahatan. Nabi saw. telah membukakan pintu baru dalam kehidupan politik dan peradaban dunia masa itu. Dunia, yang selama ini hanya menjadi permainan tangan tirani, yang dikuasai oleh kekejaman dan yang menjadikan kehancuran semata. (Muhammad Husain Haikal: “Sejarah Hidup Muhammad” halaman 205 Cetakan tahun 2003).
Kebebasan Beragama yang dipraktekkan Nabi Muhammad saw. dalam Piagam Madinah
Ke-bhinekaan dalam kehidupan social dicontohkan oleh Nabi Muhammad pada saat beliau dipercaya untuk memimpin masyarakat Madinah. Masyarakat Madinah adalah masyarakat yang beragam. Mereka terdiri atas berbagai suku dan agama. Oleh karena itu kehidupan di Madinah dibangun atas dasar consensus yang kemudian dituangkan dalam 'konstitusi' yang kemudian dikenal dengan sebutan Piagam Madinah. Dalam piagam Madinah ini disebutkan bahwa semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari banyak suku, tetapi merupakan satu komunitas. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dengan anggota komunitas-komunitas lainnya didasarkan atas prinsip-prinsip:
(a) bertetangga baik
(b) saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
(c) membela mereka, orang-orang yang teraniaya
(d) saling menasehati dan
(e) menghormati kebebasan beragama.

Satu hal yang patut dicatat bahwa Piagam Madinah yang oleh banyak pakar politik didakwakan sebagai konstitusi Negara Islam yang pertama itu tidak menyebut Islam sebagai agama Negara.

Tujuan satu-satunya aksi damai di Monas tanggal 1-6-2008 adalah untuk memperingati hari lahir Pancasila. Peringatan ini dilakukan demi memperkuat ikatan kebangsaan dan ke-Indonesiaan yang semula dirajut oleh para the Founding Fathers dengan memilih Pancasila sebagai ideologi negara. Kalau dipikir secara mendalam, pilihan itu tentu tidak mudah, tetapi sangat bijaksana. Muncul pertanyaan mengapa tidak memilih ideologi Islam? Bukankah sebagian besar para the Founding Fathers adalah tokoh-tokoh Islam yang sangat dikenal? Jawabannya tegas, memilih agama sebagai ideologi negara NKRI akan sangat problematik. Bicara soal agama berarti bicara soal tafsir, dan bicara soal tafsir pasti sangat beragam, tidak pernah tunggal. Pertanyaannya lalu tafsir mana akan dipakai pedoman oleh pemerintah? Sungguh tidak mudah dan pasti sangat problematik.

Jadi, betapa cerdas dan bijaknya para pendahulu bangsa ini memilih Pancasila. Pancasila mengajarkan agar pemerintah NKRI bersikap netral dan adil terhadap semua penganut agama dan kepercayaan. Pemerintah tidak perlu mencampuri urusan substansi ajaran setiap agama dan kepercayaan. Pemerintah cukup menjamin agar setiap warga dapat mengekspressikan ajaran agama dan kepercayaan masing-masing secara aman, nyaman dan bertanggung jawab. Pemerintah NKRI tidak berhak mengakui mana agama yang resmi dan tidak resmi atau agama yang diakui atau tidak diakui. Semua penganut agama memiliki posisi setara di hadapan hukum dan perundang-undangan.

Tidak ada istilah mayoritas dan minoritas. Semua warga adalah pemilik sah negeri ini. Karena itu, sikap pemerintah membiarkan perilaku diskriminatif dan penganiayaan serta penindasan terhadap kelompok agama minoritas, seperti terhadap orang-orang penghayat kepercayaan, pemeluk agama lokal, dan sejumlah komunitas agama dan kepercayaan lainnya, karena ini jelas bertentangan dengan Pancasila.

Dasar kebebasan beragama yang dianut oleh Nabi Muhammad saw. adalah firman Allah Taala di dalam Alqur-aan:
1. Laa ikraaha fid diini …... Tidak ada paksaan dalam agama …… (Al Baqarah, 2:256)
2. Lakum diinukum wa liya diin. Bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku. (Al Kaafiruun, 109:6)

Kamis, 28 Agustus 2008.

Selasa, 26 Agustus 2008

IMAM MAHDI akan DIMUSUHI ULAMA

Bismillahirrahmanirrahiim

IMAM MAHDI YANG BENAR AKAN DIMUSUHI ULAMA; JIN dan MANUSIA

Salah satu ciri kedatangan Imam Mahdi yang benar adalah bahwa beliau itu bukannya di-eluk-elukan dengan sambutan yang mesra tetapi permusuhan-lah yang beliau dapatkan itu. Bilamana Imam Mahdi yang sudah dijanjikan kedatangannya itu memang wujud yang benar adanya, maka Allah Taala akan mendukung dan menolong beliau dan Jama’atnya dengan kemenangan yang nyata, yang dapat dilihat dan disaksikan oleh orang-orang yang mau menggunakan akal sehatnya, betapa pun ia dimusuhi orang..

Imam Muhyiddin Ibnu Arabi r.a. menulis di dalam bukunya Futuhat Makiah jilid III halaman 374:

Wa idzaa kharaja hadzaal imaamul mahdiyyu fa laisa lahu ‘aduwwun mubiin illal fuqahaa’u khashshat.
Apabila Imam Mahdi datang, waktu itu yang menjadi musuh-musuh beliau tidak lain melainkan ulama-ulama dan fuqahaa (ahli fiqih).

NABI-NABI DITOLAK OLEH JIN DAN MANUSIA (Alqur-aan; Surah Al-An’aam ayat 111-112)

Surat Al An’aam -6- ayat 112:

Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh berupa Syaitan dari manusia dan jin.


Wa ka dzaalika ja’alnaa li kulli nabiyyin ‘aduwwan syayaathiinal insi wal jinni yuuhii ba’dhuhum illa ba’dhin zukhrufal qauli ghuruuraw wa lau syaa-a rabbuka maa fa’aluuhu fa dzarhum wa maa yaftaruun.

Dan, dengan cara demikian Kami menjadikan musuh setiap Nabi, Syaitan-syaitan di antara manusia dan jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata indah untuk mengelabui. Dan, jika Tuhan engkau menghendaki, meeka tidak akan mengerjakannya; maka biarkanlah mereka dengan apa yang mereka ada-adakan itu.

Kata-kata manusia dan jin yang banyak kali disebut dalam ayat-ayat Alqur-aan bukanlah berarti ada dua macam mahluk Allah yang berlainan; kedua-duanya adalah golongan manusia juga. Manusia mengisyaratkan pada manusia biasa, orang-orang awam atau rakyat jelata, sedangkan jin di-isyaratkan kepada orang-orang besar yang biasa hidup memisahkan diri dari rakyat jelata dan tidak berbaur dengan rakyat sehingga boleh dikatakan tersembunyi dari penglihatan umum.

Surat Al An’aam -6- ayat 112:

Biarpun malaikat dan orang-orang yang sudah mati yang berbicara dengan mereka, mereka tokh tetap tidak akan beriman kepada Nabi, Utusan Allah itu:


Wa lau annanaa nazzalnaa ilaihimul malaa-ikata wa kallamahumul mautaa wa hasyarnaa ‘alaihim kulla syai-in qubulam maa kaanu li yu’minuu illaa ay yasyaa-allaahu walaakinna aktsarahum yajhaluun.

Dan, sekalipun jika Kami menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami mengumpukan di hadapan mereka segala sesuatu berhadap-hadapan, niscaya mereka tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki. Akan tetapi, kebanyakan mereka tidak berpengetahuan.

Salah satu tugas dari malaikat-malaikat ialah untuk membisikkan kepada manusia pikiran-pikiran baik untuk mengajak pada kebenaran; yang kadang-kadang malaikat-malaikat ini melaksanakan tugasnya dengan melalui mimpi-mimpi dan kasyaf (vision). Orang-orang muttaki yang sudah wafat kadang-kadang muncul di dalam mimpi orang yang dikenalnya untuk membenarkan da’wa Nabi, Utusan Allah.

Jadi demikianlah agar dapat dimaklumi oleh orang-orang yang bisa menggunakan akal sehatnya, dan dengan mempelajari Hadits-hadits Nabi saw. dan Firman Allah Taala di dalam Kitab Suci Alqur-aan, maka penolakan dan permusuhan kepada Nabi-nabi dan Imam Mahdi itu, justru akan membenarkan dan menggenapi nubuatan-nubuatan yang sudah diberikan oleh orang-orang suci itu.

Tetapi bagi orang-orang yang hasud dan berpikiran dengki, biarpun malaikat yang memberi-tahukannya kepada mereka, atau leluhur mereka dan orang-orang suci yang meng-isyaratkannya kepadanya tentang kebenaran Nabi dan Utusan Allah itu, tokh mereka tetap saja tidak akan mau mempercayainya; sampai Allah Taala sendiri yang memberi taufik dan hidayat kepada mereka untuk menerima kebenaran itu.


وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَ الَمِينَ

“Wa aakhiru da’wahum anil hamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin”
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS 10:10)


Rabu, 27 Agustus 2008.

Senin, 25 Agustus 2008

KEKERASAN - TIDAK SESUAI AJARAN iSLAM


Bismillahirrahmanirrahiim

ME-LEGITIMASI TINDAKAN KEKERASAN TERHADAP ORANG YANG MENGAKU NABI, ini TIDAK SESUAI DENGAN AJARAN ISLAM, ALQUR-AAN DAN SUNNAH NABI MUHAMMAD saw.

Kekeliruan dari Amin Djamaluddin.

Di dalam Bukunya Amin Djamaluddin, Ketua LPPI berjudul “Ahmadiyah dan Pembajakan Al-Qur’an” (April 2003) halaman V ditulis: Karena Musailamah mengaku dirinya sebagai Nabi, maka dia dijuluki dengan Musailamah Al-Kazzab (Musailamah si Pendusta). Dan Musailamah tersebut langsung diperangi oleh Khalifah Abu Bakar, sehingga si pendusta tersebut mati terbunuh”. Pernyataan sedemikian diucapkan juga oleh Pengacara TPM dalam Debat di TiviOne sekitar tanggal 11 Juni 2008 sore hari.

Ini tidak sesuai dengan kenyataan sejarahnya, seperti yang ditulis oleh Haekal. Banyak orang-orang yang karena hasutan ulama / mullah yang tidak mengerti fakta sejarah dan sunnah Nabi saw., melakukan kekerasan terhadap Nabi dan para pengikut Nabi yang disangkanya Nabi palsu atau dusta. Mereka itu termasuk TPM-nya melakukan kekeliruan dengan melegitimasi perbuatan kekerasan tersebut karena membaca dalam sejarah bahwa Hadhrat Abu Bakar Siddiq r.a. yang sebagai Khalifah telah melakukan gerakan militernya menghadapi perbuatan makarnya Musailamah dan para pengikutnya di Yamama. Padahal tindakan Hadhrat Abu Bakar dan Jama’at Islam ini bukanlah karena pendakwaan kenabiannya Musailamah, tetapi karena Musailamah dan para pengikutnya bersekutu dengan Banu Hanifah yang bertujuan makar untuk menghancurkan sendi-sendi kehidupan dan persatuan Jama’at Muslim. (Bacalah buku: Sejarah Hidup Muhammad, oleh Muhammad Husain Haekal).

Ketika Yang Mulia Nabi Muhammad saw. masih hidup, Musailamah pada masa yang sama juga mendakwakan diri sebagai Nabi di Nejd, Jazirah Arabia. Atas pendakwaan Musailamah itu, dan juga terhadap dua orang lainnya yang mendakwakan diri sebagi Nabi, Tulaiha dan Aswad Al-Ansi, Nabi Muhammad saw. itu tidak menghiraukannya.

Ketika Musailamah mengirimkan dua orang utusannya dengan membawa surat kepada Nabi Muhammad saw. dengan mengatakan bahwa dia, Musailamah Nabi, dan “Separuh bumi ini buat kami dan yang separuh lagi buat Quraisy; tetapi Quraisy adalah golongan yang tidak suka berbuat adil.” Maka Nabi Muhammad saw. membalas dengan surat yang isinya mengatakan bahwa: … “beliau saw. sudah membaca isi suratnya dengan segala kebohongannya itu, dan bahwa bumi ini kepunyaan Allah yang akan diwarisi oleh hamba-hamba yang berbuat kebaikan. Dan selamat dan sejahtera bagi orang yang mengikuti bimbingan yang benar.” (Baca: Haekal).

Sampai wafatnya Nabi Muhammad saw., Musailamah masih tetap hidup dan masih mengaku sebagai Nabi. Jadi tidak ada contoh sunnah dari Nabi Muhammad saw. untuk mengambil tindakan dan kekerasan fisik terhadap seorang pendakwa kenabian dan para pengikutnya, walau pun beliau saw. mengetahui bahwa Musailamah itu adalah seorang pendusta belaka.

Bilamana para ulama/mullah itu cenderung pada tindakan kekerasan terhadap orang dan golongan yang dianggap bahwa akidahnya tidak sesuai dengan akidah orang kebanyakan, hal itu disebabkan karena mereka itu tidak mengerti atau tidak mau mengerti akan hakikat dari firman Tuhan yang ada di dalam Kitab Suci Alqur-aan; tidak seperti pengertian dari Y.M. Nabi Muhammad saw., wujud yang menerima wahyu dari Allah itu sendiri, yaitu:

Surat Al An’aam -6- ayat 118:
Inna rabbaka huwa a’lamu may yadhillu ‘an sabiilihi wa huwa a’lamu bil muhtadiin.
Sesungguhnya Tuhan engkau adalah Dia Yang maha Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dia Maha Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Dan dalam Surah An Nahl -16- ayat 125

رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿١٢٥﴾

Inna rabbka huwa ‘alamu bi man dhalla ‘an sabiilihii wa huwa a’lamu bil muhtadiin.
Sesungguhnya, Tuhan engkau Dia lebih mengetahui siapa yang telah sesat dari jalan-Nya; dan Dia Maha Mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.

Bahwa, dalam hal keimanan itu bukanlah mayoritas atau minoritas yang berlaku sebagai hakim untuk menetapkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Dia-lah Tuhan yang memberikan keputusan-Nya dengan menunjukkan Tanda-tada samawi, Tanda-tanda dari Langit berupa bantuan dan dukungan-Nya terhadap golongan yang mengikuti jalan kebenaran.

Jadi, tidak seperti yang dikerjakan oleh para Ulama/Mullah yang sebenarnya salah dan keliru serta tidak sesuai ajaran Islam, maka dalam hal keimanan, kepercayaan dan akidah ini, pegangan dari Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. itu adalah seperti Firman Tuhan yang ada di dalam Kitab Suci Alqur-aan:

1. Surat Al Baqarah ayat 256:

Laa ikraaha fid diini = Tidak ada paksaan dalam agama.

لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ


2. Surat Al Kaafiruun -109- ayat 6:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾

Lakum diinukum wa liya diin = Bagi kama agama kamu dan bagiku agamaku.

Jadi sebenarnya pegangan seperti inilah yang juga harus digunakan oleh para Ulama dan Mullah serta umat Muslimin itu, yang dengan mengikuti ajaran Alqur-aan dan Sunnah Nabi Muhammad saw. ini, maka dengan demikian insya Allah akan tercapai rasa tenteram dan kedamaian serta saling pengertian di dalam masyarakat dan bangsa NKRI yang penuh dengan ke-Bhineka-an ini. Aamiin.


وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Wa aakhiru da’wahum anil hamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin”
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS 10:10)


Selasa, 26 Agustus 2008

Minggu, 24 Agustus 2008

LAA NABIYYA BA'DI - HAKIKAT ARTINYA

Bismillahirrahmanirrahiim

LAA NABIYYA BA’DI, Pokoknya tidak ada Nabi lagi, Nabi apa pun juga, kata mereka itu!

Surah Al Mu’min -40- ayat 34:


Wa laqad jaa-akum yuusufu min qablu bil bayyinaati fa maa ziltum fii syakkim mim maa jaa-akum buhii hatta idzaa halaka qultum lay yab’atsallaahu mim ba’dihii rasuulan ka dzaalika yudhillul-laahu man huwa musrifum murtaab.

Dan sesungguhnya telah datang kepadamu Yusuf sebelum ini dengan bukti-bukti yang nyata, tetapi kamu selalu dalam keraguan terhadap apa yang dibawanya kepada kamu, Kemudian tatkala ia telah mati, kamu berkata: “Allah sekali-kali tidak akan mengutus sesudah dia seorang Rasul.” Demikianlah Allah telah menetapkan sesat, barangsiapa yang melapaui batas, yang ragu-ragu.

Hadits Laa Nabiyya ba’di tidak dapat diragukan lagi tentang keshahihannya; tetapi tidak dapat dipungkiri akan adanya sabda-sabda beliau saw yang berkenaan dengan kedatangan Imam Mahdi dan Isa ibnu Maryam yang akan menjadi pemimpin bagi ummat Islam di akhir zaman yang memiliki predikat sebagi Nabi Allah dan Khalifah Allah di bumi, yang dengan kepemimpinannya itu akan meniadakan peperangan dan akan menegakkan kedamaian di bumi. Kalau diperhatikan secara sepintas saja, nampak seakan-akan ada kontradiksi satu sama lainnya dari hadits tersebut; yakni di satu kesempatan Nabi saw. bersabda “Laa nabiyya ba’di”, sedangkan pada beberapa kali kesempatan lainnya beliau saw mengatakan tentang akan datangnya Isa Al-Masih, atau Isa ibnu Maryam yang berpangkat Imam Mahdi, sesudahnya beliau saw. Padahal yang disabdakan sebagai Laa nabiyya ba’di itu adalah tidak akan ada lagi Nabi Utusan Allah yang di luar syari’at beliau, di luar syari’at Islam, sebagaimana dalam hadits yang senada, Nabi Muhammad saw bersabda: "inniy aakhirul-anbiya' wa inna masjidiy aakhirul-masaajid" Artinya: Aku adalah nabi yang terakhir dan mesjidku adalah mesjid yang terakhir. (Hadits shahih riwayat Muslim), bahwa tidak akan ada lagi nabi dan tidak ada lagi mesjid yang di luar syari’atku, Nabi dan mesjid yang di luar syari’at Islam. Demikian juga ada beberapa hadits-hadits lainnya di mana Nabi Muhammad saw mengatakan “Laisa bainii wa baina iisa nabiyyi wa innahu nazila …….. “ Tidak ada seorang Nabi antara aku dan Isa, dan sungguh ia – Nabi Isa itu - akan turun ……. (HR Abu Dawud dari Hadhrat Abu Hurairah ra; dan Kanzul-Umal, Juz XIV / 388843).

Demikianlah keadaannya bahwa banyak orang yang mengartikan secara mutlak Tidak ada lagi nabi – Laa nabiyya ba’di itu, yang pokoknya nabi macam apa pun tidak boleh datang lagi, tidak boleh ada lagi, betapa pun banyaknya ayat-ayat Kitab Suci Alqur-aan yang menentang arti secara mutlak bahwa tidak ada lagi Utusan Allah setelahnya Nabi Muhammad Rasulullah saw itu. Pandangan seperti ini telah terjadi pada para pengikut agama, jadi bukanlah merupakan hal yang baru. Pengikut Nabi Yusuf as., karena cintanya dan fanatisme mereka terhadap Nabi Yusuf, mereka meyakini bahwa setelah Nabi Yusuf itu tidak akan datang lagi Nabi. Sebagaimana yang ada di dalam Alqur-aan Surah Al-Mukmin -40- ayat 34:

Wa laqad jaa-akum yuusufu min qablu bil bayyinaati fa maa ziltum fii syakkim mim maa jaa-akum buhii hatta idzaa halaka qultum lay yab’atsallaahu mim ba’dihii rasuulan ka dzaalika yudhillul-laahu man huwa musrifum murtaab.

Dan sesungguhnya telah datang kepadamu Yusuf sebelum ini dengan bukti-bukti yang nyata, tetapi kamu selalu dalam keraguan terhadap apa yang dibawanya kepada kamu, Kemudian tatkala ia telah mati, kamu berkata: “Allah sekali-kali tidak akan mengutus sesudah dia seorang Rasul.” Demikianlah Allah telah menetapkan sesat, barangsiapa yang melapaui batas, yang ragu-ragu.

Kaum Yahudi pun telah sepakat dalam ijma mereka bahwa: “Tidak ada nabi setelah Musa as.” Demikian juga di masa Nabi Muhammad saw., tidak saja manusia, tetapi jin sekali pun telah menyatakan pendapat mereka, atau mereka telah berprasangka bahwa: “Allah tidak akan lagi mengutus seorang Rasul pun.” Surah Al Jinn -72- ayat 8:
Wa annahuu kaana rijaalum minal insi ya’uudzuuna birijaalim minal jinni fa zaaduuhum rahaqaa.

Dan sesungguhnya mereka (jin) menyangka sebagaimana kamu menyangka bahwa Allah tidak akan membangkitkan seorang pun (Rasul).

Jadi semenjak zaman Nabi Yusuf a.s. orang-orang Yahudi dan orang-orang berikutnya itu pun tidak mempercayai lagi kedatangan Rasul mana pun sesudahnya Nabi Yusuf a.s.

Pendapat mereka itu ternyata tidak benar, karena walau pun secara turun temurun pendapat mereka itu demikian, namun Allah sesuai sunnah-Nya tidak akan pernah berubah, yang terus-menerus akan menurunkan atau mengutus Nabi-nabi-Nya di mana Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang layak untuk menjadi Rasul-Nya, menjadi Utusan-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-An’aam -6- 125:


……… allaahu a’lamu haitsu yaj’alu risaalatahuu ……..
……… Allah Maha Mengetahui di mana Dia akan menempatkan risalat-Nya, menempatkan Rasul atau Utusan-Nya ……..

Demikianlah di dalam surah Al-Fatihah, Allah telah mengajarkan doa yang harus dibaca oleh setiap orang Muslim dalam setiap shalat:
Ihdinash shiraathal mustaqiim – Tunjukilah kami jalan yang lurus
Shiraathal ladziina an’amta ‘alaihim …….
Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka ………
Di mana nikmat terbesar yang diharapkan sejak Nabi Ibrahim a.s. itu adalah nikmat kenabian (2:124 – innii jaa’iluka lin naasi imaaman …..). Nikmat pangkat kenabian (4:69 – minan nabiyyiina wash shiddiiqiina wasy syuhadaa-i wash shaaliina) yang dapat diraih oleh Ibrahim a.s. dan anak keturunan beliau, di mana anak-anak beliau pun nabi, cucu dan cicit beliau pun menjadi nabi, menjadi imam dari manusia yang kaumnya itu.

Sayangnya, para Nabi Allah itu selalu mendapatkan perlawanan dari kaumnya, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Yaa Siin -36- ayat 30:

Yaa hasratan ‘alal ‘ibaadi maa ya’tiihim mir rasuulin illa kaanuu yastahzi-uun.
Ah, sayang bagi hamba-hamba-Ku! Tidak pernah datang kepada mereka seorang Rasul, melainkan mereka senantiasa mencemoohkannya, meng-olok-olokkannya.

Padahal sudah menjadi ketentuan umum bahwa manakala manusia telah jauh dari zaman nabi tersebut dan tiba saatnya Allah SWT sesuai sunnah-Nya harus mengirim Utusan-Nya untuk melakukan perbaikan di muka bumi; yang tidak terbayangkan di dalam benak dan alur pikiran manusia saat itu, apakah ada orang yang layak menjadi orang suci, menjadi nabi di antara manusia se-zaman dengannya itu. Itulah sebabnya mengapa Nabi-nabi Allah yang senantiasa datang untuk membawa kemajuan ruhani dan jasmani manusia, untuk menyelamatkan manusia dari bujukan syaitan hawa nafsu duniawi, dan untuk membawa dan membimbing manusia ke jalan-Nya kepada Allah Taala, senantiasa mendapatkan perlawanan dari kaumnya sebagaimana yang telah difirmankan oleh-Nya tadi (36:30).

Semoga umat Islam dapat terhindar dari pandangannya yang salah dan sikap seperti itu, dan dengan karunia dan kasih-sayang-Nya serta ke-Murahan-Nya dapat terselamatkan dari kemurkaan Allah.

A lam yarau kam ahlaknaa qablahum minal quruuni annahum ilaihim laa yarziuun.

Apakah mereka tidak melihatnya, betapa banyak keturunan yang telah Kami binasakan sebelum mereka, bahwa orang-orang itu tidak kembali lagi kepada mereka? (Surah Yaa Siin -36- ayat 31)

Isyarat ini agaknya tertuju pada azab Ilahi yang bersifat universal. Selanjutnya:

Alladziina yujaadiluuna fii aayaatillaahi bi ghairi sulthanin ataahum kabura maqtan ‘indallaahi wa ‘indal ladziina aamanuu ka dzalika yathba’ullaahu ‘alaa kulli qalbi mutakabbirin jabbaar.

Mereka yang berbantah-bantahan tentang tanda-tanda Allah tanpa menggunakan dalil yang datang kepada mereka. Sungguh besar kemurkaan Allah di sisi orang-orang beriman. Demikianlah Allah menyegel setiap hati orang yang sombong, yang angkuh. (Surah Al-Mu’min -40- ayat 35).

Jum’at, 15 Agustus 2008

NABI PALSU TIDAK AKAN BERTAHAN DI DUNIA

Bismillahirrahmanirrahiim

NABI PALSU? HARUS BAGAIMANA MENGHADAPINYA?
APA FIRMAN TUHAN DI DALAM KITAB SUCI ALQUR-AAN?
BAGAIMANA SIKAP Y.M. NABI MUHAMMAD SAW.?
MENGAPA HARUS REPOT-REPOT MELAKUKAN ANARKISME?


NABI BARU DIPAKAI ULAMA/MULAH DAN ORANG POLITIK UNTUK TUJUAN MENCARI KEKUASAAN DUNIAWI.

Isu adanya Nabi baru, Nabi yang palsu/pendusta atau mungkin juga Nabi yang benar-benar sebagai Utusan yang diturunkan oleh Allah Yang Maha Kuasa, Tuhan yang ber-Kuasa untuk menurunkan Nabi dan Utusan atau Rasul-Nya kapan saja Dia menghendakinya, banyak kali digunakan sebagai isu politik oleh orang-orang, baik ulama atau non-ulamanya juga, yang punya tujuan mencari kekuasaan politik duniawi, jadi bukan karena demi kecintaan kepada Islam, demi untuk mempertahankan kesucian Islam, seperti yang biasa mereka gembar-gemborkan .dan yang membuat keresahan dan kerusuhan di mana-mana, terror dan anarkisme yang amat merugikan masyarakat, bangsa dan Negara. Ada juga banyak oknum atau pun gerakan-gerakan aliran yang didirikan oleh sekelompok orang yang karena tidak memiliki pekerjaan formal, atau karena sulitnya mencari pekerjaan dan penghasilan yang wajar, maka mereka membentuk gerakan-gerakan atau forum semacam itu, di mana mereka dapat memperoleh dana dari sponsor yang membiayai gerakan atau forum tersebut untuk mengejar tujuan mereka, termasuk tujuan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang ada. Inilah yang tidak disadari oleh banyak orang-orang awam di dalam masyarakat, kecuali oknum-oknum yang memanfaatkan orang-orang ini untuk mendukung kekuatan politiknya, yang untuk itu ada disediakan dana dari sponsornya.


LEGITIMASI KEKERASAN TERHADAP NABI yang dikiranya NABI PALSU

Banyak orang-orang awam yang karena hasutan ulama / mullah yang diceritakan di atas, melakukan kekerasan pisik terhadap Nabi dan para pengikut Nabi yang disangkanya Nabi palsu atau dusta. Mereka itu termasuk TPM-nya melakukan kekeliruan dengan melegitimasi perbuatan kekerasan tersebut hanya karena membaca, atau karena memang belum membacanya dalam sejarah, bahwa Hadhrat Abu Bakar Siddiq r.a. yang sebagai Khalifah setelah wafatnya Nabi Muhammad s.a.w. itu telah melakukan gerakan militer dalam menghadapi perbuatan makarnya Musailamah dan para pengikutnya di Yamama. Padahal tindakan Hadhrat Abu Bakar dan Jama’at Islam ini bukanlah karena pendakwaan kenabiannya Musailamah, tetapi karena Musailamah dan para pengikutnya bersekutu dengan Banu Hanifah di Yamama yang bertujuan makar untuk menghancurkan sendi-sendi kehidupan dan persatuan Jama’at Muslim. (Bacalah buku: Sejarah Hidup Muhammad, oleh Muhammad Husain Haekal).

Ketika Yang Mulia Nabi Muhammad saw. masih hidup, Musailamah pada masa yang sama juga mendakwakan diri sebagai Nabi di Nejd, Jazirah Arabia. Atas pendakwaan Musailamah itu, dan juga terhadap dua orang lainnya yang mendakwakan diri sebagai Nabi, Tulaiha dan Aswad Al-Ansi, Nabi Muhammad saw. itu tidak menghiraukannya.

Ketika Musailamah Al-Kadzdzab mengirimkan dua orang utusannya dengan membawa surat kepada Nabi Muhammad saw. dengan mengatakan bahwa dia, Musailamah Nabi, dan “Separuh bumi ini buat kami dan yang separuh lagi buat Quraisy; tetapi Quraisy adalah golongan yang tidak suka berbuat adil.” Maka Nabi Muhammad saw. membalas dengan surat yang isinya mengatakan bahwa: … “beliau saw. sudah membaca isi suratnya dengan segala kebohongannya itu, dan bahwa bumi ini kepunyaan Allah yang akan diwarisi oleh hamba-hamba yang berbuat kebaikan. Dan selamat dan sejahtera bagi orang yang mengikuti bimbingan yang benar.” (Baca: Haekal).

Sampai wafatnya Nabi Muhammad saw., Musailamah masih tetap hidup dan masih mengaku sebagai Nabi. Jadi tidak ada contoh sunnah dari Nabi Muhammad saw. untuk mengambil tindakan dan kekerasan fisik terhadap seorang pendakwa kenabian dan para pengikutnya, walau pun beliau saw. mengetahui bahwa Musailamah itu adalah seorang pendusta belaka.

Hal ini pun didukung oleh firman Tuhan dalam ayat-ayat Kitab Suci Alqur-aan yang berikut:
Surat Al Mu’min -40- ayat 28: Yaitu, jika sekiranya dia itu adalah seorang pendusta, yang mengaku Nabi, maka kedustaannya mengaku sebagai Nabi itu adalah bagi dia sendiri, tanggungan dia sendiri.
Wa qaala rajulum mu’minum min aali fir’auna yaktumuiimaanahuu a taqtuluuna rajulan ay yaquula rabbiyallaahu wa qad jaa-akum bil bayyinaati mir rabbikum wa iy yaku kaadziban fa ‘alaihi kadzibuhuu wa iy yaku shaadiqay yushibkum ba’dhulladzii ya’idukum innallaaha laa yahdii man huwa musrifun kadzdzaab.

Dan, berkata seorang laki-laki yang beriman dari kaum Fir’aun yang menyembunyikan imannya, “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena ia mengatakan, “Tuhan-ku ialah Allah”, padahal ia telah datang kepadamu dengan Tanda-tanda nyata dari Tuhan-mu? Dan, sekiranya ia seorang pendusta, maka bagi dialah kedustaannya itu; dan jika ia itu ternayata benar, maka sebagian (azab karena mendustakannya) akan mengenai kepadamu dari apa yang dijanjikan kepada kamu. Sesungguhnya, Allah tidak memberi petunjuk kepada siapa yang melampaui batas dan orang yang pembohong besar.”


KALIAN TIDAK AKAN DAPAT MENOLONG-KU ATAU MEMBELA AKU, JIKA AKU PALSU.

Surat Al Ahqaaf -46- ayat 9:

Bahwa jika kalian mengatakan bahwa aku itu berkata dusta dan mengada-adakan ayat-ayat Allah, tokh kalian itu tidak memiliki kekuatan apa pun terhadap azab Tuhan yang akan menimpa aku, jika seandainya aku itu berdusta; jadi, perbuatan kalian itu hanya percumah saja, karena kalian itu sama sekali tidak dapat menolongku.
Am yaquuluunaf taraahu qul iniftaraituhu fa laa tamlikuuna lii minallaahi syai-an huwa a’lamu bi maa tufiidhuuna fiihi kafaa bihii syahiidam bainii wa bainakum wa huwal ghafuurur rahiim.

Apakah mereka berkata, “Ia telah mengada-adakannya –Alqur-aan ini? Katakanlah, sekiranya aku –Rasul- telah mengada-adakannya, kamu itu tidak memiliki kekuatan sesuatu apa pun untuk membela aku dalam melawan Allah. Dan Dia lebih mengetahui apa yang kamu katakan tanpa tujuan di dalamnya. Cukuplah Dia sebagi saksi antara aku dengan kamu. Dan, Dialah, Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Jadi kalian itu tidak akan dapat menolong aku sama sekali dan membela aku terhadap azab dari Tuhan, sekiranya saya ini mengada-mengada atau hanya mengaku-mengaku sebagai Utusan Tuhan, padahal tidak benar.

Karena, jika ia itu adalah seorang pendusta yang mengaku-ngaku mendapat wahyu atau Utusan dari Allah padahal tidak benar, dan tentang benar atau tidaknya itu hanyalah Tuhan Yang Maha Tahu, maka untuk Nabi yang pendusta itu, Tangan Allah sendiri yang akan menghancurkannya:

Demikian di firmankan Tuhan dalam Surah Al-Haqqah (69) ayat 44-46



Wa lau taqawwala ‘alainaa ba’dhal aqaaiil = Dan sekiranya ia mengada-adakan atas nama Kami sebagian perkataan,
La akhadznaa minhu bil yamiin = niscaya Kami akan menangkap dia dengan tangan kanan,
Tsumma la qatha’naa minhul watiin = kemudian pasti Kami putuskan urat nadi-lehernya.

Oleh sebab itu, tidaklah sesuai dengan ajaran Alqur-aan dan ajaran Nabi Muhammad saw. serta para Khalifah Rasyidin jika umat Islam sekarang ini gemar menggunakan kekerasan fisik untuk menyerang suatu pendakwaan Kenabian, berikut serangan kekerasan terhadap para pengikut pendakwa kenabian itu. Sebab, inilah ajaran universal Alqur-aan yang menjadi pegangan Hadhrat Sayyidina Muhammad Musthafa saw. dan para Khalifah Rasyidah selama hidup beliau-beliau dan yang juga seharusnya menjadi pegangan bagi seluruh umat Muslimin sekarang ini, yaitu:

1. Surat Al Baqarah ayat 256:

Laa ikraaha fid diini = Tidak ada paksaan dalam agama.

لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ


2. Surat Al Kaafiruun -109- ayat 6:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾

Lakum diinukum wa liya diin.
Bagi kama agama kamu dan bagiku agamaku

Lengkapnya; Surat Al Baqarah ayat 256:

Laa ikraaha fid diini qat tabayyanar rusydu minal ghayyi fa may yakfur bith thaaghuuti wa yu’mim billaahi fa qadis tamsaka bil ‘urwatil wutsqa lan fishaama lahaa wallaahu samii’un ‘aliim.

Tidak ada paksaan dalam agama. Sesungguhnya jalan yang benar itu nyata bedanya dari kesesatan; dan barangsiapa menolak ajakan orang-orang yang sesat dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada suatu pegangan yang kuat dan tak kenal putus. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui

Surat Al Kaafiruun -109- ayat 6:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾

Lakum diinukum wa liya diin.

Bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku.

Sekarang bagaimana akibatnya orang-orang yang zhalim kepada Utusan Allah, yang mendustakan Nabi Allah itu?

BERANI MENDUSTAKAN RASUL ALLAH = BERANI MENANTANG AZAB TUHAN

Apa kata Kitab Suci Alqur-aan terhadap orang yang menolak Nabi, Utusan Allah?
Berjalanlah di bumi dan lihatlah akibat dan keakhiran dari orang-orang yang zhalim ini.
Kasihan orang-orang ini! Mereka membaca Alqur-aan tetapi tidak mengerti atau tidak mau mengerti akan firman-Nya itu! Mereka membaca Alqur-aan tetapi menganggap enteng, melecehkannya! Lihatlah Surah Al Israa’ -17- ayat 45 juga.

Pada setiap shalat, orang Muslim diajari untuk membaca doa agar ditunjuki jalan yang lurus, jalan-jalan yang telah Tuhan beri nikmat atas mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan pula jalan mereka yang sesat (Al-Fatihah ayat 7):

غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ﴿٧﴾ dari ayat:

(Ihdinash shiraathal musraqiim) Shiraathal ladziina an’amta ’alaihim, ghairil maghdhuubi ’alaihim wa ladh dhaalliin.
(Tunjukilah kami pada jalan yang lurus) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka, bukannya jalan mereka orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang yang sesat.

Dalam Kitab Suci Alqur-aan, surah 2 [Al-Baqarah] ayat 87 Allah Taala berfirman:


Wa laqad aatainaa muusal kitaaba wa qaffainaa mim ba’dihii bir rusuli wa aatainaa ‘iisabna maryamal bayyinaati wa ayyadnaahu bi ruuhil qudusi a fa kullamaa jaa-akum rasuulum bi maa laa tahwaa anfusukumus takbartum fa fariiqan kadzdzabtum wa fariqan taqtuluun.

Dan, sesungguhnya Kami memberikan Alkitab kepada Musa dan Kami mengirimkan Rasul-rasul dibelakangnya, dan Kami memberikan kepada Isa Ibnu Maryam Tanda-tanda yang nyata, dan Kami memperkuatnya dengan Ruhulkudus. Maka apakah setiap datang kepadamu seorang Rasul yang tidak disukai oleh dirimu, kamu menyombongkan diri dan sebagian kamu dustakan dan sebagian lainnya kamu bunuh?

Juga bacalah dan telaahlah Kitab Suci Alqur-aan, yang bukanlah sekedar dongeng atau kisah belaka.

Dalam Surah Yuusuf -12- ayat 110 dan 111:
110. Hatta idzas ta-i-asar rusulu wa zhannuu annahum qad kudzibuu jaa-ahum nashrunaa fa nujjiya man nasyaa-u wa laayuraddu ba’sunnaa ‘anil qaumil mujrimiin.

Dan ketika berputus asa-lah Rasul-rasul, dan orang yang ingkar menyangka bahwa mereka telah dibohongi, maka datanglah pertolongan Kami kepada mereka para Rasul itu, kemudian Kami menyelamatkan siapa yang Kami kehendaki. Dan sekali-kali siksaan Kami tidak dapat ditolak kaum yang berdosa.

111. La qad kaana fii qashashihim ‘ibratul liulil albaabi kaana hadiitsay yuftaraa walaakin tashdiiqal ladzii baina yadaihi wa tafshiila kulli syai-iw wa hudaw wa rahmatal li qaumiy yu’minuun.
Sesungguhnya dalam riwayat kisah mereka itu ada pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Ini bukanlah suatu hal yang dibuat-buat, melainkan suatu penyempurnaan apa yang telah ada sebelumnya dengan penjelasan terinci untuk segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman,

RASUL DIDUSTAKAN, RASUL-RASUL BERPUTUS ASA, maka ALLAH MENOLONGNYA;
Bukanlah sekedar kisah, tetapi PETUNJUK DAN RAHMAT bagi orang-orang yang beriman.

Surah Ar Ra’du -13- ayat 43:

Wa yaqulul ladziina kafaruu lasta mursalan qal kafaa billaahi syahiidam bainii wa bainakum wa man ‘indahuu ‘ilmul kitaab.

Dan berkatalah orang-orang yang mengingkarinya, “Engkau bukanlah seorang Rasul!” Katakanlah, “Cukuplah Allah sebagai saksi antara aku dengan kamu, dan juga menjadi saksi orang yang memiliki Alkitaab.” (Yaitu Tanda-tanda, ilmu atau azab dari Langit).

Dalam Surah Ibraahim -14- ayat 13.

Wa qaalal ladziina kafaruu li rusulihim la nukhrijannakum min ardhinaa au la ta’uudunna fii millatinaa fa auhaa ilaihim rabbuhum la nuhlikanazh zhaalimiin.
Dan berkatalah orang-orang yang ingkar kepada Rasul mereka, “Niscaya akan kami usir kamu dari bumi kami, atau kamu harus kembali kepada agama kami.” Maka Tuhan mereka mewahyukan kepada mereka, “Pasti akan Kami binasakan orang-orang yang aniaya.”

Dalam Surah Ibraahim -14- ayat 15.
Was taftahuu wa khaaba kullu jabbaarin ‘aniid.
Dan mereka itu berdoa untuk kemenangan, maka gagallah setiap orang yang berlaku sewenang-wenang, musuh kebenaran.

Dalam Surah An Nahl -16- ayat 36:
Dan sesungguhnya Kami mengutus dalam setiap umat seorang Rasul kepada setiap umat, supaya kamu menyembah Allah dan jauhilah orang yang melampaui batas. Maka sebagian dari mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan sebagian dari mereka ada yang dipastikan pada mereka kesesatan. Maka berjalanlah kamu di muka bumi, lalu perhatikanlah bagaimana akibatnya orang-orang yang telah mendustakan Rasul-rasul itu.
Wa laqad ba’atsnaa fii kulli umatir rasuulan ani’ budullaaha waj tanibut taaghuutha fa minhum man hadallaahu wa minhum man haqqat ‘alaihidh dhalaalatu fa siiruu fil ardhi fan zhuruu kaifa kaana ‘aaqibatul mukadzdzibiin.

Dalam Surah An Nahl -16- ayat 61:
Wa lau yu-aakhidzullaahun naasa bi zhulmihim maa taraka ‘alaihaa min daabbatiw wa laakiy yu-akhkhiruhum ilaa ajalim musamman fa idzaa jaa-a ajaluhum laa yasta’khiruuna saa’ataw wa laa yastaqdimuun.


Dan jika Allah mau menghukum manusia disebabkan kezaliman mereka, niscaya tidak tidak akan Dia tinggalkan di atas bumi satu mahluk yang bernyawa, akan tetapi Dia menangguhkan mereka hingga batas waktu yang ditentukan. Lalu apabila waktu mereka itu datang, maka mereka itu tidak dapat mengundurkan sesaat pun dan tidak pula dapat mempercepatnya.

Surah An Nahl -16- ayat 113:
Wa la qad jaa-ahum rasuulum minhum fa kadzdzabuuhu fa akhadzhumul ‘adzaabu wa hum zhaalimuun.
Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang Rasul dari antara mereka, tetapi mereka mendustakannya, maka azab telah menyergap mereka ketika mereka berbuat aniaya.

Azab / Hukuman, kemurkaan Tuhan atas penolakan orang kepada Utusan-Nya.
Surah Bani Isra’il -17- ayat 15:
Manih tadaa fa innamaa yahtadii li nafsihii wa man dhalla fa innanaa yadhillu ‘alaihaa wa laa taziru waaziratuw wizra ukhraa wamaa kunnaa mu’adzdzibiina hattaa nab’atsa rasuulaa.
Barangsiapa telah menerima petunjuk, maka sesungguhnya petunjuk itu adalah untuk dirinya; dan barang siapa sesat, maka kesesatan itu hanyalah untuk dirinya. Dan tiada pemikul beban akan memikul beban orang lain. Dan Kami tidak akan meng-azab sebelum Kami mengirimkan seorang Rasul.


Dalam Surah Faathiir -35 ayat-ayat 4 – 7.

4. Wa iy yukadzdzibuuka faqad kudzdzibat rusulum min qablika wa ilallaahi turja’ul umuur.
Dan, jika mereka mendustakan engkau, maka sesungguhnya telah didustakan Rasul-rasul Tuhan sebelum engkau; dan kepada Allah-lah segala urusan dikembalikan, untuk diputuskan.

5. Yaa ayyuhan naasu inna wa’dallaahi haqqun fa laa taghurranakumul hayaatud dun-yaa wa laa yaghurrannakum billaahil gharuur.
Hai manusia, sesungguhnya janji Allah itu benar, maka janganlah kehidupan dunia ini memperdayakan kamu dan jangan pula-lah si penipu akan menipu kamu mengenai Allah.

6. Innasy syaithaana lakum ‘aduwwun fat takhidzuuhu ‘aduwwan innamaa yad’u hizbahuu li yakuunuu min ash-haabis sa’iir.
Sesungguhnya, syaitan itu adalah musuh bagimu; maka perlakukanlah dia itu sabagai musuh. Sesungguhnya ia hanya memanggil golongannya agar menjadi penghuni Api yang menyala-menyala.

7. Alladziina kafaruu lahum ‘adzaabun syadiiduw wal ladziina aamanuu wa ‘amilush shaalihaati lahum maghfiratuw wa ajrun kabiir.
Orang-orang yang ingkar bagi mereka ada azab yang keras. Dan orang-orang yang beriman (kepada Nabi Allah) dan berbuat amal shaleh bagi mereka ada ampunan dan ganjaran besar.


Namun demikian, sekali lagi namun demikian, walaupun mereka-mereka itu membaca Alqur-aan dan telah diterangkan kepada mereka ini ayat-ayat firman dari Tuhan, tentang azab hukuman di Hari pembalasan, tetapi Allah Taala pun telah berfirman:

Wa idzaa qara’tal qur-aana ja’alnaa bainaka wa bainal ladziina laa yu’minuuna bil aakhirati hijaabam mastuuraa.
Dan apabila engkau membaca Alqur-aan, Kami jadikan antara engkau dengan mereka yang tidak beriman pada hari akhirat (yaitu mereka yang membaca atau mendengar ayat-ayat Kitab Suci Alqur-aan firman Allah, tetapi tidak takut akan azab, hukuman pembalasan) di mana ada suatu dinding penghalang yang tersembunyi. (Al Israa -17- ayat 45).



وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَ

الَمِينَ

“Wa aakhiru da’wahum anil hamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin”
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS 10:10)


Kamis, 21 Agustus 2008


Nasihatilah mereka ini dengan ayat Kitab Suci Alqur-aan:
نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَقُولُونَ وَمَا أَنتَ عَلَيْهِم بِجَبَّارٍ فَذَكِّرْ بِالْقُرْآنِ مَن يَخَافُ وَعِيدِ

Nanu a’lamu bi maa yaquuluuna wa maa anta’alaihim bi jabbaarin fa dzakkir bil qur-aani may yakhaafu wa’iid.
Artinya : Kami mengetahui benar apa yang dikatakan mereka , dan engkau sekali-kali bukanlah pengawas untuk memaksa mereka. Maka terus nasihatilah mereka dengan Alqur-aan, dia yang takut akan peringatan-Ku (Surah Qaaf -50- : 45)