Kamis, 17 Januari 2008

Klarifikasi Dari Ahmadiyah


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
نَحْمَدُهُ وَنُصَلِّىْعَلَى رَسُوْلِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلَىعَبْدِهِ اْلمَسِيْحِ اْلمَوْعُوْدِ
KLARIFIKASI dari AHMADIYAH

JEMAAT AHMADIYAH secara resmi berdiri pada tahun 1889, ketika sesuai dengan petunjuk Allah Taala, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. dari Qadian – India menerima bai’at untuk pertama kalinya pada tanggal 23 Maret atau sekitar 120 tahun yang lalu setelahnya menerima wahyu di mana Allah Maha Kuasa sesuai kehendak dan kebijaksanaan-Nya menunjuk Hadhrat Ahmad Qadiani sebagai Imam Mahdi dan Nabi Isa Al-Masih yang kedatangannya sudah dinubuatkan dalam hadits-hadits Nabi Muhammad s.a.w.

Yang Mulia Nabi Muhammad saw., Rasulullah yang adalah Khaataman Nabiyyiin, Nabi yang paling afdhal, paling mulia dari semua Nabi-nabi Allah, pe-meterai yang mengesahkan semua Nabi-nabi ini, diyakini sepenuhnya oleh Ahmadiyah sebagai Nabi terakhir, yaitu Nabi pembawa Syri’at yang terakhir, Syari’at Islam dan Kitab Suci Al-Qur’an, sehingga Nabi-nabi dan/atau Rasul-rasul Utusan Tuhan yang datang kemudian sesuai rencana, kehendak dan kebijaksanaan Ilahi itu hanya dimungkinkan dari antara pengikut setia Y.M. Nabi Muhammad saw., jadi hanyalah dari kalangan umat Islam.

NABI-NABI, RASUL UTUSAN ALLAH dan KHLIFAH-KHALIFAH penerus Nabi akan terus datang sampai HARI KIAMAT.

Nabi, Rasul Utusan Allah masih akan terus datang sesuai kehendak, rencana dan kebijaksanaan Allah, di mana umur dunia ini atau kehidupan manusia ini masih akan terus berlangsung selama ratusan juta tahun lagi, yang konon keterangan beberapa ahli, umur alam semesta ini adalah sekitar 18,25 Milyar tahun dan yang berjalan atau sudah dilewati ada sekitar 15 Milyar tahun, sehingga secara logika pun, kedatangan guru rohani atau guru spiritual ini masih amat sangat diperlukan untuk membimbing umat manusia terutama umat Muslimin dari segi spiritualnya. Bandingkan saja, sesuai sejarah, masa kita yang sekarang sampai dengan jamannya Nabi Muhammad saw., itu tidak lebih dari 1.500 tahun saja dan sampai Nabi Adam a.s. hanya sekitar 6 atau 7.000 tahunan saja; di dalam masa yang hanya sekian ribu tahun saja pun sudah ada 25 orang Nabi-nabi yang namanya tertulis dalam K.S. Al-Qur’an, sedangkan dalam Hadits Nabi Muhammad saw. menyebutkan jumlah Nabi-nabi itu seluruhnya ada 124.000 orang.

Kita tidak dapat mengharapkan bahwa yang dapat membimbing umat manusia ini, orang-orang Muslimin khususnya diserahkan kepada ulama-ulama atau kiai atau bahkan professor sekali pun, yang pada umumnya dianggap secara umum sebagai orang yang terkemuka, yang menonjol di dalam masyarakat duniawi, karena Tuhan Yang Maha Kuasa itu tidak ada menyebutkannya demikian, melainkan secara jelas dan secara spesifik Allah SWT berfirman di dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surah An-Nisaa ayat 69:

Dan barang siapa taat kepada Allah dan Rasul ini (Muhammad saw.), maka mereka akan termasuk di antara orang-orang yang kepada mereka Allah memberikan nikmat, yakni Nabi-nabi, para shiddiqiin, syuhada-syuhada dan orang-orang yang shaleh. Dan, mereka itulah sahabat yang sejati.

Jadi persyaratan untuk memperoleh di antara ke-empat nikmat Allah ini, derajat ini, ialah bahwa orang itu harus taat kepada Allah dan Rasul ini, Muhammad saw. Derajat, nikmat tertinggi yang diberikan oleh Allah yang dapat diraih oleh seorang manusia itu adalah Nabi-nabi; jadi inilah derajat orang yang kepadanya Allah Taala menunjuk dan memberinya kawenangan untuk mengajarkan Kitab-Nya, Al-Quran kepada umat manusia. Inilah orang-orang yang Allah Taala berikan nikmat kepadanya, orang-orang yang untuk dijadikan sahabat yang sejati, yaitu para Nabi-nabi, para shiddiqin, syuhada-syuhada dan orang-orang yang shaleh.

Jadi di dalam K.S. Al-Qur’an, untuk membina umat Islam itu Allah SWT. tidak menyebutkan dua kategori orang-orang yang secara duniawi dianggap menonjol dan di-agungkan seperti Ulama – Kiyai atau Professor secara spesifik, kecuali jika Ulama-lama – Kiai dan Professor ini termasuk di dalam kategori orang-orang shalihiin, yang benar-benar taat kepada Allah dan Rasul-Nya.


Mengenai akan terus berdatangannnya Nabi yang Utusan Allah itu, ini di-indikasikan dalam firman-firman Allah dalam K.S. Al-Qur’an:
3:179, 6:124, 7:35, 10:47, 13:7, 16:36, 22:75, 23:51, 35:24, 37:72, 44:5, 61:6, 62:2-3 ………

  • Dan bagi setiap umat ada Rasul …… Dan bagi setiap kaum ada petunjuk ……. Kami mengutus Rasul kepada setiap umat ….. Dan tidak ada suatu umat melainkan diberikan kepadanya Pemberi ingat.

  • Allah memilih di antara Rasul-rasul-Nya, siapa yang Dia kehendaki ……
  • Wahai anak-cucu Adam, jika datang kepadamu Rasul-rasul dari antara kamu ………
  • Dan pemberi kabar suka dengan seorang Rasul yang akan datang sesudahku yang namanya AHMAD.
  • Allah membangkitkan di antara orang-orang ummi (buta huruf – dari Bangsa Arab) seorang Rasul, dan juga kaum lain yang belum berhubungan dengan mereka (yaitu yang non-Arab).


Dalam ayat-ayat di atas bentuk perkataan tersebut adalah fi’il mudhari, yang dipakai untuk masa kini dan yang akan datang.


Latar Belakang dari DEKLARASI sebagai NON-MUSLIM (dengan tanpa meyebutkan istilah “SESAT”)


Sebagaimana dalam Hadits Nabi Muhammad saw., jika Imam Mahdi datang nanti, maka yang akan menentang Imam Mahdi ini adalah Ulama dan Kiyai. Walaupun Kiyai dan Ulama ini merasa sebagai pembela Islam, pahlawan Syari’at Islam, tetapi pada penentangannya kepada Hadhrat Imam Mahdi, Mirza Ghulam Ahmad a.s. itu pada umumnya hanya dengan tuduhan palsu, perkataan dusta dan mengikut-ikut pada perkataan orang dengan cara menghasut orang awam untuk memusuhi Hadhrat Ahmad a.s., dan hampir tidak pernah menggunakan dalil-dalil ayat Kitab Suci Al-Qur’an maupun Hadits Nabi saw., yang bahkan dengan perbuatan yang tidak sesuai dengan Sunnah Nabi Suci Muhammad Rasulullah saw., sampai pada perbuatannya yang anarkis.
Mereka mengatakan Ahmadiyah Non-Muslim, ke luar dari Islam, sesat dan menyesatkan hanya karena ikut-ikutan saja!
OKI – Kongres Dunia Islam Arab dan Pemerintah Pakistan membuat Deklarasi: AHMADIYAH NON-MUSLIM.

Dalam ambisi politiknya dari beberapa tokoh Negara Islam yang terkemuka, Idi Amin Diktator Uganda, Bhutto dari Pakistan pada Kongres OKI tahun 1973 akhir melemparkan ide yang mengusulkan Raja Faisal dari Arab Saudi diangkat sebagai Khalifah. Ganjalan utamanya adalah sudah adanya Institusi Khalifah Ahmadiyah, maka mereka harus mendeklarasikan Ahmadiyah sebagai non-Muslim; inilah yang kemudian dimasukkan di dalam Ordonansi Negara Pakistan tentang Ahmadiyah sebagai non-Muslim pada tahun 1974. Usul atau ide pembentukan khalifah dari Arab Saudinya sendiri tidak dapat diterima oleh Negara-negara Islam itu, karena di antara Negara-negara Arab, antara Wahabi dengan Syiah, antara Syria dengan Yordania mereka itu saling bermusuhan satu sama lain. Indonesia yang diwakili oleh MENLU Adam Malik juga menolaknya dengan alasan Negara Indonesia berdasarkan UUD-45 dan berazaskan Pancasila memberikan kebebasan beragama dan berkeimanan. Raja Faisal sendiri beberapa bulan setelah itu ditembak mati oleh kemanakannya sendiri di depan satu acara TV dan Bhutto kemudian digulingkan oleh Jenderal Zia-ul Haq, bekas anak buahnya yang diangkat sendiri oleh Bhutto; Bhutto kemudian dijatuhi hukuman oleh Zia dan beberapaa tahun kemudian mati digantung. Zia juga meledak dalam pesawatnya di udara bersama petinggi-petinggi Pakistan dan ikut juga petinggi-petinggi Amerika.


FATWA MUI 1980 dan 2005: AHMADIYAH DI LUAR ISLAM, (ditambah) SESAT DAN MENYESATKAN.

Beberapa tahun kemudian Ulama di Indonesia ikut-ikutan mengeluarkan Fatwa tentang Ahmadiyah. Berdasarkan pada 9 buah buku tentang Ahmadiyah – jadi bukan Al-Qur’an dan Hadits yang dipakai sebagai rujukannya – pada bulan Juni 1980 MUI mengeluarkan Fatwa yang lebih berani lagi dari yang di OKI dan Pakistan (di mana mereka itu hanya men-deklarasikan sebagai non-Muslim) yaitu dengan fatwa Ahmadiyah di luar Islam, sesat dan menyesatkan.
Nampaknya ulama-ulama lainnya itu merasa khawatir jika akan mengatakan golongan lain itu SESAT dan MENYESATKAN itu, mengingat akan firman Tuhan di dalam Kitab Suci Al-Qur’an:

Sesungguhnya Tuhan-mu, Dia-lah Yang lebih mengetahui tentang orang yang sesat di jalan-Nya ……… (6:117).

Sesungguhnya Tuhan-mu, Dia-lah Yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya ……(16:124).


Jadi dengan fatwa itu ternyata MUI di Indonesia sudah sangat berani-beraninya menjatuhkan vonis sesat atas keyakinan seseorang itu, ditambah lagi tentang nama 9 buku yang dipakai dasar acuan fatwa tadi, baik MUI maupun Buya Hamka ketika ditanya, sama-sekali tidak bisa menyebutkan nama buku apa-apanya.

Dalam fatwanya bulan Juli 2005, MUI selalu merujuk bahwa pendapat mengenai Ahmadiyah sebagai non-Muslim itu juga dilakukan oleh ulama-ulama di dunia Arab dan juga di Pakistan, tempat mulai berkembangnya Ahmadiyah. Jadi sekali lagi dasar fatwa ini bukanlah Al-Qur’an dan Sunnah/Hadits Nabi saw. tetapi lebih menekankan pada mengikuti kesepakatan orang-orang atau meniru dan ikut-ikutan belaka. Apakah ulama-ulama di sini merasa kurang yakin atau sudah tidak percaya lagi dengan apa yang dikatakan Al Qur’an dan Rasulullah SAW?

Di mana Al Qur’an melarang untuk ikut-ikutan pada orang banyak dan memerintahkan untuk taat kepada Allah dan Rasul Nya, seperti dalam Surat Al Anfal, 8 : 20, Muhammad, 47: 33 dan surat Al An’aam 6 : 116 Dan jika engkau turuti kebanyakan orang-orang di bumi ini niscaya mereka menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka itu tidak lain hanyalah menurutkan persangkaan belaka, dan mereka itu tidak lain hanyalah membuat kebohongan semata.
Maka, orang-orang ini harus di-ingatkan untuk jangan menyepelekan, menganggap enteng pada semua firman-firman Tuhan.

Bilamana manusia menderita dengan kemiskinan yang amat menyeluruh, dengan penyakit yang aneh-aneh, dunia menderita dengan kesengsaraan karena bencana alam yang bertubi-tubi, maka jika orang mau bertobat – istighasah itu tentunya baik sekali. Dalam permintaan ampun itu tentunya lebih mantap jika menyadari akan apa kesalahannya, bukan hanya memperhatikan kesalahan biasa dan kelemahan manusiawinya saja. Mengenai kedatangan Utusan Allah, kedatangan Imam Zaman ini, jika belum mendapat taufik untuk dapat menerima tentunya boleh-boleh saja-lah; tetapi jika menentang Utusan-Nya itu dengan kekerasan dan dengan tangan, maka sejarah memperlihatkan apa yang pernah terjadi di jaman Nabi Nuh, Nabi Luth, Nabi Musa a.s. dengan Firaun dan lain-lainnya. Ada firman Allah:

La’natallaahi ‘alal kaadzibiin, Laknat dari Allah bagi mereka yang pendusta (3:61)

Berkali-kali di dalam Surat Ar-Rahmaan, Tuhan Maha Pemurah menegur jin dan manusia, orang-orang besar, cerdik dan ulamanya, terutamanya: Fa bi ayyi aalaa-i rabbikumma tukadz-dzibaan; Maka, di antara nikmat-nikmat Tuhan yang manakah, yang kamu berdua dustakan? Itulah: Tuhan Maha Pemurah, Dia mengajarkan Al-Qur’an (55: 1-2).

Karena tidak bisa mengharap bahwa Tuhan dan Malaikat-Nya itu akan mengajarkan Kitab Suci Al-Qur’an langsung kepada setiap orang, dan juga Tuhan tidak menyebut secara umum ulama atau kiai tetapi dengan melalui para Nabi-nabi, Shiddiq-shiddiq, para Syuhada dan orang-orang yang shaleh, tentunya termasuk ulama dan kiai yang shaleh, yang taat dan meng-agungkan Firman Allah, serta mematuhi sabda Nabi saw. berkenaan kedatangannya Imam Mahdi, Imam Jaman ini untuk menyampaikan salam beliau saw. kepadanya, karena mereka itulah teman dan sahabat yang sejati (4:69).


Tabaarakasmu rabbika dzil jalaali wal ikram; Maha be-Berkatlah Tuhanmu, Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan (55:78).


Mersela, 10-1-2008 / 1 Muharram 1429 H

Tidak ada komentar: